Pabrik keju Indrakila yang dirintis Noviyanto di Boyolali mulai menunjukkan hasil. Meski belum maksimal, setidaknya bisa menampung sebagian susu sapi perah warga yang kerap terbuang.Dia harus berjibaku saat merintis usaha keju. Pria lulusan arsitektur dari Universitas Muhammadiyah Solo ini butuh tiga tahun hingga kejunya benar-benar bisa komersial dan mendapat lisensi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).Sejatinya, tekad kuat mendirikan pabrik keju juga dilatarbelakangi keterlibatan Noviyanto sebelumnya di Lembaga Donor Pemerintah Jerman bernama Deutscher Entwicklungsdient (DED). Lembaga ini masuk Boyolali untuk pelatihan bagi peternak soal pemanfaatan susu. Noviyanto menjadi asisten seorang ahli produksi olahan susu dari DED yang bernama Benjamin Siegl. "Lantaran terus mengikuti kegiatan Benjamin, saya banyak belajar cara mengolah susu menjadi keju," kisahnya. Selepas tugas DED pada 2009, Noviyanto bertekad merintis pabrik susu di Boyolali. Dengan tambahan modal dari 19 rekannya, ia mendirikan pabrik keju Indrakila. Ketika itu, modal yang terkumpul Rp 500 juta.Dari 20 investor pendiri pabrik keju Indrakila, Noviyanto pemegang modal terbesar. Maka, pembagian pendapatan dari pabrik keju pun menggunakan sistem bagi hasil antar investor.Asal tahu saja, ia bersama 19 rekannya tergabung dalam Forum for Economic Development and Employment Promotion (Fedep) Boyolali yang aktif mengembangkan potensi pertanian dan industri di Boyolali. Fedep telah mendirikan Koperasi Simpan Usaha (KSU) Boyolali dan beranggotakan 25 peternak dari Desa Karangjati, Boyolali. Lewat koperasi, Noviyanto saban hari mendapat suplai susu segar. Lewat koperasi pula, ia berupaya menekan fluktuasi harga susu segar hasil para peternak. "Sebelum ada KSU, harga susu bergantung pabrik," tuturnya.Selama ini, Noviyanto membeli susu segar dari peternak Rp 4.000 per liter. Ia mengklaim, harga beli ini di atas harga pabrik, yakni rata-rata Rp 3.000 per liter. Tiap hari, 500 liter susu dipasok ke pabrik keju Indrakila.Namun, belakangan bapak dua anak ini dihadapkan pada persoalan baru. Susu berkualitas baik jarang didapat. Soalnya, para peternak sapi meminta harga beli tinggi. “Kami kesulitan. Di saat bersamaan, pabrik susu berani membeli dengan harga lebih tinggi," bebernya. Noviyanto bilang, kenaikan harga ini sebenarnya bukan hanya menyulitkan dirinya, tetapi juga merepotkan peternak. Sebab, pabrik susu tidak wajib membeli susu dari peternak karena bisa meraih suplai dari berbagai tempat. "Saat tidak butuh, pabrik tidak beli, jika produksi melimpah, harga pun jatuh," katanya. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menjamin suplai susu lewat koperasi (2)
Pabrik keju Indrakila yang dirintis Noviyanto di Boyolali mulai menunjukkan hasil. Meski belum maksimal, setidaknya bisa menampung sebagian susu sapi perah warga yang kerap terbuang.Dia harus berjibaku saat merintis usaha keju. Pria lulusan arsitektur dari Universitas Muhammadiyah Solo ini butuh tiga tahun hingga kejunya benar-benar bisa komersial dan mendapat lisensi Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM).Sejatinya, tekad kuat mendirikan pabrik keju juga dilatarbelakangi keterlibatan Noviyanto sebelumnya di Lembaga Donor Pemerintah Jerman bernama Deutscher Entwicklungsdient (DED). Lembaga ini masuk Boyolali untuk pelatihan bagi peternak soal pemanfaatan susu. Noviyanto menjadi asisten seorang ahli produksi olahan susu dari DED yang bernama Benjamin Siegl. "Lantaran terus mengikuti kegiatan Benjamin, saya banyak belajar cara mengolah susu menjadi keju," kisahnya. Selepas tugas DED pada 2009, Noviyanto bertekad merintis pabrik susu di Boyolali. Dengan tambahan modal dari 19 rekannya, ia mendirikan pabrik keju Indrakila. Ketika itu, modal yang terkumpul Rp 500 juta.Dari 20 investor pendiri pabrik keju Indrakila, Noviyanto pemegang modal terbesar. Maka, pembagian pendapatan dari pabrik keju pun menggunakan sistem bagi hasil antar investor.Asal tahu saja, ia bersama 19 rekannya tergabung dalam Forum for Economic Development and Employment Promotion (Fedep) Boyolali yang aktif mengembangkan potensi pertanian dan industri di Boyolali. Fedep telah mendirikan Koperasi Simpan Usaha (KSU) Boyolali dan beranggotakan 25 peternak dari Desa Karangjati, Boyolali. Lewat koperasi, Noviyanto saban hari mendapat suplai susu segar. Lewat koperasi pula, ia berupaya menekan fluktuasi harga susu segar hasil para peternak. "Sebelum ada KSU, harga susu bergantung pabrik," tuturnya.Selama ini, Noviyanto membeli susu segar dari peternak Rp 4.000 per liter. Ia mengklaim, harga beli ini di atas harga pabrik, yakni rata-rata Rp 3.000 per liter. Tiap hari, 500 liter susu dipasok ke pabrik keju Indrakila.Namun, belakangan bapak dua anak ini dihadapkan pada persoalan baru. Susu berkualitas baik jarang didapat. Soalnya, para peternak sapi meminta harga beli tinggi. “Kami kesulitan. Di saat bersamaan, pabrik susu berani membeli dengan harga lebih tinggi," bebernya. Noviyanto bilang, kenaikan harga ini sebenarnya bukan hanya menyulitkan dirinya, tetapi juga merepotkan peternak. Sebab, pabrik susu tidak wajib membeli susu dari peternak karena bisa meraih suplai dari berbagai tempat. "Saat tidak butuh, pabrik tidak beli, jika produksi melimpah, harga pun jatuh," katanya. (Bersambung)Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News