KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Grup Adaro milik kongsi taipan Garibaldi Thohir resmi memisahkan bisnis batubara termal. Komoditas tambang energi tersebut kini digarap oleh PT Adaro Andalan Indonesia Tbk (
AADI). Pemisahan AADI menjadi bagian dari aksi PT Alamtri Resources Indonesia Tbk (
ADRO) untuk memacu ekspansi ke bisnis non-batubara termal. Emiten yang sebelumnya bernama PT Adaro Energy Indonesia Tbk itu melepas pengendalian pada AADI lewat dua skema. Pertama, melalui penawaran umum perdana saham alias
Initial Public Offering (IPO). Kedua, lewat Penawaran Umum oleh Pemegang Saham (PUPS). ADRO dan AADI berpisah agar keduanya bisa lebih lincah dalam mengembangkan fokus bisnis masing-masing.
Baca Juga: Pasca PUPS, Begini Nasib Saham ADRO hingga Boy Thohir di Adaro Andalan (AADI) Direktur Utama PT Adaro Andalan Indonesia Tbk Julius Aslan meyakinkan pemisahan ADRO dan AADI akan menguntungkan keduanya. Dengan memisahkan AADI yang fokus pada bisnis batubara termal, ADRO akan memiliki lebih banyak alternatif pendanaan dan potensi kerja sama strategis untuk mengembangkan bisnisnya. "Tujuan pemisahan kan supaya dua-duanya (ADRO dan AADI) bisa berkembang. Dengan pendanaan yang tidak terbatas, tentu growth (ADRO) akan lebih besar. Kalau AADI growth-nya sesuai dengan produktivitas dan efisiensi," Julius selepas seremoni pencatatan saham AADI, Kamis (5/12). Julius optimistis performa AADI bisa tetap terjaga di tengah prospek kebutuhan batubara yang masih tumbuh dalam beberapa tahun ke depan. Apalagi, AADI punya rekam jejak untuk mengoptimalkan produksi dengan biaya yang efisien.
Baca Juga: Sempat Melambung Tinggi, Harga Saham AADI Mulai Koreksi, Waktunya Jual atau Beli? Bicara soal rekam jejak, secara historis AADI sudah eksis sejak dua dekade lalu. Perusahaan yang sebelumnya bernama PT Alam Tri Abadi ini didirikan pada tahun 2004, yang berkembang menjadi perusahaan holding dengan perusahaan anak yang bergerak di berbagai lini bisnis. Di samping pertambangan batubara termal sebagai pilar utama, anak perusahaan Adaro Andalan juga bergerak di bisnis logistik, pengelolaan aset lahan, pengelolaan air, serta bidang lainnya, seperti investasi dan ketenagalistrikan. AADI memiliki tujuh aset pertambangan batubara termal. Lima aset yang berada di Kalimantan Selatan dan Sumatera Selatan sudah beroperasi. Sedangkan dua aset lain yang berlokasi di Kalimantan Timur dan Kalimantan Tengah masih dalam tahap pengembangan. Dari konsesi yang sudah beroperasi, AADI memiliki estimasi cadangan batubara sebanyak 917,4 juta ton, dengan sumber daya sebesar 4,1 miliar ton per 30 Juni 2024. Dalam periode setengah tahun tersebut, AADI memproduksi batubara termal sebanyak 32,74 juta ton. Sebagai gambaran, ADRO yang sebelumnya merupakan induk AADI membidik target penjualan batubara sebanyak 65 juta - 67 juta ton pada tahun ini. Dari jumlah tersebut, 61 juta - 62 juta ton merupakan batubara termal.
Efisiensi Menjadi Kunci
Julius optimistis kinerja AADI masih bisa terdongkrak oleh prospek batubara yang tetap atraktif. Dia melihat kebutuhan terhadap komoditas batubara masih tinggi, khususnya di kawasan Asia dan Asia Tenggara sebagai pasar utama dari Grup Adaro. AADI memasarkan batubaranya ke sektor pembangkit listrik dan industri termasuk pengolahan logam dan semen. Pasar utamanya adalah Indonesia, China, India, dan Asia Tenggara. Julius menyebut beberapa negara dengan pasar ekspor potensial menjadi fokus AADI. Meliputi China, India, Jepang, Filipina, Malaysia dan Thailand.
Baca Juga: Prospek Saham ADRO Usai Divestasi Bisnis Batubara Diprediksi Lebih Cerah "Semuanya masih oke. Harga batubara sekarang sebetulnya masih cukup tinggi. Ke depan menurut saya masih atraktif, terutama karena pasar di Asia cukup baik," terang Julius Meski begitu, Julius memberikan sejumlah catatan. Pertama, bisnis batubara bersifat siklikal, yang akan dipengaruhi oleh siklus serta dinamika ekonomi global. Kedua, faktor geo-politik. Julius lantas menyoroti terpilihnya Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS), serta potensi perang dagang antara AS dan China. Julius berharap situasi ini tidak mengganggu ekonomi global, terutama pasar China yang merupakan penggerak komoditas dunia. Julius yakin, pada akhirnya AS dan China akan menemukan titik keseimbangan (equilibrium) untuk mengakomodasi kepentingan masing-masing. Dengan berbagai dinamika makro-ekonomi dan geo-politik tersebut, Julius memastikan AADI akan menjaga biaya (cost) supaya tetap rendah. Sebab, dalam bisnis batubara thermal, dia menegaskan manajemen cost menjadi kunci untuk bisa bertahan (survive). "Jadi kalau cost-nya rendah, pada harga berapa pun kami masih bisa survive. Kami ingin menjadi the most efficient mining company," tandas Julius. Sekadar mengingatkan, AADI terjun ke pasar modal melalui IPO dengan melepas sebanyak 778.689.200 (778,68 juta) saham yang mewakili 10% dari modal ditempatkan dan disetor. Dengan harga penawaran Rp 5.550 per saham, AADI mengantongi dana segar Rp 4,32 triliun. Dari dana tersebut, sebanyak 37,23% akan digunakan untuk keperluan pemberian pinjaman oleh AADI kepada anak perusahaannya, PT Maritim Barito Perkasa (MBP). Lalu, MBP akan memakai dana itu untuk kegiatan investasi dan kegiatan korporasi lainnya, yang dapat mendukung peningkatan aktivitas operasional. Kemudian, sebanyak 14,89% akan digunakan oleh AADI untuk pembayaran kembali atas sebagian pinjaman kepada PT Adaro Indonesia. Sisanya akan digunakan AADI untuk pembayaran kembali kepada ADRO atas sebagian pokok pinjaman.
"Jadi sebagian akan dipakai untuk usaha di salah satu unit, MBP. Untuk investasi, capex, pembelian alat berat, floating crane dan sebagainya. Sebagian untuk pelunasan utang," tandas Julius.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi