Menimbang menu karbohidrat selain nasi



JAKARTA. Mengubah pola pikir masyarakat Indonesia soal sumber karbohidrat selain nasi bukan perkara mudah. Apalagi ada anggapan bahwa kalau belum makan nasi maka perut belum kenyang.

Direktur SEAFAST Center (Pusat Pengembangan Ilmu Pengetahuan Teknologi Pangan & Pertanian Asia Tenggara) Prof. Dr. Nuri Andarwulan mengatakan, pemikiran tersebut bagian dari sisi psikologis. Sebab pemikiran tersebut berasal dari pola asuh dan sudah terekam di otak sejak kecil.

“Perlu edukasi secara khusus dan terus menerus kalau sumber karbohidrat bukan nasi saja,” kata Nuri kepada Kompas Lifestyle dalam acara diskusi "Fenomena Naive Subject Picu Konsumsi Gula, Garam dan Lemak Berlebih" di Graha Unilever, Tangerang Selatan, Selasa (25/7/2017).


Ada ragam sumber karbohidrat pengganti nasi yang bisa kita dapatkan dari sumber pangan lokal seperti ubi, talas, singkong, hingga sagu.

Sebagai perbandingan, jumlah karbohidrat dalam 100 gram sagu mencapai 87,55 gram. Kemudian untuk 100 gram talas, kandungan karbohidratnya mencapai 26,46 gram. Sedangkan dalam 100 gram nasi terkandung 27,9 gram karbohidrat.

Menurut Nuri, masalah terbesar adalah akses mendapatkan ragam sumber karbohdirat di masyarakat, terutama kalangan urban.

“Tak mudah memperoleh pengganti beras di kota besar. Itu tugas Kementan (Kementerian Pertanian) agar akses makanan lokal mudah terjangkau masyarakat,” kata dia.

Untuk mengatur pola konsumsi nasi, Nuri menyarankan agar dikonsumsi saat siang hari saja. Sebab nasi mudah dicerna dan bisa digunakan sebagai sumber energi tubuh.

Dia tak menyarankan konsumsi nasi saat makan pagi hari atau di malam hari agar tidak disimpan menjadi lemak. “Karena orang tak beraktivitas. Jadi bisa makan jagung,” kata dia.

Nah, untuk menyiasati agar konsumsi nasi tak berlebihan, konsumsi makanan sumber serat seperti sayur dan buah bisa diperbanyak karena membuat rasa kenyang lebih lama.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dessy Rosalina