KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sedang mengkaji untuk kembali menormalkan aturan
auto rejection simetris seperti pra-pandemi. Namun OJK memastikan normalisasi ini berjalan secara bertahap. Kepala Eksekutif Pasar Modal OJK, Inarno Djajadi mengatakan, kalau dilihat saat ini,
auto rejection bawah (ARB) masih asimetris dan selisih cukup jauh dengan kenaikan 35% dan penurunan hanya 7%. "Kami melihat dan tetap juga melakukan review. Kita ke arah normal secara bertahap. Kami sedang mengkaji hal tersebut," kata Inarno dalam konferensi pers, Senin (2/1).
Baca Juga: BEI Menegaskan Jam Perdagangan Saat Pandemi dan Batas Auto Rejection Masih Berlaku Pada 28 Desember 2022, Bursa Efek Indonesia mengeluarkan Surat Keputusan (SK) tentang perubahan pedoman perdagangan, yang diantaranya mengatur jam perdagangan dan auto rejection. Dalam surat tersebut, BEI menetapkan auto rejection atas (ARA) hingga 35% untuk saham di harga Rp 50-Rp 200. Kemudian 25% untuk harga saham di atas Rp 200-Rp 5.000 dan ARA hingga 20% untuk saham di atas Rp 5.000. Sedangkan untuk saham di rentang Rp 50-Rp 200 akan dikenakan auto rejection bawah (ARB) 35%. Lalu saham di atas Rp 200-Rp 5.000 kena ARB 25% dan di atas Rp 5.000 sebesar 20%. Direktur Eksekutif Asosiasi Emiten Indonesia (AEI) Samsul Hidayat bilang memang jika ARB dikembalikan simetris, akan ada kekhawatiran bahwa nilai transaksi akan kembali normal. "Memang itu tidak adil karena kalau dihitung kalkulasinya ketika naik 35% hanya turun 7%, maka kalkulasi investor tidak nyaman. Jadi memang sudah masanya untuk kembali," tutur dia. Head of Investment Reswara Gian Investa Kiswoyo Adi Joe menilai, kalau ketentuan ARB kembali simetris tentunya akan menjadi angin segar bagi pasar. Menurutnya ini akan membuat pasar semakin ramai lagi. Teguh Hidayat, pengamat pasar modal sekaligus Direktur Avere Investama menilai, dengan kembalinya ketentuan ARB simetris ini akan menjadi kabar baik bagi investor yang berpegang sama fundamental.
Baca Juga: BEI Rilis Surat Perubahan Jam Perdagangan, Tapi Belum Diberlakukan untuk Saat Ini "Kalau bisa naik 35% dan bisa turun juga 35%, orang akan lebih berhati-hati. Tidak akan lagi ke saham yang kinerja jelek dan tidak berani berspekulasi," ucap Teguh. Kalau ketentuan itu kembali, Teguh menilai ini bisa membuat investor yang baru berkecimpung di pasar modal saat pandemi akan terkejut karena belum pernah merasakan suatu saham bisa turun hingga 35%. "Volume transaksi perdagangan akan sepi dan orang akan belajar-belajar waktu, tapi tidak akan terlalu lama. Satu atau dua bulan setelahnya akan ramai lagi," imbuh dia. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Herlina Kartika Dewi