KONTAN.CO.ID - Selama ini kain goni banyak dipakai sebagai bahan kemasan, khususnya produk pertanian. Namun, fungsi goni kini kian luas. Belakangan, material ini juga menjadi bahan produk fesyen seperti tas, dompet, sandal hingga pakaian.
Dengan model yang kian beragam dan unik, produk fesyen ini berhasil memikat para penggemar fesyen. Produk fesyen dari kain goni pun juga diburu oleh penyuka fesyen dari luar negeri.
Muhammad Fariz Adisukmawan, Manager Operasional Rumah Karung Goni asal Bandung, Jawa Barat mengamini hal tersebut. "Pasar mulai aware dan muncul ketertarikannya. Konsumen mulai banyak yang pakai produk fesyen ini dan itu menjadi pertanda baik," jelasnya.
Rumah Karung Goni menyulap kain goni menjadi dompet, tas punggung, tas selempang, sandal, dompet kecil hingga sepatu yang cantik. Mereka menjualnya mulai dari Rp 135.000 sampai Rp 275.000 per unit.
Dalam sebulan, rata-rata total produksinya hanya mencapai sekitar 200 unit. Terbatasnya jumlah produksi ini lantaran proses pembuatannya masih konvensional.
Fariz menjalin kerjasama dengan beberapa penjahit untuk membuat seluruh barang koleksinya. Keahlian dan ketelitian dibutuhkan untuk membuat produk yang berkualitas dengan banyak detil yang rapi.
Selain menjual produk siap pakai, mereka juga menerima pesanaan dengan disain khusus. Proses pengerjaannya pun cukup cepat, sekitar 10 hari untuk jumlah pesanan hingga 100 unit dengan model yang sama.
Di Yogyakarta, produk fesyen dari kain goni lebih populer. Bahkan, banyak konsumennya berasal dari pecinta fesyen kelas atas.
Bimo Wijoseno, pemilik Guna Goni asal Yogyakarta mengatakan, pasar memang mulai menyukai produk-produk yang unik dan nyentrik. "Produk kain goni juga masih bisa terus berkembang," tegasnya.
Guna Goni pun tak kesulitan memasarkan produknya. Cukup dengan langkah edukasi sederhana seperti pengenalan melalui website dan penjelasan dalam label, produknya sudah laku terjual.
Laki-laki berusia 44 tahun ini memanfaatkan media sosial sebagai tempat berjualan. Selain itu, dia juga menjalin kerjasama dengan galeri produk fashion dan oleh-oleh.
Hampir sama dengan lainnya, produk fesyen goni buatannya berbentuk sampul buku, tas, topi, dompet, dan sandal. Untuk harganya, Bimo mematok mulai dari Rp 50.000 sampai Rp 250.000 per unit. Selain memenuhi konsumen lokal, dia juga mengirim produknya ke China dan Belanda.
Menggunakan kain goni bekas dengan proses produksi yang sederhana, Bimo tidak dapat mematok jumlah produksinya saban bulan. "Bisa jadi pesanan 12 unit juga tidak bisa dibuat kalau memang sama sekali tidak ada pasokan kain goninya," tambahnya.
Produk fesyen dari kain goni populer, pemain baru pun bermunculan
Makin populernya produk fesyen dari karung goni, menarik perhatian para desainer sekaligus pencinta fesyen dunia. Seperti Madaew, desainer muda asal Thailand, yang menjadi buah bibir pemerhati fesyen dunia melalui koleksi fesyen dari goni yang dibuatnya.
Fenomena ini nampaknya menginspirasi sejumlah desainer dalam negeri. Kian banyak bermunculan produk dari material ini, dengan beragam jenis produk fesyen.
Dampaknya, angin persaingan pun mulai terasa. Bimo Wijoseno, desainer sekaligus pemilik Guna Goni asal Yogyakarta mengamini hal tersebut. Namun, dia tidak mau ambil pusing dengan banyaknya pemain.
Bahkan, Bimo tidak pernah memasang target penjualan per bulan. Alasannya, dia tidak dapat memastikan jumlah produksi saban bulannya. "Sebab, dalam setiap proses produksi dibutuhkan mood dan rasa untuk membuat setiap barangnya sehingga terlihat karakter dan jiwa saya didalamnya," katanya pada KONTAN, Sabtu (28/7).
Meski tidak mempunyai pengalaman didunia fesyen, laki-laki berusia 44 tahun ini belajar secara otodidak cara menjahit sampai membuat pola. Sampai sekarang dia dibantu oleh anak dan istrinya dalam proses produksi.
Hal yang sama juga diungkapkan Muhammad Fariz, Manager Operasional Rumah Karung Goni asal Bandung, Jawa Barat. Ia belum merasakan persaingana meski sudah banyak produsen di kota-kota besar.
Pasar dalam negeri masih sangat potensial dan usahanya pun masih bisa terus berkembang seiring makin teredukasinya pasar akan produk fesyen unik ini.
Di sisi lain, kendala usaha yang dihadapinya saat ini ada pada tahap produksi. " Bahan goni itu dilipat tidak digulung jadi kami harus meluruskan dan menghilangkan lipatan tersebut agar tidak merusak desain produk," jelasnya.
Selain itu, proses jahit memakan waktu cukup lama karena dibutuhkan kejelian saat memotong pola, karena goni cenderung tidak lurus serta tingkat jahitan yang lebih rapat agar tidak terurai.
Fariz bilang. mereka banyak mendapatkan inspirasi desain produk dari desain yang dibuat sendiri oleh pelanggan. Agar nampak berbeda, mereka melakukan modifikasi desain.
Maklum saja, selain memproduksi produk ready to wear, Rumah Karung Goni juga menerima pesanan custom. Kebanyakan, para pelanggan membawa sendiri contoh desain yang diinginkannya.
Menjadi pemain baru yang baru eksis sejak tahun 2017 lalu, membuat dia bersama tim fokus melakukan branding. Media digital pun digunakan untuk membentuk awareness merek.
Lainnya, Fariz juga giat menambah jumlah produksi dan pengembangan produk dengan menjajal membuat baju dari material goni. Tujuannya, untuk melengkapi koleksi produk dan dapat ikut serta dalam ajang pameran.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News