JAKARTA. Bau mencurigakan manipulasi valas sebenarnya sudah tercium sejak lama, namun baru sekitar tahun lalu sumber bau di Singapura itu mulai dibongkar. Akibatnya, bank-bank sentral ASEAN, termasuk Bank Indonesia, mulai bersiaga.Alkisah, investigasi kasus rekayasa bunga Libor turut menguak manipulasi kontrak berjangka valas di Singapura. Rupiah termasuk mata uang yang dimanipulasi bersama baht Thailand, dong Vietnam, dan ringgit Malaysia dalam produk bernama non delivery forward (NDF).Pada 28 Oktober 2012, Reuters melaporkan bahwa UBS dan RBS telah mensuspensi lebih dari tiga orang trader di Singapura. Mereka diduga berkolusi mempermainkan kontrak jual/beli NDF di harga tertentu.Bagaimana caranya? Mari kita pahami dulu konsep NDF.Secara sederhana, NDF ini rada mirip dengan kontrak forward. Keduanya sama-sama berprinsip seperti sistem ijon padi yakni sudah ada transaksi jual beli barang, kendati belum panen.Dalam forward, kedua belah pihak harus menyerahkan duit masing-masing pada prediksi kurs di masa yang akan datang yang sudah mereka sepakati. Namun bedanya, dalam NDF, ketika jatuh tempo, kedua belah pihak tak menyerahkan seluruh nilai valas transaksi yang disepakati. Mereka hanya menyerahkan selisih kurs hasil tebakan. Itu pun bukan dalam rupiah tapi dalam dolar AS.Misalnya, ada kontrak NDF yang menebak sebulan lagi nilai tukar USD/IDR akan mencapai 10.000. Sebulan kemudian, ternyata kurs spot USD/IDR mencapai 9.500. Berarti yang membeli kontrak itu bakal rugi Rp 500, tentu saja ini dikalikan nilai kontrak yang dibeli dan dikonversikan ke dollar AS."Jadi NDF ini tidak ada underlying-nya. Ketika waktunya, mereka netting dan tinggal transfer. Ini seperti pasar tak bertuan karena tidak ada yang mengawasi," kata Difi A. Johansyah, Direktur Grup Humas Bank Indonesia (BI).Tipu-tipu trader NDFNah di Singapura, kurs spot USD/IDR yang digunakan berasal dari fixing atau merata-rata harga atau kuotasi kurs USD/IDR yang dimasukkan 18 bank kepada ABS (Association Banks of Singapore).Sumber Reuters berkata, jika trader dapat menggerakkan nilai spot yang mereka masukkan atau berkolusi bersama, maka mereka bisa meraup untung dari NDF. Ini mirip dengan manipulasi bunga Libor oleh bank-bank kelas dunia yang terkuak pertengahan tahun lalu.Sejauh ini, otoritas moneter Singapura belum mengungkap nama bank yang sedang diselidiki. Tapi, empat bank yang paling banyak melakukan transaksi NDF adalah UBS, JPMorgan Chase & Co, DBS Group Holdings Ltd, dan HSBC Holdings Plc.Catatan saja, pasar NDF di Singapura berkembang sejak krisis moneter Asia terjadi. Waktu itu dana asing kabur dari negara-negara berkembang sehingga nilai tukar mata uang Asia termasuk rupiah hancur. Banyak negara Asia yang kemudian mulai menjaga nilai tukarnya.NDF memberi peluang bank untuk menghindari kontrol pemerintah itu. Sebab, NDF diperdagangkan over the counter. NDF menjadi opsi hedging dan jual beli mata uang yang tak boleh diperdagangkan di luar negeri seperti halnya rupiah.Apa kaitannya bagi rupiah?Direktur Currency Management Group Farial Anwar menyebut, seharusnya NDF ini tidak berpengaruh terhadap kurs rupiah. Sebab, transaksi derivatif ini tidak memiliki underlying. "Masalahnya, banyak pelaku pasar yang ikut menjual ketika asing di posisi jual. Ketika asing beli, mereka ikutan beli," imbuhnya.Maka kenyataannya, rate ndf baru akan membawa sentimen ke perdagangan harian di dalam negeri alias onshore. Selain itu, bank-bank di dalam negeri juga banyak menggunakan acuan offshore yaitu kurs NDF dan spot USD/IDR.Masalahnya, sudah jamak kurs tengah yang ditetapkan oleh BI berselisih dengan kurs offshore itu. Pada 11 Januari lalu, perbedaan kurs USD/IDR di Indonesia dengan offshore mencapai 2,6%, yang terbesar sejak 22 September 2011, menurut data Bloomberg.Bahkan, jika kita amati yang terjadi bulan lalu, kurs rupiah sangat