KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kecerdasan buatan atau Artificial Intelligence (AI) semakin banyak digunakan di berbagai sektor untuk meningkatkan efisiensi kerja. Namun, menurut data IBM, hanya 15 persen perusahaan di Indonesia yang menganggap AI sebagai elemen kunci dalam mencapai tujuan strategis. Mayoritas perusahaan masih melihat AI sebagai faktor pendukung bisnis, bukan sebagai bagian utama dalam transformasi digital mereka. Presiden Direktur IBM Indonesia, Roy Kosasih, mengungkapkan bahwa masih ada sejumlah tantangan yang menghambat adopsi AI di kalangan perusahaan Indonesia. Salah satu kendala utama adalah ketersediaan sumber daya manusia (SDM) yang memiliki keahlian dalam mengembangkan dan mengoperasikan teknologi AI.
“Saat saya berbicara dengan CEO beberapa perusahaan, termasuk perusahaan besar dari swasta maupun BUMN, mereka sering kali bertanya apakah mereka memiliki orang-orang yang mampu menjalankan teknologi AI ini,” ujar Roy dalam acara IBM Ramadan Gathering di Jakarta, Rabu (12/3). Baca Juga: IBM dan Kota Kita Berkolaborasi untuk Proyek AI Guna Mewujudkan Kota yang Tangguh Ia menambahkan bahwa implementasi AI tidak hanya sebatas mengadopsi teknologi yang sudah ada, tetapi juga membutuhkan pengembangan lebih lanjut agar bisa disesuaikan dengan kebutuhan spesifik perusahaan. Selain tantangan SDM, biaya penerapan, pemeliharaan, dan pengembangan AI juga menjadi faktor yang menghambat adopsi. Teknologi AI generatif membutuhkan investasi dalam infrastruktur, perangkat lunak, serta konektivitas dengan teknologi cloud untuk memastikan operasional yang lebih efektif. “Kendala lainnya adalah soal harga dan bagaimana mengembangkan AI dalam skala yang lebih luas, termasuk ke tahap hybrid multi-cloud,” jelas Roy. Di tengah tantangan tersebut, IBM Indonesia melihat adanya pergeseran tren dalam penggunaan AI, terutama dengan meningkatnya minat terhadap Small Language Model (SLM). Model ini dinilai lebih efisien dibandingkan Large Language Model (LLM), sehingga lebih menarik bagi perusahaan yang ingin mengadopsi AI dengan biaya lebih rendah. Roy menjelaskan bahwa SLM memiliki ukuran yang lebih kecil dan lebih hemat daya, menjadikannya lebih cocok untuk aplikasi dengan latensi rendah atau yang dijalankan di lingkungan dengan sumber daya terbatas seperti perangkat Internet of Things (IoT) dan sistem lokal. “Dengan mengoperasikan sistem berbasis Small Language Model atau fit-for-purpose model, biaya operasional menjadi jauh lebih murah. Perusahaan bisa mendapatkan keuntungan lebih besar dengan efisiensi yang lebih baik,” ujar Roy. Baca Juga: IBM dan L'Oreal Akan Membangun Model AI Pertama untuk Kosmetik Berkelanjutan Ia menambahkan bahwa tidak seperti LLM yang memerlukan infrastruktur tinggi dan perangkat keras canggih seperti Graphics Processing Unit (GPU), model SLM dapat beroperasi tanpa peralatan mahal. “Fit-for-purpose model tidak membutuhkan GPU yang terlalu canggih atau peralatan yang besar,” katanya. Selain lebih hemat biaya, SLM juga lebih ramah lingkungan karena tidak membutuhkan daya komputasi yang besar. “Dengan model ini, kebutuhan energi lebih rendah, sehingga perusahaan dapat menghemat biaya operasional sekaligus mengurangi jejak karbon,” tambahnya. Dalam hal penerapan AI, sektor perbankan menjadi industri yang paling aktif dalam memanfaatkan teknologi ini. Salah satu implementasi utama AI di sektor keuangan adalah dalam analisis skor kredit (credit scoring). “Ketika bank ingin menawarkan produk keuangan, mereka menggunakan AI untuk menganalisis riwayat kredit calon peminjam secara real-time, sehingga keputusan kredit menjadi lebih akurat,” terang Roy. Selain itu, AI juga digunakan dalam pencarian dokumen dan analisis kontrak hukum untuk meningkatkan efisiensi kerja. Setelah sektor perbankan, industri ritel menjadi sektor yang juga aktif dalam adopsi AI, terutama dalam e-commerce. Teknologi ini digunakan untuk menganalisis pola belanja konsumen dan mengoptimalkan rekomendasi produk. “AI dapat mengenali pola belanja seseorang, misalnya apakah mereka lebih sering membeli kosmetik di akhir bulan setelah gajian atau di pertengahan bulan untuk keperluan lain. Bahkan percakapan di aplikasi pesan seperti WhatsApp bisa dianalisis untuk menawarkan produk yang relevan,” pungkasnya.