Menjaga persepsi



Belum lama ini Reuters menurunkan tulisan menarik. Mewawancarai beberapa perusahaan pengelola surat utang Indonesia, kantor berita yang berbasis di Inggris tersebut menulis tentang penilaian para pengelola investasi kakap terhadap situasi dan risiko investasi mereka di negara ini.

Siapa saja yang beberapa pekan lalu sempat gelisah bertanya-tanya apakah Indonesia akan kembali mengalami krisis keuangan parah mungkin akan terkejut membaca penilaian mereka. Jean-Charles Sambor, Wakil Kepala Utang Pasar Berkembang BNP Paribas Asset Management di London, misalnya, berujar bahwa mereka akan tetap berinvestasi, kecuali harga obligasi anjlok hingga imbal hasil menjulang jauh di atas 9% dan Bank Indonesia gagal mengatasi gejolak pasar.

Neal Capecci, seorang Managing Direktur dan Manajer Portofolio di Manulife Asset Management London juga mengatakan bahwa ekonomi Indonesia berada dalam "posisi yang jauh lebih unggul" daripada periode "taper-tantrum" 2013 atau krisis keuangan Asia 1997-1998.


Ditanya tentang prasyarat yang akan mendorong dia memangkas paparan investasinya di Indonesia, Capecci berkata, "Jika kami berada dalam situasi di mana kami merasa bahwa risikonya lebih besar daripada imbalannya, tentu kami harus mengurangi posisi kami atau menghapus posisi kami sepenuhnya."

Melegakan. Baik Sambor maupun Capecci sama-sama mengelola dana puluhan miliar di pasar Asia, termasuk Indonesia. Penilaian mereka jelas bisa menjadi cerminan atas persepsi investor asing pada umumnya terhadap situasi ekonomi Indonesia yang tak bisa kita pungkiri memang "sedang mendebarkan".

Persepsi mereka terhadap risiko yang mereka hadapi menjadi semakin penting manakala kita ingat bahwa kepemilikan obligasi Indonesia oleh asing mencapai 37%. Jika sampai pemicu untuk cabut dari market Indonesia seperti kata mereka di atas terjadi, tentu dampaknya terhadap mata uang kita tercinta juga bakal sangat terasa.

Oleh sebab itu, kendati seminggu terakhir gejolak rupiah relatif bisa dijinakkan agar tidak terlalu bergejolak, kewaspadaan jangan sampai dilepaskan begitu. Menjaga persepsi para juragan duit asing apa boleh buat masih kita butuhkan kehadirannya agar tetap kerasan di sini masih menjadi tugas penting otoritas fiskal dan moneter.

Benar bahwa derajat gejolak mata uang kali ini berbeda dari yang lalu-lalu, tapi bukan saatnya pula untuk terlena merasa baik-baik saja.•

Hasbi Maulana

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tri Adi