Menilik Potensi Mata Uang Utama di Tengah Penguatan Dolar AS



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Mayoritas mata uang utama melemah terhadap dolar Amerika Serikat (AS). Meski melemah, sejumlah mata uang utama dipandang tetap memiliki prospek yang menarik.

Berdasarkan data Trading Economics, sepekan terakhir dolar AS unggul dari hampir seluruh mata uang utama pada Jumat (4/10). Penurunan terbesar terjadi pada mata uang Yen (JPY), tercermin pairing USDJPY menguat 3,10% WtW. Disusul pairing NZDUSD yang turun 2,18% dan GBPUSD 1,54%.

Research and Development ICDX Taufan Dimas Hareva mengatakan, tekanan dari dolar AS terhadap mata uang utama dapat dilihat dari beberapa faktor, seperti data ekonomi yang kuat.


"Laporan ADP menunjukkan penambahan pekerjaan yang lebih tinggi dari perkiraan, memperkuat ekspektasi pasar terhadap kekuatan ekonomi AS dan stabilitas kebijakan moneter Federal Reserve," kata Taufan kepada Kontan.co.id, Jumat (4/10).

Baca Juga: Pertumbuhan Lapangan Kerja AS Melonjak pada September, Tingkat Pengangguran Turun

Faktor lainnya, peningkatan permintaan aset safe-haven. Ketegangan geopolitik, seperti situasi di Timur Tengah mendorong investor untuk mencari aset aman, yang juga berkontribusi terhadap penguatan dolar AS.

Lalu perbandingan Kebijakan moneter. Federal Reserve yang lebih hawkish dibandingkan bank sentral lainnya, seperti European Central Bank (ECB) dan Reserve Bank of New Zealand (RBNZ) memberikan dukungan tambahan bagi dolar AS.

"Dengan ekspektasi bahwa Fed tidak akan terlalu agresif dalam pemotongan suku bunga, hal ini memberi daya tarik lebih pada dolar," sebutnya.

Taufan menilai tekanan dari dolar AS cukup besar dan dapat menyebabkan mayoritas mata uang utama terkoreksi. Dolar AS mungkin terus mengalami penguatan jika data ekonomi AS mendatang, seperti nonfarm payrolls, tetap positif.

Baca Juga: Faktor Eksternal Menekan Nilai Tukar Rupiah Dalam Sepekan

Di tengah tekanan dolar AS, Taufan menilai sejumlah mata uang utama menarik untuk dicermati. Pertama, pairing AUDUSD (dolar Australia) yang didukung prospek hawkish dari Reserve Bank of Australia (RBA) karena data ekonomi domestik, seperti pertumbuhan penjualan ritel yang kuat.

"Meskipun tekanan dari dolar AS, ada potensi dukungan dari kenaikan harga komoditas akibat stimulus ekonomi di China, mitra dagang terbesar Australia," kata dia.

Kedua, NZDUSD (dolar Selandia Baru) karena meski ada ekspektasi pemotongan suku bunga oleh Reserve Bank of New Zealand (RBNZ), potensi untuk perbaikan jika data ekonomi menunjukkan perbaikan bisa memberikan dorongan bagi NZDUSD.

"Ketegangan geopolitik yang memengaruhi sentimen risiko juga bisa menciptakan peluang untuk pergerakan bullish jika terjadi stabilisasi," katanya.

Baca Juga: Bill Gates Tak Lagi Masuk Jajaran 10 Miliarder Terkaya di Dunia?

Ketiga, GBPUSD (poundsterling). Adapun sentimen pendukung dari penantian untuk data PMI Jasa Inggris yang akan dirilis dapat menjadi penggerak penting bagi GBPUSD. Menurutnya, jika pemerintah Inggris dapat menanggapi proyeksi defisit anggaran dengan langkah-langkah yang tepat, hal ini dapat meningkatkan sentimen terhadap GBPUSD.

Taufan belum dapat memberikan proyeksi target harga di akhir tahun nanti. Ia berpandangan bahwa ketidakpastian terkait isu geopolitik belum dapat menggambarkan visi terhadap gejolak pada masing-masing mata uang.

"Yang jelas adalah ketika konflik geopolitik semakin meluas dan memanas, akan berdampak pada banyak komoditas secara umum, jadi saat ini kami cukup wait and see," tutupnya.

Selanjutnya: Pertumbuhan Lapangan Kerja AS Melonjak pada September, Tingkat Pengangguran Turun

Menarik Dibaca: Ashley Hotel Group Gaet Tamu Lewat Kompetisi Seni Melipat Handuk

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati