Pamor sepeda fixie
di Indonesia kian mencorong. Banyak orang Indonesia yang doyan mengayuh sepeda tanpa rem ini. Selain karena menyukai sensasi mengendarainya, banyak yang menyukai sepeda fixie karena jadi sarana olahraga. Kalau suatu saat Anda berkunjung ke toko sepeda dan melihat sepeda tanpa rem, jangan buru-buru menuding toko tersebut menjual sepeda yang cacat produksi. Bisa jadi, sepeda yang Anda lihat tersebut adalah sepeda yang memang sengaja tidak dilengkapi dengan rem. Sepeda tanpa rem tersebut punya nama keren sepeda
fixed gear atau biasa disebut sepeda
fixie. Sepeda jenis ini belakangan memang sedang ngetren, lo.
Banyak orang yang menggemari mengendarai sepeda ini. Kalau tinggal di Jakarta, setiap pelaksanaan
car free day Anda bakal menemukan banyak orang yang mengendarai sepeda
fixie di jalan-jalan utama ibukota. Masih asing pada istilah sepeda
fixed gear? Sebenarnya, istilah ini bukan mengacu pada jenis sepeda tertentu. “
Fixed gear sebenarnya sistem pada sepeda,” jelas Rangga Panji, salah seorang penggemar sepeda
fixed gear. Pada sepeda fixie, gir roda belakang dipasangkan pada hub roda belakang dengan menggunakan baut. Dengan begitu, posisi gir tersebut menjadi paten (
fixed). Akibatnya, perputaran roda akan mengikuti arah perputaran pedal. Jika si pengendara memutar pedal ke arah depan, sepeda akan bergerak maju. Demikian juga kalau si pengendara memutar pedal ke arah belakang, sepeda akan bergerak mundur. Bandingkan dengan sepeda biasa. Pada sepeda biasa, pedal yang diputar ke belakang tidak akan membuat sepeda bergerak mundur. Jadi, sistem gir yang ada pada sepeda
fixie mirip dengan sistem yang dipakai pada becak, yang berjuluk
doltrap. Warna menarik Karena
fixed gear merupakan sistem yang ada di sepeda, sepeda jenis apa pun bisa diubah menjadi sepeda
fixie. Sepeda lipat, misalnya, ketika gir sepeda dibikin
fixed, maka sepeda itu akan menjadi sepeda
fixie. “Jadi, kalau ada yang bilang
fixed gear adalah jenis sepeda, itu salah. Sebab, sepeda gunung juga bisa menjadi
fixed gear,” ujar Rangga. Setahun belakangan ini sepeda
fixie mulai menjadi tren di Indonesia. Semakin banyak orang yang menggemari sepeda tanpa rem ini, termasuk dari kalangan artis dan pejabat. Ada banyak hal yang menyebabkan orang-orang tertarik menggoes sepeda yang konsepnya mirip
track bike alias sepeda balap ini. Ambil contoh Timothy Markus. Pria berusia 34 tahun yang bekerja sebagai
music director (MD) di sebuah radio swasta di Jakarta ini menuturkan, ia tertarik menjajal sepeda
fixie lantaran terpikat pada warnanya yang ngejreng dan mencolok. Memang, meskipun tidak semua sepeda
fixie dicat dengan warna-warna mencolok, banyak pengendara sepeda
fixie yang menghias sepedanya dengan warna-warna yang unik. Karena terpikat pada warna unik sepeda
fixie tadi, Temmy, panggilan akrab Timothy, lantas menjajal menggoes sepeda
fixie milik temannya. Ternyata dia benar-benar kepincut pada sepeda tersebut. Ia pun serius menekuni sepeda
fixed gear. Pria yang memang gemar menggenjot sepeda ini lantas menyulap sepeda balap tuanya menjadi sepeda
fixie. Untuk itu, Temmy rela merogoh kocek hingga sedalam Rp 3 juta. Kini Temmy sangat setia pada sepeda
fixie-nya. Padahal Temmy juga memiliki sepeda gunung alias
mountain bike (MTB) dan sepeda lipat atawa
folding bike. Maklum, dia memang sudah sejak lama gemar mengendarai kereta angin. Bukan tanpa alasan Temmy kini lebih rajin menggenjot sepeda
fixie. “Pakai sepeda
fixie itu harus setia, karena kalau beralih ke sepeda lain pasti bakal jadi kagok,” jelas dia . Beda lagi cerita Rangga. Pria berkacamata ini mengaku memang sudah lama gemar bersepeda. “Karena saya berasal dari kota kecil, saya jadi terbiasa ke mana-mana naik sepeda. Malah naik sepeda rasanya lebih keren daripada naik sepeda motor,” tutur pria asal Cilacap, Jawa Tengah ini. Karena sudah akrab dengan dunia sepeda, Rangga mengenal sistem
fixed gear sejak lama. “Bisa dibilang, sistem ini sebenarnya sistem bersepeda yang masih primitif,” ujarnya. Sebab, sepeda zaman dulu sebenarnya sudah menerapkan konsep
fixed gear ini. Belakangan, konsep
fixed gear ini juga diterapkan pada sepeda balap atau
track bike. Dari sinilah awal ketertarikan Rangga pada
fixed gear muncul. “Saya tertarik mencari tahu, kok,
track bike itu tidak ada remnya,” kisahnya. Namun, Rangga baru benar-benar menjajal sepeda
fixie setelah seorang teman di sebuah forum penggemar sepeda sukses membangun sendiri sepeda
fixie. Padahal, saat itu belum ada yang menjual
spare part sepeda
fixie di Indonesia. “Dia bikin
part modifikasi sendiri,” jelas Rangga. Dia pun tergoda mencoba membuat sendiri
sepeda fixie-nya. Ia sempat kesulitan mencari
part untuk membangun sendiri sepedanya. Akhirnya, “Saya pertama kali mulai pakai sepeda
fixed gear itu pada tahun 2009,” kenang dia. Sensasi mendebarkan Rangga termasuk generasi pertama pengguna sepeda
fixie di Indonesia. Saat pertama kali menggunakan sepeda tanpa rem ini, belum banyak orang yang paham soal
fixed gear. Bahkan, dulu dia pernah meninggalkan sepedanya terparkir hanya digembok pada tiang lampu dalam waktu lama, dan sepeda itu tidak hilang. “Sekarang saya kalau naik sepeda
fixie sering didekati orang naik sepeda motor yang menanyakan harga sepeda
fixie saya,” tutur pria yang berprofesi sebagai arsitek ini. Menurut Rangga, itu terjadi lantaran sepeda
fixie sudah menjadi tren. Banyak penggemar baru yang menjajal rasanya menggoes sepeda
fixie. Salah satu penggemar baru sepeda
fixie ini antara lain Wawan Ardiansyah. Ia mengenal sepeda
fixie dari internet. “Saya kenal baru tiga bulan yang lalu,” ujar pemilik gerai ponsel di Jakarta ini. Wawan tertarik mengenal sepeda
fixie lantaran warnanya yang cantik dan terkesan imut. Setelah mengetahui lebih jauh soal sepeda
fixie, Wawan pun tertarik mengayuh sepeda ini. Ia lantas menyulap sepeda gunung miliknya menjadi sepeda
fixie. “Saya langsung tergoda untuk memodifikasi sepeda itu jadi
fixie,” tutur dia semangat. Bukan cuma Wawan yang tertarik pada sepeda
fixie lantaran warnanya. Penyanyi cantik Syahrini pun terpikat pada warna-warna cerah sepeda
fixie. Ia memiliki sepeda
fixie berwarna putih biru ngejreng. “Jadi
fashionable banget,” ujarnya. Ia membeli sepeda bermerek Cinelli Vigorelli tersebut seharga Rp 30 juta. Para penggemar sepeda
fixie juga menggandrungi sepeda satu ini lantaran sensasi mengendara yang menegangkan. Menurut Rangga, ada beberapa cara yang bisa digunakan untuk memperlambat atau menghentikan laju sepeda
fixie ini, mulai dari cara yang gampang sampai yang susah. “Misalnya dengan mengangkat sedikit ban belakang, kemudian ketika ban terangkat pedal diputar ke belakang. Ketika ban kembali menyentuh tanah muncul sentakan ke belakang yang bisa mengerem sepeda,” jelas Rangga. Cara yang paling mudah, si pengendara sepeda bisa mencoba memutar balik arah putaran pedal ke belakang. Cuma, melakukan cara ini juga tidak gampang, lo. Si pengendara sepeda butuh otot kaki yang kuat agar bisa membalik arah putaran pedal sepeda. Karena sulit melakukan pengereman inilah menggoes sepeda
fixie jadi mendebarkan. Apalagi buat orang yang pertama kali menggunakan sepeda
fixed gear ini. Coba saja dengar kisah Syahrini. Pasangan duet Anang Hermansyah ini mengisahkan, saat pertama kali mengayuh sepeda
fixie, jantungnya sampai berdebar tidak keruan. “Lutut saya sampai biru-biru karena terantuk pedal waktu mengerem sepeda,” kenang gadis 28 tahun ini sembari tertawa. Namun karena mengerem sepeda
fixie tidak gampang, mengendarai sepeda
fixie ini juga menjadi olahraga bagi pengendaranya. “Menggoes sepeda
fixie itu menantang saya untuk mengasah
skill supaya bisa mengerem dengan kekuatan kaki,” papar Temmy. Rangga menambahkan, mengendarai sepeda
fixie akan membuat si pengendara memahami kekuatan kaki mereka. Hentakan dan hal-hal lain yang terjadi pada roda akan dirasakan langsung oleh kaki si pengendara. “Jadi olahraga banget,” cetus Rangga. Menggoes fixie hingga sejauh 40 km Hal lain yang digemari dari sepeda
