Menimbang Untung Rugi Penerapan Hilirisasi Sumber Daya Alam di Indonesia



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Penerapan hilirisasi sumber daya alam (SDA) yang tengah difokuskan pemerintah menuai pro dan kontra. Kebijakan ini dikhawatirkan bisa menekan penerimaan negara, namun juga digadaang-gadang bisa menghasilkan nilai tambah yang lebih besar dalam jangka Panjang.

Menteri Investasi dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) mengatakan, larangan ekspor komoditas tambang justru berdampak pada meningkatnya realisasi investasi di sektor industri logam dasar.

Pada 2022, realisasi investasi pada sektor tersebut mencapai Rp 171,2 triliun atau meningkat dari realsiasi pada 2021 yang sebesar 117,5 triliun. Adapun hingga kuartal I 2023, realisasinya telah mencapai 46,7 triliun.


Baca Juga: Hilirisasi Akan Lebih Menguntungkan Emiten Nikel

Bahlil mengatakan, fokus pemerintah saat ini adalah meningkatkan investasi pada sektor industri manufaktur. Biasanya, investasi di sektor transportasi, Gudang dan telekomunikasi paling mendominasi.

“Kita lihat investasi kita di 2019 masih banyak pada sektor jasa. Di 2019 hanya Rp 61,6 triliun untuk sektor industri. Bapak Presiden memerintahkan agar kita fokus pada industrialisasi untuk penciptaan lapangan kerja lewat pertambangan. Dan di 2020 kita balikan dari sektor jasa ke sektor manufaktur,” tutur Bahlil dalam konferensi pers, Jumat (30/6).

Berkat usaha tersebut, investasi sektor industrialisasi yang biasanya ada di urutan ke tiga kini berhasil menjajaki urutan pertama sejak 2020 lalu. Pada 2020 realisasi investasi di sektor industri logam dasar, barang logam, bukan mesin dan peralatannya sebesar Rp 144,8 triliun, meningkat pada 2021 menjadi Rp 117,5 triliun, kemudian meningkat pada 2022 menjadi Rp 171,2 triliun.

Kemudian, dengan adanya hilirisasi, berdampak juga pada neraca perdagangan Indonesia. Pada 2019 neraca perdagangan Indonesia sepanjang 2019 masih mengalami defisit sebesar US$ 3,2 miliar. Kemudian berubah menjadi surplus sejak 2020 hingga April 2023.

Pada 2020 neraca perdagangan Indoensia mengalami surplus US$ 21,6 miliar, kemudian pada 2021 surplus sebesar US$ 35,4 miliar, pada 2022 US$ 54,5 miliar, dan Januari hingga April 2023 surplus US$ 15 miliar.

Di sisi lain, Bahlil mengakui memang mengakui dari sisi pendapatan pajak ekspor komoditas akan berkurang dari kebijakan larangan tersebut. Namun, hasil dari membangun hirlilisasi komoditas justru akan menghasilkan pendapatan dari PPh badan, PPN, serta PPh pada 21 dari tenaga kerja yang bertambah.

Baca Juga: Ini Kata Analis Soal Desakan IMF Agar Keran Ekspor Bijih Nikel Indonesia Dibuka

Bahlil membantah kebijakan larangan ekspor nikel akan merugikan negara lain. Menurutnya kebijakan yang dipilih Indonesia sudah pada jalan yang benar.

Sebelumnya, Direktur Studi China-Indonesia Celios Zulfikar Rakhmat menghitung, kebijakan hilirisasi nikel membuat pemerintah kehilangan potensi penerimaan pajak Rp 32 triliun sejak larangan ekspor nikel dijalankan pada tahun 2020.

Dia menyebut, hilangnya potensi penerimaan pajak tersebut salah satunya berasal dari pajak korporat tambang nikel. Kemudian pemberian insentif berupa pembebasan pajak atau tax holiday (PPh Badan) juga menjadi penyebab hilangnya potensi penerimaan pajak.

“Pemerintah sering mengklaim bahwa efeknya signifikan hilirisasi ini sudah cukup sukses, sudah ada efectnya yang terasa, tapi belum kita lihat lagi, ini perlu dihitung lagi karena potensi pajak yang hilang,” katanya.

Seperti yang dikeatahui, perusahaan smelter nike telah menikmati berbagai manfaat insentif perpajakan, seperti tax holiday dan tax allowances sehingga perubahan pajak ekspor menjadi bentuk evaluasi insentif fiskal.

Selain itu, perusahaan smelter China juga sementera ini bebas dari pajak ekspor atau bea keluar lantaran hingga saat ini belum diberlakukannya penerapan pajak ekspor produk hilirisasi nikel setengah jadi berupa feronikel dan nickel pig iron (NPI).

Baca Juga: Menteri Bahlil: Sampai Langit Runtuh, Larangan Ekspor Bijih Nikel Tetap Berjalan

Menurutnya, penerapan pajak ekspor akan mendorong perusahaan smelter nikel untuk membangun hilirisasi yang utuh, sebagai contoh lebih baik mengekspor dalam bentuk baterai dibandingkan dalam bentuk feronikel dan NPI.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto