Menkeu: Batas atas SBN di pasar perdana mencapai Rp 242 triliun



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani menyampaikan Bank Indonesia (BI) perlu menyerap surat utang dalam surat berharga negara di pasar perdana hingga Rp 242 triliun.

Kendati begitu, Sri Mulyani menegaskan langkah tersebut bisa diambil apabila kapasitas pasar dalam menyerap surat utang yang diterbitkan pemerintah ternyata tidak memadai.

“BI diperkirakan dibutuhkan masuk sekitar Rp 106 triliun-Rp 242 triliun. Tapi jika kapasitas market abosrb tidak memadai sama dengan kondisi 2018-2019,” kata Menkeu dalam Rapat Kerja (Raker) dengan Komisi XI DPR RI, Rabu (6/5).


Baca Juga: Gubernur BI: BI mati-matian menstabilkan rupiah

Padahal dalam Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan Untuk Penanganan Pandemi Corona Virus Disease (Covid-19)yang sudah memperoleh kesepakatan pemerintah, BI hanya diperbolehkan membeli maksimal 25% dari kebutuhan.

Sehingga, kewenangan BI dalam membeli SBN di pasar perdana, untuk pembiayaan umum sebagai above the line maksimal sebesar Rp 125 triliun.

Kendati begitu, Sri Mulyani menjelaskan angka tersebut merupakan batas bawah. “Angka angka ini Rp 125 dari BI. Atau kami rangenya Rp 106 triliun-Rp 242 triliun, itulah kami bayar dengan market rate. Tentu dengan suku bunga sama karena memang BI mengikuti lelang itu menggunakan mekanisme market  bahkan green shoe dan private placement referensinya dari market” ujar Menkeu.

Di sisi lain, Menkeu bilang bisa defisit fiskal sebesar 5%, maka dibutuhkan pembiayaan utang sebesar Rp 1.006,4 triliun, sehingga ada kenaikan Rp 654,6 triliun dari pagu sebelumnya.

Baca Juga: Sri Mulyani ungkapkan PSBB akan dibuka bertahap, tapi tergantung hasil tes massal

Setali tiga uang, dari defisit ini, pemerintah membutuhkan pembiayaan sebesar Rp 856,8 triliun, termasuk pembiayaan SBN dan SBSN jatuh tempo tahun ini. Namun, Sri Mulyani menegaskan strategi pembiayaan tahun 2020 akan mengoptimalkan sumber pembiayaan utang dan non utang. 

Dari sisi pembiayaan non utang berasal dari pemanfaatan saldo anggaran lebih (SAL) mencapai Rp 70,64 triliun, pos dana abadi pemerintah, dan dana yang bersumber dari Badan Layanan Umum.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto