KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Sejumlah emiten tercatat masih antre untuk melantai di Bursa Efek Indonesia (BEI). Padahal, tahun 2024 tinggal tersisa sekitar 16 hari lagi. Terbaru, PT Raharja Energi Cepu Tbk (RATU) masuk dalam antrean calon emiten yang melakukan proses
initial public offering (IPO). Anak usaha PT Rukun Raharja Tbk (RAJA) itu dijadwalkan melakukan masa penawaran awal pada 17-23 Desember 2024. Masa penawaran umum dijadwalkan pada 2-6 Januari 2025 dan tanggal pencatatan saham dijadwalkan pada 8 Januari 2025.
Baca Juga: Tahun 2025, Aksi IPO Diprediksi Lebih Ramai dari Tahun Ini Dalam IPO, RATU akan menerbitkan 543.010.800 saham biasa atas nama atau sebanyak 20% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah Penawaran Umum Perdana Saham. Saham baru ini terdiri dari:
- Sejumlah 190.053.800 saham biasa atas nama yang merupakan Saham Baru dan dikeluarkan dari portepel perseroan (Saham Baru). Ini setara dengan 7% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan setelah Penawaran Umum Perdana Saham; dan
- Sejumlah 352.957.000 saham biasa atas nama milik RAJA (Saham Divestasi). Ini setara dengan 13% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh Perseroan setelah Penawaran Umum Perdana Saham.
Seluruh saham yang dilepas RATU itu ditawarkan kepada masyarakat dengan rentang Harga Penawaran Awal sebesar Rp 900 - Rp 1.150 per saham. Jumlah seluruh nilai Penawaran Umum Perdana Saham ini sebanyak-banyaknya Rp 624,46 miliar. Ini terdiri dari sebanyak-banyaknya Rp 218,56 miliar dari Penawaran Umum Saham Baru dan sebanyak-banyaknya Rp 405,90 miliar dari Penawaran Umum Saham Divestasi. Saham divestasi yang dilepas RAJA itu dikabarkan bakal dibeli oleh Prajogo Pangestu. KONTAN sudah berusaha menghubungi perseroan secara langsung, tetapi masih belum mendapatkan konfirmasi. “Hasil penjualan Saham Divestasi sejumlah 352.957.000 saham biasa atas nama RAJA dalam Penawaran Umum ini, setelah dikurangi biaya emisi dan biaya lain yang dihitung secara proporsional, akan dibayarkan kepada Pemegang Saham Penjual (RAJA). Perseroan tidak akan menerima hasil dari penjualan Saham Divestasi tersebut,” ujar manajemen RATU dalam prospektus IPO yang diterima KONTAN, Minggu (15/12). Melansir laman e-IPO, ada lima emiten lainnya yang juga ada dalam antrean proses
initial public offering (IPO). Pertama, PT Daya Intiguna Yasa Tbk (MDIY) yang menawarkan 2,53 miliar saham dalam aksi korporasi ini. MDIY mematok harga penawaran umum perdana saham alias
Initial Public Offering (IPO) di harga Rp 1.650 per saham.