bergejolak di perdagangan harian pasar offshore. Rupiah terombang-ambing oleh spekulan di pasar Singapura. Ini terutama berlangsung ketika rupiah melemah.Namun, jangan hanya menyalahkan spekulan di negeri Singa saja, karena pelaku transaksi NDF banyak yang berasal dari dalam negeri.Sebagian dari mereka merupakan spekulan yang mencari kesempatan di produk yang jauh dari pengawasan regulator Indonesia. Sebagian lagi merupakan nasabah yang hendak melakukan lindung nilai (hedging), terlebih ketika pasokan dollar atau valas dalam negeri tipis."Valas tabungan banyak, tapi yang mau jual dollar sedikit," ujar Branko Windoe, Kepala Tresuri Bank Central Asia (BCA) Senin (28/5). Meski ndf sangat kecil, pasar sering menjadikannya sebagai alat spekulasi.Farial menyarankan, pemerintah dan BI harus memprotes Monetary Authority of Singapore (MAS), karena bank-bank Singapura mempermainkan rupiah. "Spekulan masuk ke pasar ndf melalui bank di Singapura," ujarnya.Nurul E. Nurbaeti, Kepala Riset Divisi Tresuri Bank BNI, mengatakan pasokan dollar saat ini terbatas lantaran capital inflow masih minim. Sementara kebijakan devisa belum mampu menambah suplai. Alhasil, pasokan cuma di BI.Selain itu, permasalahan lainnya adalah minimnya instrumen valas di dalam negeri. Ini lantaran pasar valas kita masih dangkal, masih tertinggal dibandingkan Malaysia bahkan Filipina. "Kedua negara itu pasar valasnya berkembang. Filipina karena didukung oleh transaksi remittance-nya yang besar," jelas Difi.Contohnya saja instrumen forward USD/IDR di dalam negeri yang tersedia namun transaksinya tidak besar. Pasalnya, seringkali ketika ada permintaan valas, di sana tidak tersedia likuiditas yang bisa memenuhinya.Langkah BIRupiah yang gonjang-ganjing tentunya akan ikut menggoyang ekonomi. Perusahaan-perusahaan pun terkena getahnya, antara lain karena mereka harus menanggung beban rugi kurs. Tak hanya perusahaan, pemerintah dan BI harusnya resah. Efek langsung kelabilan rupiah ini bisa terlihat dari cadangan devisa yang tergerus. Operasi moneter BI untuk menenangkan mata uang Garuda memakan ongkos besar. Pada Januari lalu, US$ 3,9 miliar teruras dari cadangan devisa Indonesia.Maka, sekitar sepekan setelah bank sentral Malaysia melarang bank-bannya menggunakan acuan harga dari Singapura, BI mengambil langkah yang hampir sama.Hari Rabu (6/2) lalu, BI mengirim surat kepada bank-bank devisa untuk mematuhi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 10/ 37 /PBI/2008 pasal 4 ayat 1 dan 2. BI menegaskan ulang bahwa transaksi valas harus ada underling dan penyelesaian dengan nilai penuh. Dengan kata lain, NDF dilarang.Sehari sesudahnya, BI juga mengumumkan rencana pembuatan kurs acuan dalam negeri alias onshore reference rate. Caranya, BI akan mewajibkan 30 bank devisa untuk memasukkan kuotasi valas setiap hari."BI sudah berdiskusi dengan bank-bank untuk membuat kuotasi per hari yang akan mereka gunakan sendiri," jelas Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, di Hotel Kempinski, Kamis (7/2).Nantinya, kuotasi dari bank-bank ini akan dirata-rata menggunakan perhitungan tertentu dan akan diberlakukan sesuai pasar. BI sebagai otoritas moneter akan memberi guidelines, seperti mekanisme JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate)."Kalau tidak begitu, nanti ada yang main-main dengan kuotasi dan bisa merugikan pasar kita," ujar Halim. Halim menyebut, bahwa kuotasi per hari ini ditetapkan BI demi menjaga kestabilan rupiah. "Ini memang tugas BI," katanya.Masih ada yang bisa dilakukanFarial Anwar melihat, karena PBI yang melarang NDF sebenarnya sudah lama, tidak ada bank dalam negeri yang berani main NDF."Yang berspekulasi NDF adalah antar bank di Singapura dengan nasabah di Indonesia. Masalahnya, perbankan di Indonesia untuk menghargai spot dollar terhadap rupiah mengekor naik turunnya NDF," jelas Farial.Ada pula