Menjual Keunikan Amarta Hingga ke Manca Negara



furnitureamarta_dokddb-worMebel jelas bukan bisnis baru. Sudah lama sekali orang melakoni bisnis ini. Jumlah pemainnya pun bukan main banyaknya. Jenis mebel yang kini ada di pasar pun sudah sangat beragam. Kualitas dan harganya pun bisa disesuaikan dengan selera dan kemampuan pembeli. Semua ini menunjukkan betapa ketatnya persaingan di bisnis mebel. Toh, hal itu bukan halangan bagi Gatot Mujiana, pemilik Amarta Furniture meraih sukses di bisnis ini. Dengan kreativitas dan kemampuanya berinivasi, Gatot mampu meraih sukses di bisnis mebel. Gatot mengaku, mebel menjadi pilihan bisnis terakhirnya. Sebelumnya dia pernah mencoba berbagai bisnis. Di antaranya, beternak itik dan katering. Namun bukannya untung, Gatot malah buntung alias merugi. Sebab, ia tidak begitu pandai mengelola bisnis-bisnisnya itu. Tahun 1995 adalah awal Gatot berkecimbung di bisnis mebel. Langkahnya memasuki bisnis ini didasari pemikiran bahwa setiap orang pasti membutuhkan mebel, di mana pun, dan kapan juga. Dengan demikian, pasarnya tidak akan pernah surut. Kebetulan, pria berusia 44 tahun ini memiliki darah seni yang kental. Ia aktif di bidang kesenian di tanah kelahirannya Yogyakarta. Berbekal darah seni itu, dia menghasilkan kreasi furnitur yang tidak biasa. Mebel buatannya berbentuk unik dan mengikuti alur kayu, tidak melulu mengikuti pakem seperti kebanyakan furnitur lain. Dus, model furnitur Amarta juga mengikuti selera pasar. Lagipula, ia telah memiliki latar belakang berbisnis mebel karena sebelumnya pernah bekerja di perusahaan ekspor mebel selama satu tahun. "Dari situ saya sudah memiliki celah untuk mendapat rekanan dari luar negeri," ujarnya. Dengan berbekal pengalaman bisnis mebel dan juga darah seni yang ia miliki, Gatot mulai membuat aneka mebel, seperti meja, kursi serta, dan lemari. Gatot memulai bisnis mebelnya dengan modal awal Rp 8 juta dan mempekerjakan tujuh pegawai. Gatot melakukan tes pasar dengan menitipkan mebel buatannya ke temannya yang sudah lebih dulu jadi penyalur mebel ke luar negeri. Ternyata berhasil. Tak butuh waktu lama, ia mendapat pesanan 24 set mebel dari Singapura. "Waktu itu saya mengirim satu kontainer penuh dengan nilai kontrak Rp 80 juta," kenangnya. Gatot kian percaya diri menciptakan mebel berkualitas. Ia merakit sendiri mesin-mesin pemotong untuk pembuatan mebel. Agar mebelnya semakin dikenal publik, Gatot rajin mengikuti pameran di Jakarta sambil memasarkan produknya melalui internet. "Dalam dua bulan saya sudah memiliki 70 pegawai," tuturnya. Gatot juga memiliki jejaring dengan para pengrajin di beberapa daerah di Jawa Timur, seperti Blora, Ngawi, dan Bojonegoro. "Jadi kalau tiba-tiba ada pesanan banyak, kami bisa dengan cepat mengerahkan pengrajin di daerah memasok," ujarnya. Gatot mengklaim, mebelnya unik dan berkualitas bagus. Ia memakai kayu jati dan mahoni dari Wonosari. Beberapa tahun terakhir, Gatot lebih fokus membuat mebel berukuran kecil untuk pajangan, walau masih membuat furnitur berukuran besar. "Permintaan di luar negeri saat ini lebih banyak untuk pajangan," ujarnya. Ia membanderol furnitur pajangan dengan harga Rp 25.000-Rp 370.000 per buah. Harga mebel kecil sampai besar sekitar Rp 250.000-Rp 3,5 juta. Saat ini produknya sudah diekspor ke Jerman, Belanda, Belgia, dan Inggris. Gatot bisa mengirim hingga tiga kontainer mebel per bulan. Omzetnya sebulan bisa mencapai Rp 300 juta. Dari omzet sebanyak itu, Gatot menikmati laba bersih sekitar 25%.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Uji Agung Santosa