Menilik prospek Bank Tabungan Negara (BBTN) di tengah likuiditas yang ketat



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bank Tabungan Negara Tbk nampaknya masih akan diterpa sentimen kemampuan menyalurkan kredit yang semakin tipis. Emiten yang mempunyai kode saham BBTN , per kuartal-I telah mencatatkan persetase loan to deposit (LDR) di level 112%, naik bila dibanding dengan LDR periode sama tahun lalu sebesar 104%. Padahal Bank Indonesia (BI) telah nenetapkan batas bawah ketentuan LDR di level 78%-92%. 

Analis MNC Sekuritas Nurulita Harwaningrum mengatakan, likuiditas anggota indeks Kompas100 ini masih terbilang ketat, karena penyaluran kredit tinggi dan persaingan untuk dapat likuiditas yang lebih baik juga tinggi.

Dia mengamati kredit perumahan rakyat (KPR) menjadi salah satu penyumbang LDR yang meningkat. Sebab KPR merupakan kredit jangka panjang. Bahkan ia memprediksi sampai akhir tahun KPR BBTN bisa tumbuh sampai 14%-15%.


Kepala Riset Trimegas Sekuritas Sebastian Tobing menuturkan meskipun LDR BBTN tinggi, tapi masih dalam rentang yang aman. “LDR masih tinggi, tapi masih wajar karena sejalan dengan capital adequacy ratio (CAR),” kata Sebastian kepada Kontan, Rabu (29/5).

Sementara, Nurulita mengatakan, rasio kredit bermasalah atau non peforming loan (NPL) BBTN masih dalam tahap wajar walaupun ada kenaikan sedikit 14bps secara year on year (yoy) di kuarta-I 2019. "NPL BBTN diprediksi berada di level 2,7% sampai dengan akhir than ini," kata Nurulita kepada Kontan, Rabu (29/5).

Di sisi lain, nampaknya masalah dana pihak ketika (DPK) turut memengaruhi LDR. Berdasarkan berita Kontan (21/5) perseroan menjelaskan bahwa permintaan kredit di bulan Maret 2019 sangat tinggi yakni mencapai 19% secara yoy. Sedangkan, DPK Bank BTN tak berjalan dalam kecepatan yang sama alias hanya naik 11% yoy. 

Meski begitu, hal tersebut dinilai sebagai kondisi yang wajar dalam pengelolaan likuiditas perbankan. Pun, pada tahun 2019 BTN memang sengaja melepas beberapa dana mahal (deposito) untuk mengoptimalkan dana murah guna menekan beban bunga, alhasil pertumbuhan DPK tak sederas kredit.

Di sisi lain, Sebastian menilai Net Interest Margin (NIM) BBTN turun dari 4,3% di kuartal IV 2018 menjadi 3,6% di kuartal I 2019 karena biaya dana meningkat dari 5,5% menjadi 6,1% pada periode yang sama.

Ini disebabkan oleh krisis likuiditas pada akhir 2018 yang menyebabkan BTN menaikkan bunga untuk waktu setoran atau time deposit (TD). TD berkontribusi 58% dari dana pihak ketiga BTN sehingga bank rentan terhadap volatilitas likuiditas. Kami optimis bahwa NIM akan membaik dari level saat ini,” tutur Sebastian.

Sementara itu, Analis Deutsche Verdhana Sekuritas Indonesia Hadi Soegiarto menilai kondisi suku bunga yang jauh lebih kondusif bagi bank akan menstimulus kinerja BBTN. “Aset dan liabilitas BBTN membuatnya menjadi salah satu penerima utama bank dengan tingkat suku bunga flat atau menurun,” Kata Hadi dalal risetnya, 23 April 2019.

Sampai saat ini, BI masih mempertahankan suku bunga acuan di level 6%. Tapi BI mengisyaratkan masih ada potensi memamngkas suku bunga bila sentimen eksternal dan internal mendukung. Itu artinya NIM BBTN dapat dengan cepat berbalik jika suku bunga acuan dipangkas.

Nurulita menilai katalis BBTN tahun ini masih di rumah subsidi. Namun tantangannya penerapan PSAK 71 masih bisa menekan laba bersih BBTN. Dia memprediksi sampai dengan akhir tahun laba oprasional BBTN hanya bisa mencapai Rp 3,1 triliun. Prediksi ini turun dari laba bersih oprasional tahun lalu sebesar Rp 3,59 triliun.

Untuk itu, Nurulita merekomendasikan hold saham BBTN dengan target harga Rp 2.600 sampai dengan akhir tahun. Sementara Sebastian merekomendasikan buy dengan target harga Rp 3.100 sampai dengan akhir tahun. Adapun Hadi merekomendasikan buy dengan target harga Rp 3.060 sampai akhir tahun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Noverius Laoli