dugaan bahwa nasabah yang hendak bermain valas diberikan rujukan alias referring ke counterpart atau jaringan bank itu di luar negeri.Senada, seorang sumber KONTAN di lembaga keuangan asing, mengatakan, saat ini, transaksi NDF memang tak seaktif tahun-tahun sebelumnya. Ketatnya aturan bank setral membuat bank tak leluasa bermain NDF. Namun, bukan berarti tak ada jalan. Beberapa bank asing di Indonesia acapkali "menitip" NDF ke bank-bank Singapura.Dengan begitu, "BI harus mempertegas larangan bagi bank-bank asing di Indonesia untuk memfasilitasi administrasi transaksi NDF bagi orang Indonesia yang ingin bertransaksi dengan bank Singapura," ulas Farial.Di sisi lain, upaya alternatif yang bisa dilakukan adalah pendalaman valas dalam negeri. BI mengaku sudah mulai melakukannya dengan menyediakan term deposit valas dan aturan devisa hasil ekspor. Namun, untuk melihat efektivitas dari kedua langkah ini butuh waktu.Cara lain yang lebih instan adalah menambah produk atau instrumen valas di pasar. Dengan begitu, investor tak perlu lari ke luar negeri lagi untuk melakukan lindung nilai valas.Megain Wijaya, Presiden Direktur Bursa Komoditif dan Derivatif Indonesia (BKDI), mengungkapkan bahwa sebenarnya sudah sejak setahun lalu pihaknya berniat membuat kontrak forward USD/IDR versi lokal. "Kontrak ini bisa dua macam, memakai bulan spot dan bulan delivery, Dan semuanya mulai dari settlement, kliring, dan penjaminannya memakai lembaga kliring di sini," jelasnya.Namun, BKDI masih ragu lantaran belum ada kepastian dari pemerintah dan BI mengenai yurisdiksi trading valas ini bakal di bawah siapa. "Saya harap BI, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan segera bekerja sama. Karena semua sudah tersedia, perangkat UU sudah ada yaitu UU No.10 tahun 2011 yang mengatur futures trading, begitu juga dengan platform eletroniknya yang sudah siap," tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menjaga rupiah dari manipulasi valas
JAKARTA. Bau mencurigakan manipulasi valas sebenarnya sudah tercium sejak lama, namun baru sekitar tahun lalu sumber bau di Singapura itu mulai dibongkar. Akibatnya, bank-bank sentral ASEAN, termasuk Bank Indonesia, mulai bersiaga.Alkisah, investigasi kasus rekayasa bunga Libor turut menguak manipulasi kontrak berjangka valas di Singapura. Rupiah termasuk mata uang yang dimanipulasi bersama baht Thailand, dong Vietnam, dan ringgit Malaysia dalam produk bernama non delivery forward (NDF).Pada 28 Oktober 2012, Reuters melaporkan bahwa UBS dan RBS telah mensuspensi lebih dari tiga orang trader di Singapura. Mereka diduga berkolusi mempermainkan kontrak jual/beli NDF di harga tertentu.Bagaimana caranya? Mari kita pahami dulu konsep NDF.Secara sederhana, NDF ini rada mirip dengan kontrak forward. Keduanya sama-sama berprinsip seperti sistem ijon padi yakni sudah ada transaksi jual beli barang, kendati belum panen.Dalam forward, kedua belah pihak harus menyerahkan duit masing-masing pada prediksi kurs di masa yang akan datang yang sudah mereka sepakati. Namun bedanya, dalam NDF, ketika jatuh tempo, kedua belah pihak tak menyerahkan seluruh nilai valas transaksi yang disepakati. Mereka hanya menyerahkan selisih kurs hasil tebakan. Itu pun bukan dalam rupiah tapi dalam dolar AS.Misalnya, ada kontrak NDF yang menebak sebulan lagi nilai tukar USD/IDR akan mencapai 10.000. Sebulan kemudian, ternyata kurs spot USD/IDR mencapai 9.500. Berarti yang membeli kontrak itu bakal rugi Rp 500, tentu saja ini dikalikan nilai kontrak yang dibeli dan dikonversikan ke dollar AS."Jadi NDF ini tidak ada underlying-nya. Ketika waktunya, mereka netting dan tinggal transfer. Ini seperti pasar tak bertuan karena tidak ada yang mengawasi," kata Difi A. Johansyah, Direktur Grup Humas Bank Indonesia (BI).Tipu-tipu trader NDFNah di Singapura, kurs spot USD/IDR yang digunakan berasal dari fixing