Menilik potensi optimalisasi penerimaan negara dari sektor frekuensi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Realisasi Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) selama ini paling besar disumbang dari sektor komoditas. Padahal, sektor frekuensi memiliki potensi yang cukup besar karena memiliki multi player effect yang luas.

Direktur Eksekutif Center for Indonesia Tax Analysis (CITA) Yustinus Prastowo mengatakan, perusahaan telekomunikasi pemegang lisensi frekuensi Broadband Wireless Access (BWA) 2300 MHz atau akses nirkabel pita lebar dan lainnya sampai saat ini belum optimal.

Baca Juga: Optimalisasi PNBP, pemerintah ingin sewakan hewan langka ke negara lain


Sehingga, hal ini berdampak langsung pada hilangnya potensi PNB dari sektor telekomunikasi informasi.

Prastowo mengamati, PNBP dari Kementerian Komunikasi dan Informasi (Kominfo) terkena dampak langsung, akibat selama sepuluh tahun usia perizinannya, Kominfo hanya memperoleh 72% dari target PNBP BWA atau sekitar Rp 4,1 triliun.

Jumlah tersebut jauh lebih kecil nilainya apabila dibandingkan dengan pendapatan 2300 MHz yang diterima dari alokasi perizinan bagi penyelenggara jaringan bergerak seluler yang mencapai 100%, yaitu dari Smartfren sejak tahun 2014 atau senilai Rp 2,4 triliun dan dari Telkomsel sejak tahun 2017 sekitar Rp 4 trilun.

Baca Juga: Lelang frekuensi 2300 Mhz, Menkominfo kurangi potensi kehilangan pendapatan negara

Kata Prastowo jika BWA bisa dikembangkan mencapai 15 zona maka penerimaan negara bisa lebih dari Rp 12 triliun. Adapun saat ini pemanfaatan BWA hanya mencapai 8 zona yang terdiri dari 21 provinsi dan 298 kabupaten kota. 

Editor: Noverius Laoli