JAKARTA. Minat emiten mencari dana lewat pasar modal masih besar. Beberapa emiten sudah menyatakan rencananya untuk mengalap dana dari pasar modal lewat penerbitan saham baru alias rights issue di tahun ini. Pada tahun ini, analis memperkirakan, jumlah emiten yang akan menggelar rights issue akan lebih banyak dibandingkan tahun lalu. Sekedar informasi, sepanjang tahun lalu nilai emisi rights issue mencapai Rp 40,81 triliun. Perekonomian Indonesia yang lebih stabil jika dibandingkan tahun lalu menjadi pemicu emiten mencari sumber pendanaan dari rights issue. Selain itu, Wilson Sofan, Kepala Riset Reliance Securities bilang, tingkat suku bunga kredit yang tinggi juga menjadi pertimbangan emiten memilih menerbitkan saham baru.
"Sekarang emiten memang harus mencari dana murah," ujar dia. Sebab, dengan tingkat suku bunga yang tinggi, opsi pinjaman bank atau menerbitkan obligasi bisa menjadi beban bagi emiten ke depannya. Analis MNC Securities, Reza Nugraha memperkirakan, dana yang dikumpulkan dari rights issue tahun ini akan meningkat sekitar 5% hingga 7%. "Kebutuhan ekspansi perusahaan selalu meningkat setiap tahunnya," ujar dia. Jika tidak meningkat pun, seharusnya dana rights issue tahun ini sama dengan tahun lalu. Reza juga menilai, rights issue merupakan langkah paling tepat bagi emiten mencari pendanaan ketimbang meminjam dana ke bank. Faktor lain yang bisa memicu emiten ramai-ramai menggelar rights issue adalah aturan dari Bursa Efek Indonesia (BEI) yang mewajibkan emiten untuk memperbesar porsi saham publik alias free float. BEI meminta emiten memiliki free float minimal 7,5%. Aturan yang resmi berlaku pada 30 Januari 2014 tersebut harus segera dipenuhi oleh emiten dalam waktu dua tahun alias 24 bulan setelah beleid tersebut berlaku. Meski demikian, menurut Kepala Riset Trust Securities Reza Priyambada, para emiten yang akan rights issue harus memperhitungkan baik-baik penggunaan dana hasil merilis saham baru itu. Akan lebih berguna, bila untuk kebutuhan ekspansi. Analis Phintraco Securities, Setiawan Effendi menduga, aksi rights issue akan marak pasca pemilihan umum legislatif. Sebab saat ini, menurut dia, investor cenderung menunggu apakah pemilu berjalan lancar atau tidak. Cermati kinerja Sejatinya ada beberapa emiten yang telah menyatakan minat untuk rights issue di tahun ini. Bahkan, PT Garuda Indonesia Tbk (GIAA) sudah menerbitkan prospektus rencana rights issue. Emiten penerbangan ini berniat menawarkan 3,22 miliar saham seri B dengan harga rights issue di Rp 460–Rp 500 per saham. Dus, dari aksi tersebut GIAA bisa meraup dana Rp 1,48 triliun–Rp 1,61 triliun. GIAA akan menggunakan dana rights issue untuk menambah armada baru dan modal kerja. Emiten lain yang juga berniat menawarkan saham baru adalah PT MNC Land Tbk (KPIG), PT Capitalinc Investment Tbk (MTFN), PT Triwira Insanlestari Tbk (TRIL), PT Bumi Resources Tbk (BUMI) serta PT Pusako Tarinka Tbk (PSKT). MTFN, misalnya, mengincar dana Rp 2,78 triliun dengan merilis 27,38 miliar saham baru di harga Rp 100 per saham. Dana hasil rights issue untuk membeli 100% saham Owen Holdings. Owen adalah pemilik 49% saham EMP International Ltd (EIBL). Sedangkan EIBL sendiri adalah pemilik 100% saham EMP ONWL Ltd, entitas yang menguasai 36,72% saham ladang minyak dan gas Blok Offshore Northwest Java (ONWJ) PSC.
Selain penggunaan dana, Priyambada menyarankan investor untuk mencermati pula kinerja emiten yang menawarkan saham baru. "Investor harus melihat sejarah emiten, apakah prospek usaha ke depan masih baik atau tidak," kata dia. Selain itu, kata Wilson, investor juga mesti mencermati rasio keuangan dan fundamental si emiten. Investor harus menimbang proyek yang sedang digarap emiten, apakah ada kemungkinan untuk meningkatkan produksi. "Jangan pilih emiten yang rights issue untuk membayar utang," timpal Setiawan. Nah, berikut rekomendasi analis terhadap emiten yang akan rights issue. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Avanty Nurdiana