KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kemenangan Donald Trump dalam Pilpres Amerika Serikat (AS) 2024 bakal memberi dampak signifikan terhadap industri manufaktur Indonesia. Hal ini seiring kebijakan proteksionisme di bidang ekonomi yang kemungkinan besar akan kembali diterapkan Trump saat resmi jadi Presiden AS. AS sendiri merupakan negara tujuan utama ekspor nonmigas Indonesia setelah China. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), nilai ekspor nonmigas Indonesia ke AS mencapai US$ 19,17 miliar pada Januari-September 2024 atau tumbuh 10,17%
year on year (yoy) dibandingkan periode yang sama tahun lalu yakni US$ 17,40 miliar. Beberapa produk hasil manufaktur yang kerap jadi andalan Indonesia untuk diekspor ke Negeri Paman Sam yaitu mesin dan peralatan listrik, pakaian jadi, alas kaki, mebel, dan lain sebagainya.
Sebagai contoh, ekspor mesin atau peralatan listrik (HS 85) ke AS tercatat sebanyak US$ 3,06 miliar hingga September 2024. Selain itu, Indonesia mengekspor pakaian jadi bukan rajutan (HS 62) ke AS senilai US$ 1,58 miliar.
Baca Juga: Ekonom Perkirakan Kemenangan Trump akan Batasi Masuknya Aliran Modal Asing Gabungan Perusahaan Ekspor Indonesia (GPEI) menilai, kebijakan proteksionisme ala Trump berpotensi menyulut perang dagang dengan China yang berisiko menimbulkan efek domino bagi negara-negara lainnya. Apalagi, AS juga sedang berusaha memulihkan kembali kondisi ekonominya. Peluang Indonesia untuk mengisi pasar AS tetap terbuka, mengingat beberapa produk Indonesia terbukti kompetitif dan punya pasar tersendiri di AS. Tantangannya ada pada biaya logistik yang tinggi akibat faktor dari dalam negeri maupun global. GPEI berharap pemerintah bisa memperkuat diplomasi perdagangan agar akses pasar ke AS tetap terbuka tanpa harus merugikan industri maupun ekonomi nasional. "Kami juga meminta pemerintah mengkaji soal rencana pemindahan pelabuhan impor ke Indonesia Timur, karena biar bagaimanapun mayoritas produsen manufaktur berorientasi ekspor masih mengandalkan bahan baku impor," ujar Sekretaris Jenderal GPEI Toto Dirgantoro, Kamis (7/11).
Baca Juga: Menko Perekonomian: Pemerintah Berharap Pada Indusawit Nasional Ketua Presidium Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) Abdul Sobur mengaku, kebijakan proteksionisme Trump berupa kenaikan tarif impor dan pengetatan regulasi berpotensi membuat produk mebel dan kerajinan Indonesia sulit masuk sekaligus bersaing di AS. Kendati ada tantangan dari segi harga jual, produk mebel Indonesia tetap bisa laku di AS selama eksportirnya mampu menjaga kualitas dan inovasi produk. Selain itu, produk mebel Indonesia berpeluang mendapat kemudahan masuk ke AS lewat fasilitas
Generalized System of Preference (GSP). "GSP ini bisa Indonesia manfaatkan untuk mengambil ceruk pasar yang nanti ditinggalkan China, meski di sana juga ada Vietnam dan Meksiko yang jadi pesaing," ungkap dia. Merujuk data HIMKI, AS merupakan negara tujuan ekspor utama produk mebel dan kerajinan Indonesia dengan porsi masing-masing 52,01% dan 46,41% pada semester pertama lalu. Di sisi lain, Asosiasi Produsen Serat dan Benang Filamen Indonesia (APSyFI) mengkhawatirkan Trump akan menerapkan kebijakan
trade remedies seperti antidumping dan
safeguard terhadap China, namun bisa berefek ke Indonesia. Maklum, berkaca pada
perang dagang di era Trump sebelumnya, Indonesia sering dijadikan tempat transit bagi produk-produk China menuju AS. "Bila Dinas Perdagangan menerbitkan Surat Keterangan Asal (SKA) sembarangan, seperti yang terjadi pada kasus benang filamen, ada risiko bahwa produk kita juga terkena kebijakan antidumping dan
safeguard," terang Ketua Umum APSyFI Redma Gita Wirawasta, Kamis (7/11). Di samping itu, APSyFI juga mewaspadai banjir impor TPT yang berpotensi makin parah mengingat China kehilangan pangsa pasar ekspor di AS akibat kebijakan proteksionisme Trump. Senada, Sekretaris Jenderal Gabungan Pengusaha Elektronik (Gabel) Daniel Suhardiman menyebut, ada kemungkinan China terpaksa mencari tujuan ekspor lain untuk menutup potensi penurunan penjualan elektronik ke AS. "Salah satu satu yang menjadi sasaran empuk ekspor mereka (China) adalah Indonesia," imbuh dia, Kamis (7/11).
Sebelumnya, para produsen elektronik nasional mengeluhkan maraknya peredaran produk elektronik China, baik di pasar ritel maupun e-commerce yang dijual dengan harga terlampau murah. Impor tersebut makin menjadi-jadi ketika Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) 8/2024 berlaku. Terlepas dari itu, Gabel menilai, kebijakan proteksionisme Trump berpotensi membuat pabrikan elektronik global merelokasikan fasilitas produksinya dari China ke Indonesia.
Baca Juga: Antisipasi Ancaman Tarif Trump, Ekspor China Melonjak Melampaui Perkiraan Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Tri Sulistiowati