Menjelajahi sisi lain pariwisata Wakatobi



TERUMBU karang di Kepulauan Wakatobi, Sulawesi Tenggara mungkin sudah familiar di telinga para pejalan. Namun jauh di balik itu semua, keindahan di Wakatobi tak sekadar ada di bawah perairannya. Keempat pulau terbesarnya, Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko juga menyimpan pesona tak kalah indah.

Saya mengelilingi keempat pulau terbesar di Wakatobi bersama rombongan dari Ekspedisi Liwuto Pasi. Masih banyak orang belum mengetahui bahwa Wakatobi merupakan kumpulan pulau-pulau. Apakah Anda salah satunya? Sebagai informasi saja, Wakatobi merupakan akronim dari empat pulau terbesar yakni Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan Binongko. Wakatobi terletak pada segitiga terumbu karang bersamaan dengan perairan Malaysia, Papua Nugini, Filipina, Timor Leste, serta Kepulauan Solomon.

Sejak tahun 2007, World Wildlife Fund menjadikan terumbu karang sebagai salah satu prioritas konservasi utama kehidupan maritim. Kerajaan ikan yang terbentang di enam negara, termasuk Indonesia, didiami lebih dari 3.000 spesies ikan, 600 jenis koral atau setara 75 persen terumbu karang di dunia. Sedangkan terumbu karang di kawasan Wakatobi mencakup lebih dari 50 persen terumbu karang dunia.


"Menyelam dan melihat terumbu karang di Wakatobi, maka sama saja telah melihat 3/4 koral di dunia," ujar Kepala Dinas Pariwisata dan Ekonomi Kreatif Kabupaten Wakatobi, Nadar.

Ya, benar sekali. Wakatobi selalu identik dengan pesona terumbu karangnya. Walau terkadang, orang-orang terlalu memuja suatu destinasi meskipun belum pernah mengunjungi. Hanya berbekal foto yang telah banyak tersebar, atau membaca blog perjalanan, orang kerap menggeneralisasikan bahwa pesona Wakatobi hanya ada di bawah laut saja. Snorkeling dan diving merupakan tujuan utama pejalan ketika berkunjung ke salah satu wilayah Amazon of the Seas, sebutan lain dari Segitiga Terumbu Karang.

Sebenarnya, ketika berkunjung ke Wakatobi dan hanya menikmati pesona bawah airnya, dapat diibaratkan Anda hanya berkunjung ke pekarangan rumah seorang sahabat saja. Ibaratkan Wakatobi sebagai rumah sahabat, jika ingin semakin dekat dengan sahabat, tentu kita tidak hanya berkunjung di pekarangan rumah saja bukan? 

Dalami pesona Wakatobi dengan lebih menyelami kebudayaan serta kearifan lokal masyarakatnya. Anda tidak akan menyesal, justru akan jatuh hati. Keramahan masyarakat serta keunikan cara hidup yang jarang Anda temui di perkotaan akan menjadi hiburan tersendiri.

Masyarakat Wakatobi begitu dekat dan menjaga pesisir pantai serta perairan lautnya. Mereka selalu sadar untuk menjaga kelestarian lingkungan bawah laut. Kelestarian terumbu karang Wakatobi yang terus terjaga merupakan hasil jerih payah warganya.

Menurut Adit, salah satu pekerja kreatif atau seniman Ekspedisi Liwuto Pasi, terumbu karang di Kepulauan Seribu sama saja dengan di Wakatobi. Bedanya kearifan lokal masyarakat yang tetap berpegang teguh menjaga keindahan terumbu karang. "Wakatobi sama saja dengan Kepulauan Seribu, tapi sebenarnya seribu kali lebih keren," ujar Adit.

Anda ingin berwisata di satu kawasan yang lengkap menyajikan berbagai keindahan alam dan kebudayaan lokal, maka kunjungi Wakatobi. Anda penikmat sunset dan sunrise? Wakatobi adalah lokasi yang menawan untuk menyaksikan terbit dan tenggelamnya sang surya. Salah satu spot terbaik menikmati matahari terbit dan tenggelam ialah Puncak Kahyangan di Pulau Tomia. Di ketinggian ini, Anda dapat menyaksikan keindahan Pulau Tomia serta menjelajahi benteng Patua, benteng pertahanan terluar Kerajaan Buton. 

"Ada juga Puncak Waumpale. Di puncak ini, bisa melihat sunset dan sunrise sekaligus," ujar Camat Tomia, La Ode Safifhudin, ditemui saat acara Festival Makanan salah satu rangkaian Ekspedisi Liwuto Pasi (28/11). Ia juga menambahkan, ada beberapa goa indah yang bahkan belum tersentuh manusia, seperti Goa Liatiti. "Goa ini menarik dan misterius. Ukurannya 50 x 50 meter dengan kedalaman 50 meter, bentuknya seperti sumur," tambahnya.

Selain keindahan alam di daratan, Anda juga dapat melihat aktivitas unik yang hanya dilakukan masyarakat Wakatobi. Anak-anak yang bermain di pinggir pantai, menganggap pesisir sebagai lapangan bermain. (Elisabeth Novina)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa