Menjajal Jaringan Telekomunikasi di Nusa Utara, Internet Stabil Jadi Harapan Warga



KONTAN.CO.ID - TALAUD. Pemerataan akses telekomunikasi hingga ke kawasan tertinggal, terdepan dan terluar (3T) menjadi sebagai salah satu aspek pembangunan yang digenjot pada masa pemerintahan Presiden Joko Widodo.

Melalui Badan Aksesibilitas Telekomunikasi dan Informasi Kementerian Komunikasi dan Informatika (BAKTI Kominfo), pemerintahan pria yang biasa dipanggil dengan sebutan Jokowi ini mendorong pembangunan infrastruktur telekomunikasi seperti base transceiver station (BTS) dan  Satelit Republik Indonesia (SATRIA)-1 agar masyarakat di kawasan 3T bisa tersentuh akses internet.

Untuk melihat realisasi pembangunan infrastruktur telekomunikasi selama sepuluh tahun terakhir, Tim Jelajah Ekonomi Berkelanjutan KONTAN bertandang ke salah satu pulau terluar di Indonesia, yakni Kabupaten Kepulauan Talaud di Sulawesi Utara. Bersama Kabupaten Kepulauan Sangihe dan Kabupaten Kepulauan Siau Tagulandang Biaro, kabupaten ini kerap disebut sebagai wilayah Nusa Utara.  


Butuh waktu sekitar 14 jam pelayaran dari ibu kota Sulawesi Utara, Manado, untuk tiba di Melonguane yang merupakan ibu kota Kabupaten Kepulauan Talaud yang berada di Pulau Karekelang.

Baca Juga: Mencari Rezeki Sedari Pagi di Dermaga Pelabuhan Melonguane

Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (BPS), ada 101.140 penduduk yang tinggal di kabupaten yang memiliki luas daratan 1.251,02 km persegi ini. Mayoritas penduduk tinggal di tiga pulau utama yaitu Pulau Karakelang, Pulau Salibabu, dan Pulau Kabaruan. Pulau Karakelang menjadi pulau terbesar dengan luas 846 km persegi.

Jaringan internet di ibu kota kabupaten sendiri cukup lancar. Tim kami bisa menikmati Youtube, streaming siaran langsung olahraga hingga melakukan video call dengan cukup lancar.

Namun untuk mengecek keandalan jaringan internet yang melayani masyarakat di kawasan lain di Karakelang, tim kami berangkat menyusuri Jalan Lingkar Kalakelang yang mengelilingi pulau tersebut pada Jumat (31/8) lalu. Mayoritas jalannya sudah teraspal mulus, dan sebagian titik lainnya masih dalam proses pengerjaan.

Rute pertama adalah jalur Melonguane-Beo untuk menuju ke Desa Makatara di Kecamatan Beo Utara sejauh 45 kilometer yang bisa ditempuh selama sekitar satu jam dengan mobil sewaan yang kami pakai. Selama perjalanan, kami terus memantau koneksi internet di ponsel pintar kami. Hanya pemakai provider Telkomsel yang bisa dilayani. Sisanya, nihil.

Koneksi internet di jalur ini hilang timbul, belum semua daerah ter-cover. Terutama di wilayah yang jarang ditinggali penduduk. Setiap kami melewati kawasan perkebunan atau lahan kosong, otomatis jaringan hilang. Kecuali kebetulan ada menara BTS yang berdiri di kawasan sepi yang kami lewati.

Jaringan internet di ponsel kami mulai kembali pulih saat kami melewati kawasan pemukiman. Kecepatannya lumayan untuk melihat posisi kami di GoogleMaps dan sisa jarak yang harus kami tempuh untuk tiba di Makatara. Cukup lancar pula untuk berkomunikasi lewat aplikasi WhatsApp.

Jelang tengah hari, tim tiba di Desa Makatara. Kami disambut Johan Suru, lurah setempat, untuk diajak ke sentra UMKM andalan desanya yakni pengolahan serat pisang abaka menjadi berbagai bentuk kerajinan tangan.

Jaringan internet di tepi jalan raya masih cukup kuat. Namun saat kami tiba di lokasi sentra UMKM berjarak sekitar 200 meter dari jalan, jaringan internet tiba-tiba melemah, lalu hilang-timbul. Kondisi ini diakui Johan merupakan makanan sehari-hari warga di desanya.

Terlebih saat kondisi mati listrik yang memang masih kerap terjadi di Talaud atau saat cuaca mendung, bahkan hujan. Jaringan internet tak bisa dinikmati oleh warganya.

Bila dalam keadaan terdesak, warga harus berjalan sekitar 300 meter dari jalan raya ke kawasan pantai. "Berharap bisa dapat sinyal," kata Johan.

Baca Juga: Kini Siswa SMPN 1 Melonguane Timur Tak Harus Cari Sinyal ke Pantai Lagi

Padahal menurut Johan, pada tahun 2021 lalu pihaknya mendapatkan tawaran pembangunan menara BTS dari Kominfo. Memang ada syarat yang harus dipenuhi yakni pihak desa harus menghibahkan lahan seluas 15 meter x 15 meter menjadi aset Pemerintah Kabupaten Kepulauan Talaud sebagai tempat BTS tersebut nantinya bediri.

