DI INDONESIA, perhatian bagi pendidikan para tunanetra masih sangat rendah. Dari sekitar 9,7 juta tunanetra, lebih dari 90% di antaranya belum bisa membaca huruf braile. Makanya, hanya sedikit penyandang tuna netra yang berpendidikan tinggi. Ada banyak penyebabnya. Pertama, buku-buku bacaan yang dicetak dalam huruf braile masih sangat jarang. Kertasnya juga sangat tebal, sehingga buku bacaan dalam huruf braile cenderung berat dan menyusahkan. Kedua, ongkos cetak buku braile tidak murah. Alhasil, harga buku braile menjadi mahal. Sebagai informasi, kini salah satu lembaga yang memiliki printer braile adalah Universitas Indonesia. Harganya masih sekitar Rp 90 juta per unit. Berangkat dari keinginan mengentaskan buta huruf braile di kalangan tunanetra, sekelompok mahasiswa Universitas Bina Nusantara membuat alat portabel untuk menampilkan buku elektronik (e-book) dalam huruf braile. Namanya My Learning Module (MLM) for the Blind. Para mahasiswa cerdas itu antara lain Rico Wijaya, Eric Taurino Chandra, dan Yudhi. Ketiganya mengerjakan alat itu sebagai bahan ujian akhir di bawah bimbingan Rudi Susanto. "Harapan kami, alat ini bisa berguna bagi para tunanetra sekaligus menjadi peluang bisnis di masa depan," ujar Rico. Sebab, menurut Rico, saat ini riset ke arah pengembangan alat braile display masih kurang. Apalagi untuk jenis yang mudah dijinjing seperti MLM for the Blind. Sebenarnya kini sudah ada alat untuk membaca braile secara elektronik. Bentuknya komputer (PC) buat tunanetra. Dengan alat itu, para tunanetra bisa mengetik huruf braile dan bisa membacanya melalui bantuan suara. "Tapi PC tunanetra kan tidak bisa dibawa ke mana-mana. Nah, alat ini diciptakan untuk mengurangi ketergantungan pada PC dan mengurangi penggunaan buku berhuruf braile yang berat," jelas Rico. Fungsi dasar MLM ini adalah untuk membaca dokumen yang disimpan dalam multi media card (MMC). Alat ini bisa mengonversi isi data dalam kartu memori itu ke huruf braile. Dokumen itu harus disimpan dalam bentuk teks atau dokumen komputer dengan ekstensi nama txt (*.txt). Kapasitas MMC tidak boleh lebih dari 2GBGB. Pengoperasiannya, MMC tinggal dicolokkan ke dalam alat dan otomatis alat itu akan mengubah isi dokumen itu ke dalam braile. "Konversi ini dilakukan melalui sebuah micro controller yang berfungsi layaknya PC. Hasil konversi lantas ditampilkan dalam braile display," terang Rico. Alat ini mampu menampilkan 42 karakter huruf braile dengan format enam titik dalam layar braile. Dua karakter braile pertama menunjukkan nomor baris. Sementara 40 karakter berikutnya menunjukkan isi dokumen. Alhasil, seorang tuna netra harus menggunakan dua tangannya, terutama jari telunjuk dan jari tengahnya untuk membaca isi braile display. "Alat ini mampu bertahan selama 10 jam dengan sokongan baterai AAAA berjumlah enam buah," imbuh Rico. Sayang, alat yang dipamerkan pada ajang Pameran Ekonomi Kreatif 2009 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta pekan lalu ini masih terkendala harga braile sel yang mahal. Braile sel merupakan perangkat untuk menampilkan karakter huruf braile. Harga braile sel ini sekitar US$ 700. Braile sel pun baru dibuat di Jerman. "Jadi jangan heran kalau harga satu unit MLM ini sampai Rp 30 jutaan," ujar Rico lagi. Tapi, Rico bilang saat ini sudah ada beberapa pihak yang tertarik untuk menjalin kerjasama dengannya. "Semoga dalam waktu dekat alat ini bisa diproduksi secara massal," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News Menjaring Peluang lewat E-book Braile
