Menjaga rupiah perlu bauran strategi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Tekanan terhadap nilai tukar rupiah sepanjang April 2018 menyusutkan nilai cadangan devisa Indonesia. Bank Indonesia (BI) mencatat, nilai cadangan devisa per akhir April 2018 turun US$ 1,1 miliar menjadi US$ 124,9 miliar. Bulan sebelumnya, cadangan devisa Indonesia senilai US$ 126 miliar.

Kendati operasi pasar terus digenjot BI, nilai tukar rupiah tetap merosot. Merujuk data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR), rata-rata posisi kurs rupiah pada April 2018 sebesar Rp 13.802,95 per dollar AS. Nilai rupiah itu melemah dibandingkan dengan rata-rata kurs rupiah Maret 2018 yang berada di level Rp 13.758,29 per dollar. Bahkan per 8 Mei 2018, kurs rupiah turun lagi ke ke posisi Rp 14.036 per dollar AS.

Sekadar catatan, posisi cadangan devisa mencapai puncak pada Januari 2018 sebesar US$ 131,96 miliar. Namun jumlahnya makin menyusut seiring pelemahan rupiah, dan menjadi US$ 124,9 miliar pada akhir April 2018.


Posisi cadangan devisa Indonesia sebenarnya bisa turun lebih dalam lagi. Untunglah, pemerintah merilis global bond US$ 1 miliar dan euro bond senilai 1 miliar pada April 2018. Masuknya dana hasil penerbitan dua obligasi global itu menahan kejatuhan lebih dalam isi cadangan devisa sepanjang April 2018.

Sejumlah ekonom menilai, upaya menguatkan rupiah tidak bisa lagi hanya sekadar mengandalkan intervensi. Maklum, intervensi pasar hanya memberikan efek sesaat dan berguna untuk kepentingan jangka pendek.

Padahal, faktor penekan rupiah, terutama dari luar negeri, setidaknya akan terjadi sepanjang tahun ini. Hal ini berkaitan erat dengan rencana kenaikan bunga acuan AS.

Juniman, Ekonom Maybank Indonesia mengingatkan, jika BI terus menggunakan cadangan devisa untuk mengintervensi pasar, lama kelamaan amunisi itu habis. Oleh karena itu, "Satu-satunya jalan agar rupiah tidak terlalu tertekan adalah menaikkan suku bunga bulan ini," kata Juniman kepada KONTAN, kemarin.

Pun, agar jejak rupiah lebih kokoh dan tak mudah goyah di masa mendatang, perlu bauran kebijakan moneter, fiskal dan reformasi ekonomi. Sayang, sejauh ini pemerintah dan BI masih terpaku pada rezim intervensi pasar untuk menguatkan otot rupiah. Sementara reformasi fiskal, termasuk reformasi pajak selepas amnesti pajak, maupun penerapan 16 paket ekonomi tampak jalan di tempat.

Tapi, Ekonom Samuel Aset Manajemen Lana Soelistyaningsih menilai, BI belum perlu menaikkan bunga acuan saat tekanan dari luar masih besar. Jalan terbaik saat ini, BI terus mengintervensi pasar, sementara pemerintah memupuk cadangan devisa dengan menambah penerbitan global bond. "Mudah-mudahan akhir Mei tekanan bagi rupiah berkurang," jelas Lana.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menyatakan BI akan melihat banyak faktor untuk menentukan suku bunga. Antara lain, data inflasi, ekspor, impor, neraca pembayaran, arus modal dunia, arah kebijakan moneter AS pada Juni, hingga suku bunga negara tetangga. "Bunga acuan Malaysia naik, Korea naik, Australia naik. Kalau memang diperlukan, ya kami harus melakukan adjusment," katanya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie