KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Kementerian Perdagangan mengungkapkan, pelaku usaha wajib memberikan ganti rugi kepada konsumen jika menjual ponsel ilegal yang tidak terdaftar di pemerintah. Kemendag juga akan memberikan sanksi tegas bagi pedagang yang masih menjual ponsel Black Market (BM) saat berlakunya penerapan pemblokiran IMEI (International Mobile Equipment Identity) pada 18 April mendatang. Direktur Pengawasan Barang Beredar dan Jasa Kemendag Ojak Simon Manurung mengatakan, akan ada sanksi administratif berupa perintah penarikan dan pelarangan dagang serta pencabutan izin berdagang bagi siapa saja yang berani menjual ponsel BM. Hal itu telah diatur dalam UU Perlindungan Konsumen.
"Bagaimana ganti rugi apabila konsumen membeli perangkat yang ternyata tidak valid atau tidak teregistrasi. Sebenarnya ada di UU Perlindungan Konsumen. Terkait sanksi Permendag No.73, dapat dikenakan sanksi yang pertama perintah penarikan dan pelarangan barang dan kedua bisa pencabutan izin," ujar Ojak saat video conference, Rabu (15/4). Selain itu Ojak menerangkan, pada pasal 19 ayat (1) UU Perlindungan Konsumen menyatakan Pelaku usaha bertanggung jawab memberikan ganti rugi atas kerusakan, pencemaran, dan/atau kerugian konsumen akibat mengkonsumsi barang dan/atau jasa yang dihasilkan atau diperdagangkan. Ojak menjelaskan, ganti rugi sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dapat berupa pengembalian uang atau penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya, atau perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan yang sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Pihaknya sudah melakukan sosialisasi dan edukasi kepada distributor konvensional untuk memastikan ponsel yang diterima dari produsen atau importir sudah terdaftar di Kemenperin. Selain itu, dia mengaku pihaknya juga telah meminta Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) untuk meminta pernyataan kepada pedagang bahwa perangkat yang dijual sudah teregistrasi. "Untuk pedagang konvensional dan online itu pemberlakuannya sama. Jadi mereka juga harus mengikuti ketentuan pendaftaran, ketentuan pencantuman IMEI pada barang atau kemasan. Terkait dengan label, dia harus mencantumkan pada kemasan," ujarnya. Di sisi lain, Ojak mengatakan pihaknya juga sudah menyiapkan sejumlah peraturan untuk mendukung pelaksanaan IMEI. untuk mendukung implementasi pemblokiran IMEI ini, Kemendag memiliki dua aturan pendukung yaitu pertama, Permendag No 78 terkait yang mengatur produsen atau importir wajib melakukan pendaftaran barang, seperti ponsel, komputer genggam, dan komputer tablet dengan mencantumkan IMEI pada barang atau kemasan. Ojak menambahkan Permendag 78/2019 mewajibkan produsen, importir, agen, sub agen, distributor, sub distributor, dan pengecer menjamin IMEI teregistrasi dana tervalidasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Kedua, dia mengatakan Permendag Nomor 79/2019 mengatur bahwa produsen atau pelaku usaha wajib mencantumkan IMEI pada kemasan. Peraturan itu guna memberikan kesempatan bagi konsumen untuk memastikan validitas IMEI pada barang yang hendak dibeli melalui situs Kementerian Perindustrian.
Dalam Permendag 79/2019 juga mewajibkan produsen/importir mencantumkan label bahasa Indonesia. "Jadi petugas pengawas juga bisa mengecek, apakah IMEI-nya ini benar-benar sudah valid atau teregistrasi," ujarnya. Adapun untuk sanksi yang diberlakukan, pelaku usaha dapat dikenakan sanksi berupa perintah penarikan dan pelarangan memperdagangkan barang jika tidak mencantumkan IMEI. Selain itu, pelaku usaha akan dicabut izinnya jika tidak mematuhi berbagai ketentuan yang diatur dalam Permendag. "Terkait dengan sanksi, perangkat wajib ditarik dari peredaran apabila IMEI pada perangkat tidak teregistrasi dan tervalidasi sesuai dengan ketentuan. Produsen, importir, atau pelaku usaha yang tidak ponsel ilegal atau tidak teregistrasi, maka akan dikenakan sanksi administrasi sampai pencabutan izin usaha," kata Ojak. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Noverius Laoli