Menilik reksadana pendapatan tetap CIMB



JAKARTA. Pada tahun 2016, reksadana pendapatan tetap yang beraset dasar Surat Utang Negara (SUN) maupun obligasi korporasi berharap pada pemangkasan suku bunga acuan Bank Indonesia (BI) alias BI rate.

Maklum, jika BI rate yang saat ini mencapai 7,25% dipangkas, akan menjadi katalis positif bagi pasar surat utang domestik. Sehingga harga SUN dan obligasi korporasi dapat menanjak.

Begitu pula dengan produk reksadana pendapatan tetap CIMB – Principal Income Fund A kelolaan PT CIMB – Principal Asset Manajemen. Chief Investment Officer CIMB – Principal Asset Manajemen Cholis Baidowi mengungkapkan, produk tersebut bakal diuntungkan apabila BI kembali merelaksasi kebijakan moneternya.


Pada pertengahan Januari 2016, BI memang telah memotong suku bunga sebesar 25 bps menjadi 7,25%. Berbagai sentimen domestik dan global menguatkan langkah tersebut. Salah satunya, tingkat inflasi Indonesia yang terjaga di level rendah.

“Harapannya, jika BI rate turun lagi, positif bagi return reksadana CIMB – Principal Income Fund A,” tukasnya.

Memang masih ada ruang penurunan BI rate. Badan Pusat Statistik (BPS) menyebutkan, inflasi dalam negeri per Januari 2016 hanya sebesar 0,51%.

Dengan adanya potensi pemangkasan BI rate, Cholis optimistis CIMB – Principal Income Fund A dapat mencetak imbal hasil lebih tinggi ketimbang rata-rata return reksadana pendapatan tetap sepanjang tahun 2016.

Secara year to date hingga 1 Februari 2016, reksadana CIMB – Principal Income Fund A membukukan kinerja 2,92%. Angka tersebut lebih tinggi ketimbang rata-rata return reksadana pendapatan tetap, tercermin pada Infovesta Fixed Income Fund Index yang mencapai 2,48% periode sama.

Cholis menuturkan, sebagian besar dana produk ini ditempatkan pada obligasi negara. Maklum, SUN diterbitkan oleh pemerintah sehingga bebas risiko. Perusahaan juga menggemari SUN tenor panjang sebagai aset dasar bagi produk ini. Sebab, harga SUN tenor panjang akan mendaki lebih tinggi jika BI rate menyusut.

Adapun obligasi korporasi yang dipilih berasal dari sektor properti dan keuangan. “Kedua sektor ini diuntungkan dari peluang penurunan BI rate dan program pembangunan infrastruktur pemerintah. Kami belum ada rencana perubahan strategi,” paparnya.

Menilik fund fact sheet per 29 Januari 2016, sebanyak 80,7% dana kelolaan CIMB – Principal Income Fund A diparkir pada efek surat utang alias obligasi, 9,67% berupa instrumen pasar uang, dan lainnya 9,63%. Produk yang meluncur sejak 27 Oktober 2004 ini telah meraup dana kelolaan Rp 12,41 miliar.

Per 12 Februari 2016, CIMB – Principal Income Fund A mencatat nilai aktiva bersih per unit penyertaan (NAB/UP) senilai Rp 2.057,92.

Investor yang ingin mengoleksi reksadana ini bisa melakukan pembelian awal minimal Rp 100.000. Pembelian selanjutnya juga minimum Rp 100.000.

Perusahaan mengutip biaya pembelian maksimal 3%. Penjualan kembali dalam waktu kurang dari setahun dikenakan biaya maksimal 1%. Sementara penjualan kembali di atas setahun tidak dipungut biaya.

Adapula biaya pengalihan maksimal 1%. Lalu biaya kustodian maksimal 0,1%. Produk tersebut menggunakan bank kustodian Citibank.

Mark Prawirodidjojo, Research Analyst Infovesta Utama berpendapat, katalis positif dari dalam negeri sejak akhir tahun lalu hingga Januari 2016 memang menyokong kinerja reksadana pendapatan tetap CIMB – Principal Income Fund A.

Mulai dari pertumbuhan ekonomi Indonesia, peluncuran paket kebijakan pemerintah, laju inflasi yang terkendali, stabilitas nilai tukar rupiah di hadapan dollar Amerika Serikat (AS), hingga penurunan suku bunga BI.

“Turut memberikan sentimen industri dan memberikan apresiasi bagi harga obligasi,” paparnya.

Mark menduga, sepanjang tahun 2016, Infovesta Fixed Income Fund Index akan tumbuh 7% - 8%. Ia memproyeksikan, besar peluang bagi CIMB – Principal Income Fund A lebih tinggi dari Infovesta Fixed Income Fund Index tahun ini.

“Reksadana pendapatan tetap merupakan produk dengan tingkat risiko rendah hingga moderat dengan jangka waktu investasi satu sampai tiga tahun,” pungkasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto