KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kinerja sejumlah saham keping biru alias blue chip tercatat masih tertekan dalam jangka waktu yang lama. Kinerja para emiten
blue chip ini tercatat juga ketinggalan jauh sejak awal tahun 2024. Padahal, Indeks Harga Saham Gabungan (
IHSG) tengah melaju kencang. Sebut saja PT Unilever Indonesia Tbk (
UNVR). Melansir RTI, saham UNVR sudah turun 38,53% secara
year to date (YTD) dan anjlok 75,11% dalam lima tahun terakhir.
PT Gudang Garam Tbk (
GGRM) mencatatkan penurunan kinerja saham sebesar 23,74% YTD dan 81,12% dalam lima tahun terakhir. Saham PT Astra International Tbk (
ASII) turun 7,52% YTD dan 25,62% dalam lima tahun terakhir. PT Telkom Indonesia Tbk (
TLKM) sahamnya tercatat sudah turun 20,25% YTD dan terkoreksi 16,45% dalam lima tahun terakhir. Saham PT Hanjaya Mandala Sampoerna Tbk (
HMSP) sudah turun 25,14% YTD dan anjlok 80,80% dalam lima tahun terakhir.
Baca Juga: IHSG Ambrol 2,05% ke 7.743 pada Jumat (20/9), Saham BREN Terjun 19,95% Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy melihat, kinerja GGRM dan HMSP terkoreksi akibat aturan cukai rokok yang menyebabkan harga rokok makin tinggi. Selain itu, ada faktor lain yaitu semakin sadarnya masyarakat akan bahaya merokok yang meningkatkan kampanye anti rokok. “Sementara, UNVR lemah kinerjanya karena penurunan daya beli masyarakat dan juga maraknya persaingan,” ujarnya kepada Kontan.co.id, Jumat (20/9). Sementara, kinerja ASII dan TLKM melemah karena kerugian investasi mereka di PT GoTo Gojek Tokopedia Tbk (
GOTO) dan ancaman para pesaing, yaitu
electric vehicle (EV) dan starlink. “Sektor otomotif juga agak tertekan, karena semakin lemahnya daya beli kelas menengah,” paparnya.
Baca Juga: Kena Masalah Free Float, Saham BREN Didepak dari Indeks FTSE Di era suku bunga yang mulai rendah, kinerja ASII kemungkinan akan berangsur pulih. Hal ini terkait dengan penurunan bunga kredit kendaraan bermotor yang bisa meningkatkan permintaan pembelian. “ASII dapat sentimen positif untuk divisi otomotif dan perusahaan-perusahaan pembiayaannya,” tuturnya. Bagi yang sudah memegang saham-saham
blue chip yang masih
laggard, investor bisa tetap
hold saham yang rutin membagikan dividen dalam jumlah yang cukup besar. “Boleh juga ditambah kepemilikannya jika investor yakin harga saham para emiten akan
rebound, terutama yang
earning per share (EPS) masih stabil atau naik. Untuk yang tidak kasih dividen dan EPS menurun, silakan lakukan
rebalancing,” ungkapnya.
Baca Juga: Mayoritas Saham Perbankan Rontok pada Perdagangan Akhir Pekan Head of Research Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas melihat, faktor pertimbangan investor masuk ke saham-saham secara umum biasanya adalah karena ada potensi pertumbuhan kinerja dan valuasi yang murah. Jika tidak, saham tersebut pasti akan ditinggalkan oleh investor. “Misalnya, saham UNVR yang terus bergerak turun karena kinerja dalam beberapa tahun terus mengalami penurunan di tengah valuasi yang relatif mahal,” ujarnya kepada Kontan, Kamis (19/9). Selain itu, prospek industrinya juga yang mungkin memberatkan kinerjanya. Contohnya, industri rokok yang dalam beberapa tahun terakhir terhambat oleh kebijakan pemerintah terkait cukai yang sedikit kurang bersahabat. ”Ekspektasi pasar lebih cenderung negatif membuat pasar cenderung keluar dulu sambil melihat perkembangan kinerjanya. Seperti, ASII yang sebelumnya terkena imbas pesaing, khususnya BYD,” paparnya.
Baca Juga: Pengamat Pasar Modal: OJK dan BEI Perlu Pertanyakan Soal BREN ke FTSE Russel Ke depannya, Sukarno melihat kinerja ASII diproyeksikan masih bisa kembali menguat.
Hal itu terlihat dari pergerakan teknikal sahamnya yang sudah masuk fase
uptrend. Faktor valuasi saham ASII yang sudah terdiskon juga membuat peluang saham perseroan bisa naik kembali. “Sentimen penurunan suku bunga diharapkan bisa berdampak positif atas permintaan produk-produk Astra,” ungkapnya. Sukarno merekomendasikan beli untuk ASII dengan target harga Rp 5.400 per saham. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati