Menjaga agar daya beli bagus



Di luar kebiasaan tiga tahun terakhir, pada Agustus tahun ini terjadi inflasi. Sepanjang 2016 hingga 2018, saban Agustus selalu mengalami deflasi. Perinciannya: Agustus 2016 deflasi sebesar 0,02%, Agustus 2017 deflasi 0,07%, Agustus 2018 deflasi 0,05%.

Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat, laju inflasi selama Agustus 2019 sebesar 0,12%. Pelecut laju inflasi bulan lalu adalah kenaikan harga cabai merah, cabai rawit, emas perhiasan, uang sekolah di level SD, SMP, SMA, juga perguruan tinggi, dan tarif sewa rumah.

Alhasil, tingkat inflasi tahun kalender Januari-Agustus 2019 sebesar 2,48% dan tahunan alias year on year mencapai 3,49%. Angka tersebut mendekati target inflasi pemerintah tahun ini sebesar 3,5%.


Yang menarik dari inflasi Agustus 2019, indeks komponen inti tercatat sebesar 129,46. Ini berarti, komponen itu mengalami inflasi sebesar 0,43% terhadap Juli 2019 yang memiliki indeks 129,46. Nah, kenaikan inflasi inti ini menunjukkan, daya beli masyarakat masih bagus.

Informasi saja, inflasi inti adalah komponen inflasi yang cenderung menetap (persistent component) di dalam pergerakan inflasi. Pengaruhnya adalah faktor fundamental, seperti interaksi permintaan dan penawaran serta ekspektasi inflasi dari pedagang dan konsumen.

Daya beli yang terjaga juga tergambar dalam Survei Konsumen Bank Indonesia pada Juli 2019. Survei yang keluar awal Agustus ini mengindikasikan optimisme konsumen tetap terjaga. Indeks Keyakinan Konsumen (IKK) Juli 2019 masih berada pada level optimis (di atas 100) yaitu sebesar 124,8, meski lebih rendah dibandingkan dengan IKK pada bulan sebelumnya 126,4.

Yang juga jadi penopang optimisme konsumen tetap terjaga adalah ekspektasi konsumen terhadap kondisi ekonomi ke depan yang membaik. Ini terindikasi dari Indeks Ekspektasi Kondisi Ekonomi (IEK) yang meningkat, sejalan tetap kuatnya ekspektasi konsumen atas kenaikan penghasilan ke depan.

Daya beli yang masih bagus tentu baik pertumbuhan ekonomi nasional. Sebab, konsumsi yang mendorong permintaan domestik masih menjadi lokomotif utama pertumbuhan ekonomi negara kita.

Harapannya, dengan suku bunga perbankan yang akan melandai seiring penurun suku bunga acuan, maka bisa memicu konsumsi. Terutama, pembelian hunian lewat kredit pemilikan rumah (KPR).

Tentu, pemerintah tetap harus menjaga inflasi tetap stabil biar daya beli masyarakat terjaga terus.♦

S.S. Kurniawan

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi