Menimbang untung rugi percepatan penerbitan obligasi korporasi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tren kenaikan suku bunga acuan BI yang dapat mengerek yield Surat Utang Negara (SUN) masih berpotensi terjadi. Hal itu membuat perusahaan berpotensi mempercepat penerbitan obligasi korporasi walau ada sejumlah risiko yang mesti ditanggung.

Analis Fixed Income MNC Sekuritas I Made Adi Saputra menyampaikan, kenaikan suku bunga acuan BI yang berpotensi kembali terjadi di semester II bisa saja membuat sebagian perusahaan mempercepat penerbitan obligasinya. Hal ini untuk mengantisipasi tuntutan pemberian kupon yang lebih tinggi apabila penerbitan dilakukan seusai kenaikan suku bunga acuan.

Biasanya, opsi mempercepat penerbitan surat utang kerap diambil oleh perusahaan-perusahaan yang memiliki kebutuhan refinancing. “Kalau perusahaan yang punya kas mumpuni, justru tidak akan tergesa-gesa menerbitkan obligasi,” kata Made Jumat (27/7).


Made bilang, perusahaan yang kerap melakukan refinancing berasal dari sektor jasa keuangan atau multifinansial. Sektor tersebut memang paling berkontribusi terhadap penerbitan obligasi korporasi. “Persentase kepemilikan sektor keuangan di obligasi korporasi hampir 50%,” sebutnya.

Jika perusahaan-perusahaan seperti itu memutuskan untuk mempercepat penerbitan obligasi korporasi, suplai terhadap instrumen tersebut semestinya tidak akan terganggu untuk semester kedua tahun ini.

Hanya saja, ada tantangan dari sisi permintaan. Menurut Made, kondisi pasar obligasi yang belum stabil membuat sebagian investor masih hati-hati untuk membeli obligasi korporasi. Bahkan, ada kemungkinan obligasi tersebut tidak dilirik oleh investor.

Pasalnya, tren kenaikan yield SUN membuat instrumen tersebut kembali menarik, terutama bagi investor berorientasi jangka panjang yang menginginkan instrumen dengan risiko gagal bayar rendah dan lebih likuid. Akibatnya, perusahaan penerbit obligasi korporasi terancam kehilangan pangsa pasarnya.

Senada, Fund Manager Capital Asset Management Desmon Silitonga melihat, opsi mempercepat penerbitan obligasi korporasi oleh suatu perusahaan belum tentu efektif. Sebab, hal itu berpotensi menimbulkan penumpukan jumlah obligasi yang ditawarkan di pasar.

Padahal, instrumen yang beredar di pasar saat ini sudah tergolong banyak, bahkan bertambah seiring reaktivasi Sertifikat Bank Indonesia (SBI). Alhasil, terdapat potensi persaingan perebutan pangsa pasar. “Risikonya, jumlah dana yang bisa diserap pasar tidak maksimal, padahal perusahaan sudah mengeluarkan ongkos yang banyak untuk obligasi tersebut,” tandasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Herlina Kartika Dewi