JAKARTA. Upaya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan memperluas cakupan kepesertaan dengan mengadopsi model keagenan Shauroshi di Jepang dinilai sulit untuk mendorong program jaminan sosial (Jamsos) mencapai kepesertaan semesta di tahun 2019. Skema ini seharusnya mendapat dukungan dari pemerintah dengan menerbitkan aturan-aturan yang dapat mengikat warga masyarakat untuk ikut dalam program Jamsos yang ada. "Skema ini positif untuk menjaring kepesertaan, namun tidak dapat masive tanpa ada dukungan kebijakan lain," kata anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Ansyori, Rabu (28/12). Sekadar catatan, skema Shauroshi ini bila di BPJS Kesehatan adalah kader Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sementara di BPJS Ketenagakerjaan istilah yang dipakai adalah agen Perisai (Penggerak Jaminan Sosial Indonesia).
Meniru Jepang demi menambah peserta BPJS
JAKARTA. Upaya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan memperluas cakupan kepesertaan dengan mengadopsi model keagenan Shauroshi di Jepang dinilai sulit untuk mendorong program jaminan sosial (Jamsos) mencapai kepesertaan semesta di tahun 2019. Skema ini seharusnya mendapat dukungan dari pemerintah dengan menerbitkan aturan-aturan yang dapat mengikat warga masyarakat untuk ikut dalam program Jamsos yang ada. "Skema ini positif untuk menjaring kepesertaan, namun tidak dapat masive tanpa ada dukungan kebijakan lain," kata anggota Dewan Jaminan Sosial Nasional (DJSN) Ahmad Ansyori, Rabu (28/12). Sekadar catatan, skema Shauroshi ini bila di BPJS Kesehatan adalah kader Jaminan Kesehatan Nasional (JKN), sementara di BPJS Ketenagakerjaan istilah yang dipakai adalah agen Perisai (Penggerak Jaminan Sosial Indonesia).