JAKARTA. Kebutuhan baja domestik dalam tahun ini akan sangat besar di tengah upaya pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur. Namun selama ini, hampir separuh kebutuhan baja dalam negeri bersumber dari impor terutama dari China dengan harga lebih murah. Lantas, pemerintah mengeluarkan ultimatum yang mengharuskan BUMN konstruksi menggunakan baja produksi PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Sejumlah analis menilai wacana tersebut bisa membawa dua dampak terhadap emiten baja. Di satu sisi, memberi sentimen positif terhadap KRAS sebagai salah satu emiten baja karena BUMN konstruksi yang selama ini menggunakan baja impor akan beralih ke baja lokal. Dengan demikian, penjualan KRAS akan mengalami peningkatan sehingga prospek saham emiten BUMN ini bisa terus meroket. "Kalau BUMN konstruksi diharuskan pakai baja KRAS maka kami perkirakan penjualan KRAS bisa naik 15%-20% dari estimasi awal," kata Reza. Namun, jika himbauan itu benar-benar menjadi sebuah aturan maka di sisi lain akan membawa dampak negatif terhadap emiten lain seperti BAJA, GDSP, JPRS, dan ISPP. Reza bilang, emiten yang selama ini menyuplai baja ke perusahaan konstruksi pelat merah akan kehilangan pasar jika aturan tersebut diberlakukan. "Jadi ini himbauannya harus lebih jelas agar tidak membawa kerugian terhadap emiten yang lain, bisa-bisa dengan aturan tersebut KRAS malah dinilai melakukan upaya monopoli." terangnya. Reza melihat, jika himbauan tersebut sudah titik alias final tanpa koma maka prospek saham emiten baja swasta nantinya akan terseok. Sebaliknya, saham KRAS justru akan semakin kinclong. Hans Kwee, direktur Investa Saran Mandiri mengatakan himbauan pemerintah tersebut akan membawa dampak positif baik terhadap KRAS karena penggunaan baja impor akan beralih ke produksi KRAS. Penjualan KRAS nantinya akan semakin meningkat sehingga akan berdampak positif terhadap kinerja perseroan dan prospek harga sahamnya. Apalagi, kata Hans, Baja KRAS memiliki kualitas yang cukup bagus karena diproduksi dari biji besi murni tanpa campuran baja-baja bekas. Hanya saja, kendala KRAS selama ini adalah harga jualnya yang lebih mahal dari baja impor. Sementara bagi emiten swasta lainnya, Hans belum melihat dampak himbauan tersebut. Bahkan secara umum dia melihat prospek saham emiten baja lainnya masih mendapat sentimen positif dari upaya pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur. Lebih lanjut, Hans mengatakan untuk melihat dampak himbauan tersebut terhadap emiten baja lainnya harus memperhatikan jenis baja yang diproduksi dan pangsa pasarnya. Jika pangsa pasarnya adalah BUMN dan baja yang diproduksi sama dengan KRAS maka akan memperoleh dampak negatif. Sebaliknya, kata Hans, jika pangsa pasarnya bukan BUMN dan jenis baja yang dihasilkan juga berbeda kemungkinan himbauan tersebut tak berpengaruh buruh terhadap prospek emiten baja swasta. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menilik prospek emiten baja
JAKARTA. Kebutuhan baja domestik dalam tahun ini akan sangat besar di tengah upaya pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur. Namun selama ini, hampir separuh kebutuhan baja dalam negeri bersumber dari impor terutama dari China dengan harga lebih murah. Lantas, pemerintah mengeluarkan ultimatum yang mengharuskan BUMN konstruksi menggunakan baja produksi PT Krakatau Steel Tbk (KRAS). Sejumlah analis menilai wacana tersebut bisa membawa dua dampak terhadap emiten baja. Di satu sisi, memberi sentimen positif terhadap KRAS sebagai salah satu emiten baja karena BUMN konstruksi yang selama ini menggunakan baja impor akan beralih ke baja lokal. Dengan demikian, penjualan KRAS akan mengalami peningkatan sehingga prospek saham emiten BUMN ini bisa terus meroket. "Kalau BUMN konstruksi diharuskan pakai baja KRAS maka kami perkirakan penjualan KRAS bisa naik 15%-20% dari estimasi awal," kata Reza. Namun, jika himbauan itu benar-benar menjadi sebuah aturan maka di sisi lain akan membawa dampak negatif terhadap emiten lain seperti BAJA, GDSP, JPRS, dan ISPP. Reza bilang, emiten yang selama ini menyuplai baja ke perusahaan konstruksi pelat merah akan kehilangan pasar jika aturan tersebut diberlakukan. "Jadi ini himbauannya harus lebih jelas agar tidak membawa kerugian terhadap emiten yang lain, bisa-bisa dengan aturan tersebut KRAS malah dinilai melakukan upaya monopoli." terangnya. Reza melihat, jika himbauan tersebut sudah titik alias final tanpa koma maka prospek saham emiten baja swasta nantinya akan terseok. Sebaliknya, saham KRAS justru akan semakin kinclong. Hans Kwee, direktur Investa Saran Mandiri mengatakan himbauan pemerintah tersebut akan membawa dampak positif baik terhadap KRAS karena penggunaan baja impor akan beralih ke produksi KRAS. Penjualan KRAS nantinya akan semakin meningkat sehingga akan berdampak positif terhadap kinerja perseroan dan prospek harga sahamnya. Apalagi, kata Hans, Baja KRAS memiliki kualitas yang cukup bagus karena diproduksi dari biji besi murni tanpa campuran baja-baja bekas. Hanya saja, kendala KRAS selama ini adalah harga jualnya yang lebih mahal dari baja impor. Sementara bagi emiten swasta lainnya, Hans belum melihat dampak himbauan tersebut. Bahkan secara umum dia melihat prospek saham emiten baja lainnya masih mendapat sentimen positif dari upaya pemerintah menggenjot pembangunan infrastruktur. Lebih lanjut, Hans mengatakan untuk melihat dampak himbauan tersebut terhadap emiten baja lainnya harus memperhatikan jenis baja yang diproduksi dan pangsa pasarnya. Jika pangsa pasarnya adalah BUMN dan baja yang diproduksi sama dengan KRAS maka akan memperoleh dampak negatif. Sebaliknya, kata Hans, jika pangsa pasarnya bukan BUMN dan jenis baja yang dihasilkan juga berbeda kemungkinan himbauan tersebut tak berpengaruh buruh terhadap prospek emiten baja swasta. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News