KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kasus Covid-19 di Indonesia kembali melonjak tajam, bahkan dalam beberapa hari terakhir jumlah kasus positifnya di atas 20.000 per hari. Pemerintah pun mengambil langkah pengetatan pembatasan sosial sebagai upaya mengurangi laju penyebaran virus ini. Head of Economics Research Pefindo Fikri C Permana menjelaskan, kondisi Covid-19 saat ini akan merugikan rupiah. Pasalnya, akan ada peningkatan risiko pada sektor riil yang berpotensi membuat pertumbuhan ekonomi pada kuartal kedua 2021 tersendat. Proyeksi pertumbuhan sebesar 7%-8% sepertinya bisa jadi tidak tercapai, karena pertumbuhan bisa saja hanya 5%-6% pada kuartal ini. “Jika terjadi, tentu investor domestik akan menahan diri sehingga pada akhirnya membuat rupiah tertekan. Dalam pekan ini, bisa saja rupiah melemah hingga menembus Rp 14.500 per dolar Amerika Serikat (AS),” jelas Fikri kepada Kontan.co.id, Senin (28/6).
Dari sentimen eksternal, Fikri menyebut beberapa negara juga mengalami lonjakan kasus Covid-19. Sementara The Fed juga memberikan sinyal untuk menaikkan suku bunga acuan setidaknya dua kali sebelum 2023 berakhir seiring pemulihan ekonomi AS yang sudah berjalan. Hal ini berbeda dari pernyataan The Fed sebelumnya yang tidak akan menaikkan suku bunga acuan sebelum 2024 Baca Juga: Infovesta: Pasar saham turun, investor bisa average down Hal tersebut dinilai akan berpotensi memicu terjadinya capital outflow dari berbagai emerging markets, termasuk Indonesia. Fikri melihat, memasuki semester kedua 2021, kondisi pasar keuangan Indonesia, baik itu saham maupun SBN akan mengalami tekanan. Dus, ini akan menekan outlook nilai tukar rupiah ke depan. Lebih lanjut, Fikri meyakini kekhawatiran investor tidak boleh dibiarkan berlarut-larut. Menurutnya, Bank Indonesia (BI) sebaiknya melakukan intervensi untuk melakukan stabilisasi terhadap rupiah. “Selain itu, data inflasi yang rilis pada Kamis (1/7) juga akan penting karena jika angkanya rendah, maka membuka ruang untuk real yield Indonesia masih akan tetap besar. Ini bagus untuk menjaga kepercayaan investor,” imbuh Fikri.