Menjajal Bisnis Batok Arang Yang Berpenghasilan Terang



Arang tempurung kelapa atau biasa disebut arang batok sepertinya sedang jadi primadona di dalam dan luar negeri. Faktanya, harga pasaran arang batok ini terus meningkat 100% sejak 5 bulan yang lalu. Kini, bila masuk ritel, harga arang batok mencapai Rp 20.000 per kilogramnya.

Fakta ini disampaikan pemain arang batok Andri Setiawan yang menggeluti bisnis ini untuk kemudian didistribusikan ke restoran-restoran. Menurutnya, arang batok masuk kategori primadona karena fungsinya yang beragam. Tak ayal, banyak orang yang mencari arang batok untuk kemudian dibisniskan kembali.

Asal tahu saja, salah satu fungsi arang batok antara lain dapat digunakan sebagai bahan dasar obat nyamuk bakar, zat karbon aktif untuk proses penyaringan air, dapat mengusir rayap, sebagai unsur penyedap makanan yang dibakar karena masih adanya unsur minyak dari kelapa dan lain-lain. Yang terbaru menurut Andri, Korea dan Jepang telah memanfaatkan arang batok dalam teknologinya untuk memproduksi kasur hangat. Alasan itulah yang membuat pemain di bisnis arang batok menyebutnya sebagai “Emas Hitam”.


Tak heran, arang batok kini semakin dicari baik dari dalam maupun luar negeri. Bahkan, kini, Andri sendiri merasa kesulitan mendapatkan batok. “Saya sangat susah mendapatkan batok. Sehingga, saya jadi tidak bisa main dalam jumlah banyak,”ujar Andri. Padahal, lima tahun lalu, Andri bisa menyimpan cadangan arang hingga puluhan ton sebulan. Kini,  Andri hanya bisa menyimpan cadangan sebanyak dua hingga tiga ton sebulan. Penyebabnya, pebisnis dari Korea sangat lihai dalam mencari batok. Mereka tak segan-segan terjun langsung ke daerah penghasil kelapa, seperti Sulawesi dan Lampung, untuk mendapatkan batok.

Menurutnya, kecenderungan harga arang batok untuk naik bisa terjadi karena faktor kelangkaan tersebut. Apalagi restoran yang membutuhkan arang batok milik Andri meminta jumlah yang tinggi. Tak hanya itu, pemain di bisnis ini pun cukup ketat, dari yang tetap hingga yang musiman, karena bergantung dari ketersediaan arang batok di pasaran. “Persaingan makin ketat, pemain biasanya beli borongan. Industri besar saja saling sikut, terjun langsung ke lahan mentah,”ujarnya.

Bila kelangkaan menjadi alasan bagi Andri, Dariyus Sentosa punya cerita lain. Menurutnya, kendala teknologi menjadi masalah untuk mendapatkan kualitas arang batok yang baik. “Pasarnya sangat bagus karena permintaan banyak, tapi teknologi tidak mendukung,” kata Dariyus.

Dariyus menjelaskan, saat ini para petani masih menggunakan cara tradisional untuk membuat batok. Misalnya saja dengan memasukkan batok ke drum, ditutup dan dibakar selama 8 jam. Setelah itu, baru disiram dengan air. Ini untuk mendapatkan zat karbon aktif sebanyak 80%. Namun, terkadang petani membakarnya dalam waktu 3 jam saja dan langsung disiram air. “Ini bisa membuat arang belum matang dan zat karbon aktifnya cuma 70%,” terang Dariyus.

Tak hanya itu, arang pun menjadi lebih berat saat dijual di pasaran. Dariyus menjelaskan 1 kilogram tempurung atau batok mentah setelah diproses akan mengalami penyusutan sebanyak 30% atau hanya menjadi 3 ons arang batok. Sedangkan sisanya yang 70% adalah abu dari batok yang terbakar hangus.

Kini, Dariyus tengah mencari teknologi baru untuk pengolahan arang batok yang lebih baik. Berbeda dengan Andri, ia belum merasakan kelangkaan pada ketersediaan batok kelapa. Bahkan dalam sebulan, ia bisa menjual kurang lebih 50 ton arang batok. “Untungnya sih cuma Rp 300 tapi kalau kita main di kuantitas yang besar kan lumayan,” jelasnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie