KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Saham-saham lapis kedua dan ketiga masih menjadi penghuni
top gainers Bursa Efek Indonesia (BEI) sejak awal tahun hingga Senin (27/12). Posisi pertama, ada saham PT Allo Bank Indonesia Tbk (
BBHI). Saham perbankan milik konglomerat Chairul Tanjung ini melesat 3.105,34% sejak awal tahun atau secara
year-to-date (ytd). Di posisi kedua ada saham PT Telefast Indonesia Tbk (
TFAS) yang melonjak 2.677,78% sejak awal tahun. Ketiga, saham PT Pratama Abadi Nusa Industri Tbk (
PANI) menempati posisi selanjutnya dengan pertumbuhan 1.361,21%. Di posisi keempat dan kelima diisi oleh PT Digital Mediatama Maxima Tbk (
DMMX) dengan kenaikan 1.005,93% dan PT MNC Studios International Tbk (
MSIN) yang melejit 1.000,56%.
Kemudian, jajaran saham jawara selama tahun ini juga diisi oleh PT Bank Bumi Arta Tbk (
BNBA), PT Bank Neo Commerce Tbk (
BBYB), PT Temas Tbk (
TMAS), PT Indosterling Technomedia Tbk (
TECH), dan PT Panca Global Kapital Tbk (
PEGE).
Baca Juga: Melongok Prospek Saham-Saham yang Meroket Tahun Ini Pengamat Pasar Modal dari Asosiasi Analis Efek Indonesia Reza Priyambada mengatakan, saham-saham lapis kedua dan ketiga memang selalu masuk jajaran saham
top gainers setiap tahun. Bila dicermati, Reza bilang saham-saham tersebut melonjak terdorong oleh pemberitaan terkait aksi korporasi yang dilakukan emiten, terlebih aksi dengan pengembangan digital. Menurut Reza, pengembangan bisnis ke arah digital sekarang ini memang lebih disukai oleh pelaku pasar, sebagai contoh bank-bank kecil yang merambah menjadi bank digital. Selain itu, saham-saham tersebut diburu karena memang memiliki nominal harga yang cenderung murah. Untuk tahun depan, Reza memproyeksi saham-saham dengan kenaikan tertinggi tersebut masih memiliki potensi kembali menguat, namun cenderung terbatas. Kepala Riset Praus Capital Alfred Nainggolan juga menyampaikan hal senada. Dia menuturkan bahwa tahun ini merupakan tahun bagi saham-saham sektor teknologi, yang terjadi tidak hanya di pasar saham Indonesia. “Pandemi Covid-19 yang terjadi sejak 2020 telah menyebabkan percepatan untuk digitalisasi, pembesaran ekonomi digital terjadi lebih cepat sehingga menghasilkan pertumbuhan yang tinggi,” papar Alfred kepada Kontan.co.id, Senin (27/12).
Baca Juga: Prospek Utang Korporasi Stabil di 2022, Refinancing Mencapai Titik Tertinggi di 2024 Sebagai contoh, emiten perbankan yang mengedepankan bisnis digital perbankan mendapat respons yang reaktif dari pasar. Bahkan, Alfred mengkategorikan
overreaction. “Valuasi sangat premium bahkan bisa dikatakan irasional jika dibandingkan dengan bank BUKU 3 atau 4 yang bahkan memiliki
resources yang lebih baik untuk masuk ke bisnis perbankan digital,” tutur dia. Dari jajaran saham yang meroket tertinggi, Alfred menilai secara sektor tentu teknologi masih memiliki prospek yang baik. Namun, Alfred melihat bahwa harga saham-saham emiten teknologi yang naik signifikan di tahun ini telah
priced in untuk realisasi kinerja mereka ke depan.
Oleh karena itu, dia memperkirakan pertumbuhan saham-saham jawara tersebut tidak akan besar lagi. Namun, jika ternyata realisasi emiten-emiten tersebut di tahun depan
underperform maka ruang koreksinya akan sangat besar. “Peluang untuk kembali mencatatkan performa seperti tahun ini, menurut kami sudah sangat berat. Pada level harganya saat ini saja, memiliki asumsi pertumbuhan yang sangat tinggi dalam 1-2 tahun ke depan. Jadi kami melihat tahun depan menjadi periode pembuktian oleh emiten-emiten tersebut,” pungkas Alfred.
Baca Juga: Saham-saham ESG punya prospek menjanjikan, intip rekomendasinya Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Wahyu T.Rahmawati