atau merata-rata harga atau kuotasi kurs USD/IDR yang dimasukkan 18 bank kepada ABS (Association Banks of Singapore).Sumber Reuters berkata, jika trader dapat menggerakkan nilai spot yang mereka masukkan atau berkolusi bersama, maka mereka bisa meraup untung dari NDF. Ini mirip dengan manipulasi bunga Libor oleh bank-bank kelas dunia yang terkuak pertengahan tahun lalu.Sejauh ini, otoritas moneter Singapura belum mengungkap nama bank yang sedang diselidiki. Tapi, empat bank yang paling banyak melakukan transaksi NDF adalah UBS, JPMorgan Chase & Co, DBS Group Holdings Ltd, dan HSBC Holdings Plc.Catatan saja, pasar NDF di Singapura berkembang sejak krisis moneter Asia terjadi. Waktu itu dana asing kabur dari negara-negara berkembang sehingga nilai tukar mata uang Asia termasuk rupiah hancur. Banyak negara Asia yang kemudian mulai menjaga nilai tukarnya.NDF memberi peluang bank untuk menghindari kontrol pemerintah itu. Sebab, NDF diperdagangkan over the counter. NDF menjadi opsi hedging dan jual beli mata uang yang tak boleh diperdagangkan di luar negeri seperti halnya rupiah.Apa kaitannya bagi rupiah?Direktur Currency Management Group Farial Anwar menyebut, seharusnya NDF ini tidak berpengaruh terhadap kurs rupiah. Sebab, transaksi derivatif ini tidak memiliki underlying. "Masalahnya, banyak pelaku pasar yang ikut menjual ketika asing di posisi jual. Ketika asing beli, mereka ikutan beli," imbuhnya.Maka kenyataannya, rate ndf baru akan membawa sentimen ke perdagangan harian di dalam negeri alias onshore. Selain itu, bank-bank di dalam negeri juga banyak menggunakan acuan offshore yaitu kurs NDF dan spot USD/IDR.Masalahnya, sudah jamak kurs tengah yang ditetapkan oleh BI berselisih dengan kurs offshore itu. Pada 11 Januari lalu, perbedaan kurs USD/IDR di Indonesia dengan offshore mencapai 2,6%, yang terbesar sejak 22 September 2011, menurut data Bloomberg.Bahkan, jika kita amati yang terjadi bulan lalu, kurs rupiah sangat bergejolak di perdagangan harian pasar offshore. Rupiah terombang-ambing oleh spekulan di pasar Singapura. Ini terutama berlangsung ketika rupiah melemah.Namun, jangan hanya menyalahkan spekulan di negeri Singa saja, karena pelaku transaksi NDF banyak yang berasal dari dalam negeri.Sebagian dari mereka merupakan spekulan yang mencari kesempatan di produk yang jauh dari pengawasan regulator Indonesia. Sebagian lagi merupakan nasabah yang hendak melakukan lindung nilai (hedging), terlebih ketika pasokan dollar atau valas dalam negeri tipis."Valas tabungan banyak, tapi yang mau jual dollar sedikit," ujar Branko Windoe, Kepala Tresuri Bank Central Asia (BCA) Senin (28/5). Meski ndf sangat kecil, pasar sering menjadikannya sebagai alat spekulasi.Farial menyarankan, pemerintah dan BI harus memprotes Monetary Authority of Singapore (MAS), karena bank-bank Singapura mempermainkan rupiah. "Spekulan masuk ke pasar ndf melalui bank di Singapura," ujarnya.Nurul E. Nurbaeti, Kepala Riset Divisi Tresuri Bank BNI, mengatakan pasokan dollar saat ini terbatas lantaran capital inflow masih minim. Sementara kebijakan devisa belum mampu menambah suplai. Alhasil, pasokan cuma di BI.Selain itu, permasalahan lainnya adalah minimnya instrumen valas di dalam negeri. Ini lantaran pasar valas kita masih dangkal, masih tertinggal dibandingkan Malaysia bahkan Filipina. "Kedua negara itu pasar valasnya berkembang. Filipina karena didukung oleh transaksi remittance-nya yang besar," jelas Difi.Contohnya saja instrumen forward USD/IDR di dalam negeri yang tersedia namun transaksinya tidak besar. Pasalnya, seringkali ketika ada permintaan valas, di sana tidak tersedia likuiditas yang bisa memenuhinya.Langkah BIRupiah yang gonjang-ganjing tentunya akan ikut menggoyang ekonomi. Perusahaan-perusahaan pun terkena getahnya, antara lain karena mereka harus menanggung beban rugi kurs. Tak hanya