Johan mengaku pihak desa sudah dua kali menghibahkan lahan. Namun hingga saat ini, menara BTS yang diharapkan warga masih urung dibangun. "Informasi yang kami dapat sebelumnya program pembangunan menara BTS memang sempat disetop sementara, namun hingga kini kami belum tahu kelanjutannya," kata Johan.

"Prinsipnya seluas apa pun tanah yang diminta untuk dihibahkan akan kita kasih, yang penting di sini dibangun BTS agar warga bisa mengakses internet dengan lancar," harapnya.

Tak terasa hampir dua jam kami berbincang, Tim Jelajah Ekonomi Berkelanjutan KONTAN berpamitan kepada Johan untuk melanjutkan perjalanan ke destinasi berikutnya yakni Desa Nunu Utara yang berlokasi di sisi lain Pulau Karakelang.

Mencari menara demi masuki dunia maya

Kami harus melewati rute Beo-Rainis yang berbukit untuk menuju desa yang berada di sisi timur dari Pulau Karakelang tersebut. Kondisi jaringan internet sepanjang rute ini masih serupa dengan jalan sebelumnya. Namun dengan jumlah pemukiman yang lebih sedikit, lebih sering pula kami susah sinyal di jalur ini.

Mobil yang kami sewa pun harus mengisi bahan bakar di tengah sulitnya mencari pom bensin di Karakelang. Untungnya saat melintasi Desa Parangen di Kecamatan Rainis, ada toko kelontong yang menjual bensin eceran. Sambil menunggu pelayan toko menuangkan bensin ke mobil, kami sempat berbincang sejenak dengan sejumlah warga yang tengah nongkrong di warung tersebut.

Kami bertanya soal kelancaran akses internet di daerah mereka tinggal. "Susah sinyal bos," kata salah satu pemuda.

"Jelek bang. Suka hilang-hilang sinyalnya," timpal warga lain.

Baca Juga: Berteman Sepi Demi Menjaga Koneksi

Tak lama, mobil kembali melaju dan masuk ke rute Melonguane-Rainis di sisi timur Pulau Karakelang. Pandangan kami tertarik kepada beberapa sepeda motor yang terparkir di tepi jalan, tepat di pinggiran hutan. Setelah ditelisik ternyata di dekat situ berdiri menara BTS milik Telkomsel.

Rasa penasaran yang datang membuat kami memutuskan untuk berhenti dan mencari sang empunya sepeda motor. Benar dugaan kami, beberapa warga mendekati menara BTS demi smartphone mereka mendapat koneksi internet.

Termasuk dua anak yang sedang asyik bermain game online. Mereka jauh-jauh datang dari kampungnya demi bisa bermain Free Fire. "Kalau di rumah saya tak bisa main karena sinyalnya tak sampai," kata Willy, salah satu anak sambil menjaga pandangan matanya tak lepas dari layar ponsel.

Berhubung sudah membuat janji dengan salah pelaku usaha UMKM di Nunu Utara, kami pun tak banyak membuang waktu di pinggiran hutan tersebut. Lalu memacu kendaraan di jalanan lenggang agar bisa tiba tepat waktu.

Yustin Bawellung, ketua kelompok perajin emping di Desa Nunu Utara dan Yulrima Trais Bawuno selaku lurah setempat sudah menunggu kami. Selain untuk meliput kegiatan UMKM di sana, kami pun bertanya soal perkembangan akses internet di wilayah tersebut. Dan jawaban yang kami dapat tak jauh beda dengan orang-orang kami temui sebelumnya.

Padahal bila ada jaringan internet yang kuat dan stabil, Tante Tin, begitu Yustin biasa dipanggil punya mimpi untuk bisa menjajakan produk buatannya di online shop.

Selama ini, ia dan anggota kelompoknya masih menggunakan cara konvensional untuk menjual emping. Produk buatan kelompok ini mayoritas masih dijual di kawasan Talaud. Atau sesekali ia membawa emping buatannya untuk dijual di Manado.

"Tapi kalau dijual ke Manado setidaknya kami harus bawa 50 kilogram. Kalau di bawah itu, untuk menutup ongkos kapal pun tak bisa," kata Tante tin.

Baca Juga: Belasan Jam Mengarungi Lautan Demi Menginjakkan Kaki di Talaud

Memang sudah ada beberapa pembeli yang memesan emping buatannya hingga keluar Sulawesi Utara, namun jumlahnya masih terbatas. Karena itu Tante Tin berharap bisa memperluas pasar dengan berjualan secara daring. Emping pun bisa dikirim menggunakan jasa kurir seperti lewat kantor pos sehingga lebih murah. Bila bisa terwujud, ia yakin pendapatan keluarganya bisa meningkat.

Hari sudah beranjak senja saat kami meninggalkan Desa Nunu Utara untuk kembali menyusuri Jalur Lingkar Karakelang ke arah selatan menuju Melonguane.

Tiba di penginapan pada saat langit sudah gelap, ternyata jaringan listrik sedang terputus. Beruntung, penginapan kami memiliki genset sehingga lampu-lampu di tempat kami menginap bisa tetap menyala. Menemani kami mengisi malam dengan menyusun laporan penjelajahan kami menyusuri perkembangan pembangunan infrastruktur telekomunikasi di Nusa Utara.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Tendi Mahadi