Baca Juga: OJK Tegaskan Penghimpunan Dana Pasar Modal Tetap Positif Meski Bursa Menurun “Harga tersebut merupakan batas bawah dari harga penawaran awal alias book building MR DIY di kisaran Rp 1.650-Rp 1.870,” ujar manajemen MDIY dalam prospektus IPO. Adapun total dana yang berpotensi dihimpun dalam hajatan ini sebesar Rp 4,15 triliun. Di mana, Azara Alpina Sdn (pemegang saham penjual) akan memperoleh Rp 3,74 triliun, dan sisanya Rp 425,64 miliar untuk MR DIY. Rencananya, dana dari gelaran IPO ini akan digunakan untuk beberapa hal. Pertama, sekitar 60% dana IPO akan digunakan untuk membayar sebagian pokok utang kepada PT Bank CIMB Niaga Tbk. Kedua, sekitar 30% akan digunakan oleh MDIY untuk membuka toko baru yang akan direalisasikan pada 2025 sampai 2026. Ketiga, sekitar 10% akan digunakan oleh anak usaha MDIY untuk modal operasional. Kedua, PT Delta Giri Wacana Tbk (DGWG) berencana melantai di BEI pada tanggal 10 Januari 2025. Delta Giri akan melepas sebanyak-banyaknya 1,67 miliar saham baru atau 25% dari modal yang ditempatkan dan disetor perseroan setelah IPO. Saham Delta Giri akan ditawarkan pada rentang harga Rp 420 - Rp 620 per saham dengan potensi target perolehan dana IPO hingga Rp 1,03 triliun. Presiden Direktur DGWG David Yaory mengatakan, DGW Group berkembang dengan memiliki empat pilar utama bisnis mencakup pesticides, fertilizers, farming tools & equipment dan internal distribution. Perusahaan berfokus untuk mendorong stabilitas pangan di Indonesia adalah dengan menghadirkan ekosistem bisnis yang terintegrasi di rantai pasokan atau hulu. “Rencana untuk melantai di Bursa Efek Indonesia ini merupakan langkah strategis DGW untuk menjadi tuan rumah di negara sendiri selaku produsen produk agro input,” ujarnya dalam Paparan Publik IPO DGWG, Selasa (3/12).
Baca Juga: Penjaringan Dana Pasar Modal Bisa Lebih Ramai di Tahun Depan Ketiga, PT Bangun Kosambi Sukses Tbk (CDBK). Perusahaan properti dan real estate ini adalah anak usaha PT Pantai Indah Kapuk Dua Tbk (PANI). CBDK menawarkan 5.668.945 saham dalam aksi korporasi. Periode book building berlangsung mulai 13 Desember 2024 hingga 20 Desember 2024. Sementara, rentang harga book building ada di kisaran Rp 3.000–Rp 4.060 per saham. Perkiraan penawaran umum pada 3-9 Januari 2025. Sedangkan tanggal pencatatan saham di Bursa Efek Indonesia ditargetkan pada 13 Januari 2025. Keempat, PT Asuransi Digital Bersama Tbk (YOII) yang berencana melepas sebanyak-banyaknya 412.087.500 saham atau mewakili maksimal 12,03% dari jumlah seluruh modal ditempatkan. Harga IPO ditetapkan di Rp 100 - Rp 110 per saham. Dengan begitu, perusahaan akan menerima dana segar sebanyak-banyaknya sebesar Rp 45,32 miliar. Kelima, PT Kentanix Supra International Tbk (KSIX) yang akan menawarkan maksimal 3,20 juta saham. Jumlah itu setara dengan 15% dari modal ditempatkan dan disetor penuh pasca IPO. Pada masa penawaran awal alias book building KSIX memasang harga IPO di kisaran Rp 312–Rp 458 setiap sahamnya. Dus, Kentanix bakal memperoleh dana segar sebanyak-banyaknya Rp 150,07 miliar. Senior Market Analyst Mirae Asset Sekuritas, Nafan Aji Gusta mengatakan, calon emiten yang ingin melantai di Bursa sebelumnya pasti sudah mempertimbangkan beberapa hal. Terutama, kondisi makro ekonomi yang kondusif agar calon emiten bisa menggalang dana melalui IPO secara maksimal. “Hasil dana dalam IPO itu akan sangat berguna untuk calon emiten dalam menjalankan ekspansi bisnis,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (15/12).