perusahaan, pemerintah dan BI harusnya resah. Efek langsung kelabilan rupiah ini bisa terlihat dari cadangan devisa yang tergerus. Operasi moneter BI untuk menenangkan mata uang Garuda memakan ongkos besar. Pada Januari lalu, US$ 3,9 miliar teruras dari cadangan devisa Indonesia.Maka, sekitar sepekan setelah bank sentral Malaysia melarang bank-bannya menggunakan acuan harga dari Singapura, BI mengambil langkah yang hampir sama.Hari Rabu (6/2) lalu, BI mengirim surat kepada bank-bank devisa untuk mematuhi Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor: 10/ 37 /PBI/2008 pasal 4 ayat 1 dan 2. BI menegaskan ulang bahwa transaksi valas harus ada underling dan penyelesaian dengan nilai penuh. Dengan kata lain, NDF dilarang.Sehari sesudahnya, BI juga mengumumkan rencana pembuatan kurs acuan dalam negeri alias onshore reference rate. Caranya, BI akan mewajibkan 30 bank devisa untuk memasukkan kuotasi valas setiap hari."BI sudah berdiskusi dengan bank-bank untuk membuat kuotasi per hari yang akan mereka gunakan sendiri," jelas Deputi Gubernur BI Halim Alamsyah, di Hotel Kempinski, Kamis (7/2).Nantinya, kuotasi dari bank-bank ini akan dirata-rata menggunakan perhitungan tertentu dan akan diberlakukan sesuai pasar. BI sebagai otoritas moneter akan memberi guidelines, seperti mekanisme JIBOR (Jakarta Interbank Offered Rate)."Kalau tidak begitu, nanti ada yang main-main dengan kuotasi dan bisa merugikan pasar kita," ujar Halim. Halim menyebut, bahwa kuotasi per hari ini ditetapkan BI demi menjaga kestabilan rupiah. "Ini memang tugas BI," katanya.Masih ada yang bisa dilakukanFarial Anwar melihat, karena PBI yang melarang NDF sebenarnya sudah lama, tidak ada bank dalam negeri yang berani main NDF."Yang berspekulasi NDF adalah antar bank di Singapura dengan nasabah di Indonesia. Masalahnya, perbankan di Indonesia untuk menghargai spot dollar terhadap rupiah mengekor naik turunnya NDF," jelas Farial.Ada pula dugaan bahwa nasabah yang hendak bermain valas diberikan rujukan alias referring ke counterpart atau jaringan bank itu di luar negeri.Senada, seorang sumber KONTAN di lembaga keuangan asing, mengatakan, saat ini, transaksi NDF memang tak seaktif tahun-tahun sebelumnya. Ketatnya aturan bank setral membuat bank tak leluasa bermain NDF. Namun, bukan berarti tak ada jalan. Beberapa bank asing di Indonesia acapkali "menitip" NDF ke bank-bank Singapura.Dengan begitu, "BI harus mempertegas larangan bagi bank-bank asing di Indonesia untuk memfasilitasi administrasi transaksi NDF bagi orang Indonesia yang ingin bertransaksi dengan bank Singapura," ulas Farial.Di sisi lain, upaya alternatif yang bisa dilakukan adalah pendalaman valas dalam negeri. BI mengaku sudah mulai melakukannya dengan menyediakan term deposit valas dan aturan devisa hasil ekspor. Namun, untuk melihat efektivitas dari kedua langkah ini butuh waktu.Cara lain yang lebih instan adalah menambah produk atau instrumen valas di pasar. Dengan begitu, investor tak perlu lari ke luar negeri lagi untuk melakukan lindung nilai valas.Megain Wijaya, Presiden Direktur Bursa Komoditif dan Derivatif Indonesia (BKDI), mengungkapkan bahwa sebenarnya sudah sejak setahun lalu pihaknya berniat membuat kontrak forward USD/IDR versi lokal. "Kontrak ini bisa dua macam, memakai bulan spot dan bulan delivery, Dan semuanya mulai dari settlement, kliring, dan penjaminannya memakai lembaga kliring di sini," jelasnya.Namun, BKDI masih ragu lantaran belum ada kepastian dari pemerintah dan BI mengenai yurisdiksi trading valas ini bakal di bawah siapa. "Saya harap BI, Kementerian Perdagangan, dan Kementerian Keuangan segera bekerja sama. Karena semua sudah tersedia, perangkat UU sudah ada yaitu UU No.10 tahun 2011 yang mengatur futures trading, begitu juga dengan platform eletroniknya yang sudah siap," tuturnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News