DI INDONESIA, perhatian bagi pendidikan para tunanetra masih sangat rendah. Dari sekitar 9,7 juta tunanetra, lebih dari 90% di antaranya belum bisa membaca huruf braile. Makanya, hanya sedikit penyandang tuna netra yang berpendidikan tinggi. Ada banyak penyebabnya. Pertama, buku-buku bacaan yang dicetak dalam huruf braile masih sangat jarang. Kertasnya juga sangat tebal, sehingga buku bacaan dalam huruf braile cenderung berat dan menyusahkan. Kedua, ongkos cetak buku braile tidak murah. Alhasil, harga buku braile menjadi mahal. Sebagai informasi, kini salah satu lembaga yang memiliki printer braile adalah Universitas Indonesia. Harganya masih sekitar Rp 90 juta per unit. Berangkat dari keinginan mengentaskan buta huruf braile di kalangan tunanetra, sekelompok mahasiswa Universitas Bina Nusantara membuat alat portabel untuk menampilkan buku elektronik (e-book) dalam huruf braile. Namanya My Learning Module (MLM) for the Blind. Para mahasiswa cerdas itu antara lain Rico Wijaya, Eric Taurino Chandra, dan Yudhi. Ketiganya mengerjakan alat itu sebagai bahan ujian akhir di bawah bimbingan Rudi Susanto. "Harapan kami, alat ini bisa berguna bagi para tunanetra sekaligus menjadi peluang bisnis di masa depan," ujar Rico. Sebab, menurut Rico, saat ini riset ke arah pengembangan alat braile display masih kurang. Apalagi untuk jenis yang mudah dijinjing seperti MLM for the Blind. Sebenarnya kini sudah ada alat untuk membaca braile secara elektronik. Bentuknya komputer (PC) buat tunanetra. Dengan alat itu, para tunanetra bisa mengetik huruf braile dan bisa membacanya melalui bantuan suara. "Tapi PC tunanetra kan tidak bisa dibawa ke mana-mana. Nah, alat ini diciptakan untuk mengurangi ketergantungan pada PC dan mengurangi penggunaan buku berhuruf braile yang berat," jelas Rico. Fungsi dasar MLM ini adalah untuk membaca dokumen yang disimpan dalam multi media card (MMC). Alat ini bisa mengonversi isi data dalam kartu memori itu ke huruf braile. Dokumen itu harus disimpan dalam bentuk teks atau dokumen komputer dengan ekstensi nama txt (*.txt). Kapasitas MMC tidak boleh lebih dari 2GBGB. Pengoperasiannya, MMC tinggal dicolokkan ke dalam alat dan otomatis alat itu akan mengubah isi dokumen itu ke dalam braile. "Konversi ini dilakukan melalui sebuah micro controller yang berfungsi layaknya PC. Hasil konversi lantas ditampilkan dalam braile display," terang Rico. Alat ini mampu menampilkan 42 karakter huruf braile dengan format enam titik dalam layar braile. Dua karakter braile pertama menunjukkan nomor baris. Sementara 40 karakter berikutnya menunjukkan isi dokumen. Alhasil, seorang tuna netra harus menggunakan dua tangannya, terutama jari telunjuk dan jari tengahnya untuk membaca isi braile display. "Alat ini mampu bertahan selama 10 jam dengan sokongan baterai AAAA berjumlah enam buah," imbuh Rico. Sayang, alat yang dipamerkan pada ajang Pameran Ekonomi Kreatif 2009 di Jakarta Convention Center, Senayan, Jakarta pekan lalu ini masih terkendala harga braile sel yang mahal. Braile sel merupakan perangkat untuk menampilkan karakter huruf braile. Harga braile sel ini sekitar US$ 700. Braile sel pun baru dibuat di Jerman. "Jadi jangan heran kalau harga satu unit MLM ini sampai Rp 30 jutaan," ujar Rico lagi. Tapi, Rico bilang saat ini sudah ada beberapa pihak yang tertarik untuk menjalin kerjasama dengannya. "Semoga dalam waktu dekat alat ini bisa diproduksi secara massal," ujarnya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News