fixie, kebanyakan sepeda ini berbobot ringan. Alhasil, sepeda ini gampang diangkat dan dibawa. Ini bermanfaat kalau si pengendara sepeda harus menempuh medan yang mungkin sulit dilalui sepeda. Misalnya, ketika jalan terlalu menanjak sehingga tidak memungkinkan bagi si pengendara untuk mengayuh sepedanya melewati jalan tersebut. Dalam keadaan begini, pengendara bisa turun dan mengangkat sepedanya. Selain itu, perawatan juga cukup mudah. “Sepeda
fixed gear ini termasuk
low maintenance,” papar Rangga. Sepeda
fixie tidak memiliki rem, dus pengguna tidak perlu repot-repot menyetel rem secara teratur. Selain itu
parts sepeda
fixie juga lebih sedikit. Tidak perlu heran kalau kemudian banyak orang menyukai sepeda
fixie ini. Bahkan kini sudah banyak orang yang berani membawa sepeda
fixie turun ke jalan raya yang padat. Rangga, contohnya, rajin menggoes sepeda
fixie-nya melintasi Jakarta. Asal tahu saja, Rangga pernah menempuh jarak 30 kilometer (km) sampai 40 km dengan menggunakan sepeda
fixie. Toh dia tidak merasa hal itu melelahkan atau merepotkan. Justru Rangga merasa bersepeda membuat pikirannya menjadi tenang dan fokus. “Bersepeda itu membuat saya mendapat perspektif baru yang tidak saya dapat kalau naik mobil atau sepeda motor. Jadi, kalau ada kejadian jelek saat bekerja, saya bisa melupakannya,” tutur dia. Kalau Rangga biasa menggunakan sepeda
fixie untuk bekerja, beda lagi dengan Wawan. Biasanya dia lebih senang memakai sepeda
fixie untuk rekreasi bersama teman-temannya. Menurut Wawan, mengendarai sepeda
fixie terasa paling asyik bila dipakai menempuh jarak jauh bersama rombongan. Biasanya Wawan dan teman-temannya mengendarai sepeda dari tempat berkumpul di Petukangan ke Monas setiap Sabtu. “Bulan ini kami mau bersepeda ke Bogor,” tutur dia semangat. Sementara itu, Syahrini lebih suka menggoes sepeda
fixie sebagai sarana olahraga. “Jadi olahraga sekaligus kumpul bareng teman,” ungkap wanita kelahiran 1 Agustus 1982 ini. Rute Syahrini biasanya dimulai dari kawasan SCBD, Jakarta Selatan, kemudian lanjut ke daerah Jalan Sabang. Setelah itu Rini bersama teman-temannya balik SCBD dan makan siang di pusat perbelanjaan di sana. Syahrini pernah menggoes
fixie di malam hari. Biasanya Syahrini menggoes satu atau dua kali seminggu. Jadwal ini rutin dilakoni Syahrini sejak tiga bulan silam. Anda tertarik untuk ikut-ikutan menggoes sepeda
fixie? Kalau ingin menjajal asyiknya mengendarai sepeda ini, Anda harus memiliki sepedanya dulu. Anda bisa membeli sepeda jadi atau merakit sendiri. Kalau mau membeli sepeda jadi, Anda perlu merogoh kocek minimal sekitar Rp 2 juta sampai Rp 3 juta. Tapi kalau Anda mau sepeda
fixie yang bagus dan
vintage, Anda harus mau merogoh kocek sampai puluhan juta. Kalau Anda memilih membangun sepeda sendiri, ongkos yang dibutuhkan pun bervariasi. Yang paling sederhana, Anda perlu mengganti hub sepeda agar menjadi fixed gear. Biaya
part baru ini sekitar Rp 15.000 per unit. Kalau Anda memakai banyak
part, bisa jadi ongkos membangun sepeda
fixie ini mencapai jutaan.
Selain itu, kalau hendak membangun sendiri sepeda
fixie, Anda harus memperhitungkan apa yang akan Anda lakukan dengan sepeda
fixie ini nanti. Misalnya saja, Anda sudah harus mempertimbangkan rute mana yang bakal Anda lalui dengan sepeda itu. Ini penting lantaran sepeda
fixie tak memakai rem dan suspensi. Kalau jalur yang akan Anda lalui ada tanjakan dan turunan, Anda harus mempertimbangkan apakah bisa terus mengayuh sepeda saat menanjak atau mengerem saat turun. Ini akan berpengaruh pada onderdil yang harus Anda pasang di sepeda. “Membangun sepeda
fixie memaksa orang untuk menjadi bijak,” tutur Rangga. Satu lagi yang penting: “Kalau tidak mengerti, jangan malu bertanya sama yang sudah memakai,” cetus Rangga. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Test Test