Baca Juga: 96 Perusahaan Antre IPO dengan Nilai Tembus Rp 20,41 Triliun Selain untuk mendapat tambahan dana dalam melakukan ekspansi bisnis, langkah IPO juga bisa mendorong calon emiten dalam menjalankan good corporate governance (GCG). Hal tersebut tak hanya bisa meningkatkan kinerja fundamental perseroan, tetapi juga meningkatkan kepercayaan investor terhadap perusahaan tersebut. “Calon emiten yang secara historis memiliki kinerja fundamental yang bagus dan berkomitmen kuat dalam menjalankan ekspansi bisnis, biasanya akan oversubscribe saat IPO,” ungkapnya. Founder Stocknow.id Hendra Wardana mengamati, akhir tahun 2024 menjadi momen strategis bagi sejumlah perusahaan untuk melaksanakan IPO. Ini mengingat bulan Desember sering dianggap waktu yang ideal bagi emiten untuk menarik perhatian investor. Alasannya, ada momentum
window dressing, di mana institusi membeli saham untuk mempercantik laporan keuangan. “Selain itu, bulan Desember juga menjadi waktu ketika investor menyusun ulang portofolio untuk tahun depan, sehingga lebih terbuka terhadap alokasi dana baru,” ujarnya kepada Kontan, Minggu (15/12). Meskipun prospek IPO terlihat menjanjikan di akhir tahun 2024, tetapi tantangan tetap ada. Terutama, berasal dari tekanan jual asing yang masih memengaruhi pergerakan Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG). “Namun, meningkatnya partisipasi investor ritel melalui e-IPO dapat menjadi penyeimbang yang signifikan, khususnya untuk emiten dengan valuasi yang wajar dan sektor bisnis yang menarik,” tuturnya. Dari sisi sektoral, bisnis para calon emiten ini sangat beragam, mulai dari ritel (MDIY), properti (CBDK), teknologi (YOII), konstruksi (KSIX), hingga energi (RATU). Hal ini menunjukkan bahwa meski volatilitas pasar masih tinggi, pencarian dana lewat IPO tetap menarik di berbagai sektor industri.
Baca Juga: Gelaran IPO Diproyeksi Lebih Semarak Pada 2025 Emiten dari sektor properti, seperti CBDK, memiliki prospek menarik seiring pulihnya sektor ini didukung oleh stabilitas suku bunga. Sementara itu, MDIY dari sektor ritel bisa menarik minat investor berkat popularitas mereknya, meski valuasinya dianggap mahal karena sebagian besar dana IPO digunakan untuk pelunasan utang. Untuk RATU, kabar bahwa Prajogo Pangestu akan menjadi
anchor buyer bisa meningkatkan kepercayaan pasar, terutama jika prospek bisnisnya selaras dengan tren energi yang berkembang. “Sektor teknologi seperti YOII juga memiliki peluang besar, terutama jika mereka mampu menangkap pertumbuhan digital yang terus berkembang di Indonesia,” paparnya. Melihat sentimen di tahun 2025, IPO di tahun depan diperkirakan akan tetap ramai, bahkan lebih besar dibandingkan 2024. Stabilitas ekonomi, pemulihan global, serta meningkatnya minat investor ritel domestik menjadi katalis utama dalam meningkatkan tren IPO. “Sektor teknologi, energi terbarukan, dan infrastruktur digital kemungkinan akan mendominasi, seiring dengan kebutuhan pasar yang semakin fokus pada digitalisasi dan transisi energi,” tuturnya. Namun, keberhasilan IPO tetap bergantung pada valuasi yang wajar, proyeksi pertumbuhan yang jelas, serta strategi penggunaan dana yang mendukung pertumbuhan jangka panjang. “Meski pencarian dana lewat IPO tetap diminati, volatilitas pasar dan sentimen global, seperti perubahan kebijakan suku bunga atau fluktuasi harga komoditas, menjadi tantangan yang perlu diantisipasi,” paparnya.
Baca Juga: Prospek Pertumbuhan Energi Hijau Bisa Memacu IPO Perusahaan EBT Dari calon emiten yang akan IPO di Desember ini, beberapa di antaranya terlihat lebih prospektif. Misalnya, CBDK menonjol dengan potensi sektor properti yang mulai pulih, terutama jika proyek-proyeknya berada di lokasi strategis. DGWG, dengan emisi lebih kecil dan valuasi wajar juga, memiliki daya tarik tersendiri. Asalkan, sektor bisnis DGWG bisa mendukung pertumbuhan perseroan secara stabil. RATU bisa menarik perhatian berkat dukungan Prajogo Pangestu sebagai
anchor buyer, meski prospek jangka panjangnya akan sangat dipengaruhi oleh harga komoditas. MDIY, meski memiliki tantangan valuasi, tetap menarik karena
brand awareness yang kuat di pasar ritel.
“Meskipun antrean IPO di akhir 2024 ini menarik, namun investor disarankan tetap selektif dengan memperhatikan valuasi, prospek sektor, dan penggunaan dana untuk memaksimalkan peluang sekaligus memitigasi risiko,” ujar Hendra.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .