Menjual teh berbeda kemasan untuk mendongkrak penjualan



Untuk menjaring pelanggan, PT Gunung Subur menjual produk teh dengan warna kemasan yang berbeda di setiap daerah pemasarannya. Perusahaan ini juga mengubah jalur distribusi dari pasar tradisional ke langsung ke warung. Cara ini sukses mendongkrak penjualan.Gencarnya produsen minuman teh memasarkan produk teh celup, rupanya tidak membuat teh tubruk kehilangan peminat. Hingga saat ini teh tubruk masih memiliki pesona tersendiri. Bagi sebagian orang, teh tanpa penyaring kertas ini memiliki rasa dan keharuman yang lebih maknyus dibandingkan dengan teh celup.Jangan heran, jika persaingan bisnis teh tubruk juga terbilang ketat. Kini, sudah tidak terhitung lagi produsen yang memproduksi teh tubruk. Sebut saja, teh cap Gopek, Bandulan, Botol, Tong Tji, dan Bendera. Dalam menjaring pasar, persaingan antarprodusen teh, bukan lagi dilakukan secara nasional, tapi lebih ke lokal per kota. Di wilayah Sumatra, misalnya, teh Bendera bisa menjadi penguasa pasar. Tapi di Surabaya, Jawa Timur, teh Bandulan yang masih menjadi favorit penduduk. Dus, strategi pemasaran yang jitu adalah faktor kunci keberhasilan produsen teh tubruk memasarkan produknya. Langkah ini pula yang dilakukan PT Gunung Subur di Solo, Jawa Tengah. Produsen teh tubruk yang produknya terkenal dengan merek Kepala Djenggot ini, memiliki kiat khusus dalam menjaring pelanggan. Salah satunya, melakukan pendekatan yang bersifat lokal dengan melabeli kemasan teh favorit di daerah tertentu. Contohnya di Solo, Jawa Tengah, Gunung Subur melabeli teh tubruknya dengan merek Gardoe. "Di sana, masyarakat menggemari teh yang kemasannya biru. Karena itu, kami lebih banyak menjual teh dengan kemasan tersebut," kata Sugiarto, Sales Supervisor PT Gunung Subur untuk wilayah Jakarta dan sekitarnya. Menurut Sugiarto, Teh Gardoe sengaja mengemas produknya dengan berbagai warna bungkusan, seperti hijau, biru, atau ungu. Melalui strategi ini, teh Gardoe bisa merebut beberapa pasar di daerah. "Di pasar Solo dan Sragen, kami sudah menguasai pasar," kata Sugiarto. Sementara di Yogyakarta, meski belum sukses menjadi penguasa pasar, penjualan teh Gardoe sudah mampu mengimbangi merek teh paling top di wilayah itu. Gunung Subur memang telah memahami permintaan pasar di masing-masing daerah. Makanya, tak semua produk Gunung Subur bisa ditemui di satu toko. Contohnya, teh tubruk dengan warna kemasan biru, belum tentu dijual di warung atau toko yang sama dengan teh kemasan hijau. Bukan cuma kemasan, rasa juga disesuaikan dengan lidah penduduk setempat. Ada teh dengan kepekatan lebih, ada pula teh yang mengandalkan keharuman.Di Jakarta, teh tubruk buatan Gunung Subur sudah beredar sejak satu setengah tahun lalu. Namun, di Ibukota responsnya kurang positif karena kurang dikenal. Karenanya, Gunung Subur menjual teh tubruk dengan merek Kepala Djenggot. Merek teh ini memang lebih dikenal di Jakarta dan sekitarnya. Maklum, menjual teh tubruk bermerek Kepala Djenggot akan lebih gampang dikenal konsumen dibandingkan merek Teh Gardoe.Namun, penggunaan merek tak langsung membuat penjualan teh tubruk Kepala Djenggot naik. "Di pasar tradisional sepertinya hanya ditimbun," kata Sugiarto. Pasalnya, merek teh yang lebih kesohor di wilayah ini adalah teh cap Botol.Itu sebabnya, Gunung Subur ganti strategi dengan mengubah jalur distribusi teh tubruk dari pasar tradisional langsung ke end user seperti warung makan. Strategi ini terbukti jitu. "Kontribusi terhadap total penjualannya mencapai 10% dari sebelumnya hanya sekitar 2%-3%," kata Sugiarto.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Tri Adi