Menimbang daya tarik reksadana terproteksi setelah pajak obligasi turun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Keunggulan reksadana terproteksi yang tadinya memiliki pajak yang lebih rendah dibandingkan pajak obligasi, kini tidak ada lagi. Pajak reksadana terproteksi yang memiliki aset obligasi kini dan pajak obligasi kini sama di 10%. 

Per akhir Agustus, melalui Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 91 Tahun 2021 tentang Pajak Penghasilan atas Penghasilan Berupa Bunga Obligasi yang Diterima atau Diperoleh Wajib Pajak Dalam Negeri dan Bentuk Usaha Tetap, pemerintah menurunkan PPh obligasi jadi di 10% dari tarif sebelumnya di 15%. Sementara itu, pajak reksadana terproteksi yang memiliki aset obligasi juga sebesar 10% sejak awal tahun ini dari sebelumnya di 5%. 

Head of Investment Research Infovesta Utama Wawan Hendrayana mengatakan, pajak obligasi yang turun menjadi 10%, menurunkan keunggulan reksadana terproteksi yang sebelumnya memiliki pajak lebih rendah daripada pajak obligasi. 


Kini, daya tarik reksadana terproteksi jadi tergantung kepada siapa investornya. Bagi investor institusi yang selama ini mencari pajak yang lebih rendah,  kini daya saing reksadana terproteksi tidak lagi unggul terhadap obligasi yang investor institusi langsung beli secara mandiri. 

Baca Juga: Kinerja pasar obligasi masih mengungguli pasar saham hingga awal September

Namun, Wawan mengatakan reksadana terproteksi tetap menarik bagi investor ritel karena nilai awal investasi kepemilikan obligasi lebih rendah jika melalui reksadana terproteksi. "Beli obligasi secara mandiri, investor ritel membutuhkan  miliaran rupiah, sedangkan melalui reksadana terproteksi nilai investasi bisa dari Rp 10 juta," kata Wawan. 

Jika benar ke depan minat investor institusi berkurang terhadap reksadana terproteksi, maka Wawan memproyeksikan dana kelolaan atawa asset under management (AUM) reksadana terproteksi akan semakin menurun. Berdasarkan data Otoritas Jasa Keuangan (OJK) per Juli, dana kelolaan reksadana terproteksi mencapai Rp 98,95 triliun. AUM tersebut turun 31% dari Rp 145,26 triliun di Desember 2020.

Baca Juga: STAR AM meluncurkan reksadana terproteksi dengan indikasi imbal hasil 8,1%

Head of Institutional & Intermediary Business STAR Asset Management, Kemal Fajri Mohsin juga mengatakan perubahan peraturan PPh obligasi dapat memberi pengaruh terhadap minat investor dalam berinvestasi di reksadana terproteksi. 

Namun, Kemal mengatakan STAR AM akan terus berinovasi untuk menyediakan produk-produk reksadana yang dapat memberikan manfaat optimal berdasarkan kebutuhan investasi masing-masing investor.  

Jumat (3/9), STAR AM meluncurkan produk reksadana terproteksi bertajuk STAR Protected XI. AUM dari reksadana ini adalah  Rp 125,2 miliar. Reksadana ini diperuntukkan bagi investor ritel dan institusi dengan nilai pembelian awal Rp 10 juta. Namun, Kemal mengatakan investor yang berinvestasi pada  STAR Protected XI adalah institusi. 

Baca Juga: Reksadana saham mencatatkan kinerja paling apik sepekan terakhir

Kemal menjelaskan underlying asset atau aset dasar reksadana STAR Protected XI adalah Obligasi Berkelanjutan II Hutama Karya Tahap I Tahun 2021 Seri C yang memiliki rating idA dari Pefindo. Hutama Karya adalah Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang bergerak di bidang jasa konstruksi, pengembang dan penyedia jasa jalan tol. 

"Dengan underlying tersebut Star Asset Management optimis dapat memberikan potensi imbal hasil 8,10% net per tahun kepada investornya melalui Reksa Dana Terproteksi STAR Protected XI ini," kata Kemal. 

Menurut Kemal, reksadana terproteksi merupakan salah satu instrumen investasi yang dapat dipertimbangkan karena memiliki risiko relatif rendah dibandingkan instrumen investasi lainnya seperti saham. Apalagi, di tengah gejolak kondisi ekonomi selama masa pandemi Covid-19  masih penuh dengan ketidakpastian. Oleh karena itu, menurut Kemal proteksi nilai pokok investasi awal ditambah potensi imbal hasil di atas 8% merupakan nilai tambah yang atraktif bagi investor.

Baca Juga: Pajak obligasi diturunkan jadi 10%, analis: Pasar obligasi berpotensi lebih likuid

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Wahyu T.Rahmawati