Menimbang potensi sport-tourism Indonesia



Perhelatan Borobudur Marathon ke-7, yang akan diselenggarakan tanggal 17 Desember-18 Desember 2018, nampaknya akan tetap menjadi ajang dan momentum menarik untuk pengembangan industri pariwisata di tanah air. Bisa dibayangkan, ajang olah raga maraton yang dikemas di kawasan destinasi wisata Candi Borobudur ternyata mampu menyedot perhatian kalangan internasional. Gelegar dan gaungnya, menggema di seantero jagad. Event tahunan ini jelas akan mampu mendongkrak apa yang dikenal dengan istilah sport-tourism (wisata olah raga).

Belakangan istilah ini berkembang pesat seiring dengan maraknya event olahraga yang dikaitkan dengan pengembangan destinasi wisata. Dengan diadakannya event olah raga di sebuah kawasan wisata, secara tidak langsung akan menggeliatkan dan mendongkrak ekonomi wisata daerah yang bersangkutan serta kawasan yang berdekatan. Inilah efek domino dari sport-tourism ini. Adapun jenis olahraga yang sangat potensial dikembangkan sebagai sport tourism terbagi menjadi dua.

Pertama, dikenal sebagai hard sport tourism yaitu pariwisata olahraga yang terkait dengan acara besar yang bersifat reguler. Seperti Olimpiade, Asian Games, Sea Games dan World Cup.


Kedua, adalah soft sport tourism, yakni pariwisata olahraga yang unsur gaya hidupnya besar seperti lari, hiking, golf, bersepeda. Sedangkan jenis olahraga yang potensial untuk mengembangkan sport tourism seperti olahraga bahari (diving, surfing dan rafting). Tak lupa, olahraga petualangan seperti jungle tracking, bersepeda gunung, lari maraton dan paralayang.

Potensial turis

Sport tourism sangat cocok dikembangkan secara luas di negeri ini karena beberapa alasan. Pertama, alam Indonesia sangat kondusif untuk pengembangan berbagai jenis wisata olah raga ini. Di kawasan pantai hingga lautan misalnya, bisa diadakan festival sailing (berlayar), diving, berenang menyeberang teluk, memancing, dayung dll.

Pada beberapa kawasan perbukitan hingga gunung, kita bisa mengadakan event panjat tebing, motocross, sepeda down-hill, hiking, tracking (kebut gunung), dan kegiatan adventure (petualangan alam) lainnya. Di banyak kawasan heritage, bisa diadakan event lari (running), jalan kaki (walking) serta gowes (bicycling) mengelilingi kawasan tersebut.

Event Borobudur Marathon, Tour de Singkarang, Jogja International Heritage Walk (JIHW) selain event internasional lainnya, adalah contoh beberapa diantara sport-tourism yang sudah rutin dilaksanakan di berbagai kawasan di Indonesia.

Selanjutnya, event skala domestik seperti sepeda nusantara, volly pantai, dan olah raga lainnya, tentunya sangat banyak dan bisa dikembangkan di berbagai kawasan di Indonesia. Tentunya event semacam ini akan membawa media-coverage melalui media sosial yang cukup luas, sehingga promosi wisata bisa dilakukan secara masif dan terintegrasi, tanpa dibatasi ruang dan waktu.

Kedua, potensi bangunan heritage (cagar budaya) peninggalan nenek moyang yang bernilai sejarah tinggi, juga sangat mendukung pengembangan sport-tourism. Puluhan bangunan candi di seputar Yogyakarta-Klaten-Magelang misalnya, sangat potensial dikembangkan untuk sport-tourism.

Borobudur Run/Marathon adalah salah satunya, selain Prambanan Cycling Tour, Jogja International Heritage Walk (JIHW), Prambanan Run serta event olah raga lari atau jalan yang mengelilingi situs-situs kuno, dan dikombinasikan dengan melewati desa wisata yang belakangan tengah dikembangkan oleh masyarakat lokal, merupakan potensi terpendam yang terus bisa dikembangkan ke depan.

Bahkan, contoh riil di lapangan sudah diberikan oleh seorang Towil, seorang pecinta sepada tua (onthel) yang tinggal di pinggiran kota Yogyakarta. Dia dan timnya sudah mengembangkan sport-tourism ini cukup lama dengan cara mengajak turis-turis asing (hampir 100 persen turis asing) asing untuk berkeliling di kawasan pedesaan di kawasan Sentolo, Kulon Progo. Rombongan turis ini menaiki sepeda tua ontel, berkeliling desa, persawahan, sembari menikmati keramahan penduduk desa. Dia bisa disebut pionir pengembangan sport-tourism di kawasan Yogyakarta.

Kreativitas dan daya inovasi adalah kata kuncinya. Sepeda bekas Onthel ternyata memiliki nilai jual yang tinggi di tangan seorang Towil. Hal yang sama sebenarnya bisa dilakukan oleh siapa saja di negeri ini yang memiliki kreativitas dan daya inovasi tinggi untuk mengembangkan sport-tourism di lingkungan sekitarnya. Dinas atau Kementerian Pariwisata semestinya terus berupaya mendukung berbagai ide yang bisa diimplementasikan di lapangan terkait dengan pengembangan potensi sport- tourism di berbagai kawasan tanah air.

Pendek kata, potensi yang dimiliki Indonesia demikian besarnya, yang diharapkan akan bisa mendukung pengembangan sport-tourism di tanah air. Dan dipadukan dengan kesiapan infrastuktur bandar udara yang mendukung, akan semakin mempercepat tujuan akhir. Tentunya, ini sejalan dengan program Kementerian Pariwisata yang terus berupaya mendatangkan 20 juta wisatawan asing untuk datang ke berbagai kawasan di Indonesia di akhir tahun 2019 mendatang.

Sport-tourism adalah gerbang promosi gratis bagi upaya mendongkrak perolehan devisa dari sektor pariwisata di tanah air. Selain potensi lebih yang telah dibahas di atas, kita masih menyimpan banyak kelemahan mendasar yang harus segera dibenahi. Seperti mengaitkan dengan partisipasi (peran serta) masyarakat yang masih sangat rendah dalam berbagai event sport-tourism yang telah diadakan.

Dalam setiap event lari misalnya, pesertanya masih dalam kisaran 2.000 hingga 3.000 orang. Padahal, di negara lain, peserta event sejenis bisa mencapai bilangan puluhan ribu. Gelaran Borobudur Marathon yang diikuti oleh 10 ribu peserta dari 80 negara (300 peserta pelari mancanegara), mudah-mudahan menjadi cikal bakal meretasnya peran serta masyarakat domestik terhadap event kebanggaannya.

Di luar itu, kita juga masih kekurangan tenaga pramuwisata (pemandu wisata/tour leader) yang memahami olah raga. Tenaga pemandu wisata semacam ini masih sangat langka. Mungkin untuk tour leader yang memahami masalah pariwisata sudah cukup banyak, namun yang sekaligus juga mengerti dan mendalami olah raga tertentu, tidak terlalu banyak. Maka pekerjaan rumah ke depan adalah menyiapkan tenaga pramuwisata yang memahami seluk beluk sport, sekaligus memahami masalah wisata keseluruhan dengan baik.•

Susidarto Pengelola Biro Perjalanan Wisata di Yogyakarta

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi