KONTAN.CO.ID - JAKARTA. PT Bursa Efek Indonesia (BEI) akan mengubah ketentuan minimum
free float calon emiten saat menggelar penawaran umum saham perdana atau
Initial Public Offering (IPO) dari ekuitas menjadi kapitalisasi pasar. Adapun pengaturan yang berlaku saat ini, calon perusahaan tercatat harus memenuhi
free float dengan mengklasifikasikan ukuran perusahaan berdasarkan nilai ekuitas sebelum penawaran umum. Ada tiga pengelompokan berdasarkan jumlah ekuitas, yakni calon emiten dengan ekuitas di bawah Rp 500 miliar, minimal
free float pada saat penawaran umum saham perdana di bawah 20%.
Baca Juga: BEI Akan Ubah Aturan Free Float IPO Emiten dari Nilai Ekuitas Jadi Kapitalisasi Pasar Perusahaan dengan ekuitas di kisaran Rp 500 miliar–Rp 2 triliun, minimal
free float di atas 15%. Terakhir, calon perusahaan tercatat dengan ekuitas di atas Rp 2 triliun harus memenuhi ketentuan minimum
free float di atas 10%. Direktur Penilaian Perusahaan Bursa Efek Indonesia I Gede Nyoman Yetna mengatakan nilai ekuitas itu merupakan kondisi ukuran calon emiten sebelum penawaran umum. Artinya, akan berbeda setelah IPO atau saat pencatatan perdana. Menurutnya, perlu dilakukan penyesuaian agar menghasilkan suatu klasifikasi ukuran yang lebih relevan saat dilakukan pencatatan perdana serta sebagai dasar dalam menentukan tiering persyaratan minimum
free float. “Berdasarkan pertimbangan tersebut, serta memperhatikan praktik yang juga dilakukan beberapa Bursa lain, kami berencana melakukan penyesuaian klasifikasi size menjadi berdasarkan tiering kapitalisasi,” kata Nyoman, Selasa (14/10/2025).
Baca Juga: Mau Kerek Ketentuan Minimum Free Float, BEI Sudah Lakukan Perhitungan Pengamat Pasar Modal Lanjar Nafi menyebut nilai ekuitas pra-IPO memang belum mencerminkan nilai perusahaan setelah mendapat suntikan dana segar dari publik dan valuasi dari pasar. Menurutnya, market cap saat pencatatan perdana adalah cerminan yang jauh lebih akurat atas ukuran dan persepsi pasar terhadap sebuah perusahaan. Ini akan membuat klasifikasi perusahaan menjadi lebih relevan. “Dengan potensi persentase
free float yang lebih tinggi untuk perusahaan berkapitalisasi besar, ini akan mendorong GCG perusahaan yang lebih baik,” kata Lanjar kepada Kontan, Rabu (15/10). Tak hanya itu, Lanjar menilai peningkatan jumlah saham yang beredar di publik juga dapat mengurangi potensi volatilitas ekstrem dan praktik manipulasi harga oleh pihak tidak bertanggung jawab.
Baca Juga: OJK Kaji Kenaikan Aturan Free Float, Ini Dampaknya bagi Emiten dan Investor “Kepemilikan yang lebih tersebar cenderung menciptakan pergerakan harga yang lebih stabil dan lebih organik sehingga bisa menarik
fund manager untuk berinvestasi,” jelasnya. Dia bilang dengan memastikan
free float yang lebih besar sejak awal, saham-saham IPO ini akan lebih cepat masuk ke dalam radar dan layak investasi bagi institusi keuangan seperti manajer investasi baik domestik maupun asing. Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia Budi Frensidy menambahkan bahwa wacana ketentuan
free float berdasarkan kapitalisasi pasar cukup adil karena kapitalisasi pasar kecil harusnya lebih besar
free float-nya.
“Namun diberlakukan sama untuk semua kategori dan ukuran kapitalisasi pasar, maka pasar justru belum mampu menyerap saham-saham perusahaan yang ukurannya besar,” ucapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News