KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tarik menarik skema power wheeling dalam RUU EBT masih panas. Kabarnya Serikat Pekerja PLN menolak skema tersebut karena dinilai sebagai bentuk liberalisasi pengelolaan listrik. Sikap PLN ini mendapat dukungan dari Kementerian Keuangan setelah sebelumnya power wheeling ditarik dari RUU EBET setelah dievaluasi oleh Kemenkeu. Hal tersebut power wheeling menyebabkan beban PLN makin berat dalam memelihara dan meningkatkan jaringan transmisi dan distribusinya, sehingga bisa berdampak ke keuangan negara. Di sisi lain power wheeling mendapatkan dukungan Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral karena bisa berdampak positif ke pengembangan Energi Baru Terbarukan.
Wakil Ketua Komisi VII Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Eddy Soeparno mengatakan, power wheeling ini diperlukan untuk mengakselerasi pengembangan sektor EBET.
Baca Juga: RUU EBET Menanti Kesepakatan Soal TKDN dan Green RUPTL "Oleh karena itu, DPR akan tetap mencantumkan pasal tentang Power Wheeling di dalam UU EBET," kata Eddi saat dihubungi KONTAN, Rabu (15/5). Berbeda, Anggota Komisi VII DPR RI dari Fraksi PKS Mulyanto curiga tambahan pasal ini merupakan titipan pihak tertentu kepada pemerintah agar ketentuan power wheeling dapat dimasukan dalam RUU EBET. Sebab, menurut Mulyanto, sebelumnya dalam daftar inventarisasi masalah (DIM) RUU EBET yang diajukan pemerintah, norma tentang power wheeling ini tidak ada sama sekali. Ia mengatakan DIM RUU EBET yang diajukan Pemerintah sama dengan yang dipegang oleh DPR. Karena itu sangat aneh bila di tengah pembahasan ada tambahan norma baru yang dipaksakan untuk dimasukkan. "PKS dan PDIP menolak aturan power wheeling ini dimasukan dalam RUU EBET karena akan merugikan PLN. Karena itu kami minta pembahasan ini harus terbuka dan transparan serta melibatkan partisipasi publik," ungkap Muyanto dalam keterangan resmi. Sementara it, Executive Vice President Komunikasi Korporat & TJSL PLN Gregorius Adi Trianto mengungkapkan PLN senantiasa mendukung tiap langkah pemerintah guna mencapai target Net Zero Emissions pada tahun 206. "Kami senantiasa menghadirkan listrik yang andal dan terjangkau bagi masyarakat di seluruh tanah air," tuturnya kepada KONTAN, Rabu (15/5). Adapun, Dewan Pengurus Pusat Serikat Pekerja PLN menolak masuknya skema power wheeling dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Terbarukan (RUU EBET) karena dinilai sebagai bentuk liberalisasi pengelolaan listrik. "Dewan Pimpinan Pusat Serikat Pekerja PLN menegaskan penolakan terhadap pengesahan RUU EBET sebagai undang-undang jika tetap menyertakan klausul power wheeling," kata ketua umum M.Abrar Ali dalam keterangan tertulis (4/4). Ahli Transisi Energi yang juga Direktur Eksekutif Institute Essential Services Reform (IESR), Fabby Tumiwa mengungkap kekhawatiran Perusahaan Listrik Negara (PLN) jika skema power wheeling masuk dalam Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET).
Baca Juga: Skema Power Wheeling Diperlukan Asal Memperhatikan Hal Ini Ia menjelaskan, Power Wheeling ini bisa membuka pengembangan dan mendorong potensi energi terbarukan yang selama ini belum menemukan demand-nya. Energi terbarukan tersebar, sementara pemanfaatan listrik terbarukan banyak.
"Pandangan saya penting, untuk menunjukkan pasokan energi terbarukan sehingga kita bisa cepat melakukan transisi energi dan mengurangi beban PLN untuk membeli energi terbarukan," kata Fabby kepada KONTAN, Rabu (15/5). kekhawatiran PLN atas skema power wheeling bisa berasal dari banyak sisi. Contohnya soal penjaminan security of supply, kemudian jika transmisi penuh siapa yang bertanggung jawab atas investasi, kehandalan jaringan, ekspansi kapasitas, dll. "Saya setuju, perlu didorong terkait peraturan lebih detail, tarif wheeling yang memasukan biaya keandalan jaringan, kompensasi terhadap risiko pemanfaatan," ungkapnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi