Menkeu dan Mendagri Terbitkan SEB, APBD 2026 Wajib Prioritaskan Belanja Wajib



KONTAN.CO.ID – JAKARTA. Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa bersama dengan Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menerbitkan Surat Edaran Bersama (SEB) yang ditujukan kepada seluruh kepala daerah di Indonesia, terkait penggunaan anggaran daerah di 2026.

Dalam SEB Nomor SE-3/MK.08/2025 dan Nomor 900.1.1/9902/SJ yang ditetapkan pada 9 Desember 2024 tersebut, ditujukan kepada Gubernur, Bupati atau Walikota di seluruh Indonesia, mengatur tentang pemenuhan belanja yang bersifat wajib dan mengikat pada APBD tahun anggaran 2026.

“Sehubungan dengan telah ditetapkan alokasi transfer ke daerah (TKD) Tahun Anggaran (TA) 2026 bagi pemerintah daerah maka ditetapkan sebagai berikut,” tulis SEB tersebut, dikutip Jumat (26/12/2025).


APBN Tahun Anggaran 2026 diarahkan untuk mendukung program-program prioritas pemerintah dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, mengurangi tingkat pengangguran dan kemiskinan, meningkatkan kesejahteraan masyarakat di seluruh daerah, serta memperkuat sinergi belanja pemerintah pusat dan daerah.

Baca Juga: Konglomerat Nunggak Pajak, Ditjen Pajak Menyita Aset Milik Wajib Pajak

Adapun belanja negara dalam APBN 2026 terdiri dari belanja pusat yang diantaranya dialokasikan sebesar Rp 1.377,9 triliun untuk mendanai program prioritas strategis pemerintah, dan belanja TKD sebesar Rp 693 triliun untuk memenuhi belanja pegawai dan operasional pemerintah daerah.

Dalam surat edaran tersebut disebutkan, terkait dengan itu, untuk belanja daerah yang berasal dari TKD TA 2026 yang telah ditentukan penggunaannya dianggarkan dan dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Sedangkan, belanja daerah yang berasal dari TKD TA 2026 yang tidak ditentukan penggunaannya dianggarkan dan dilaksanakan dengan memprioritaskan pemenuhan belanja yang bersifat wajib dan belanja yang bersifat mengikat sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan, serta belanja yang bersifat dukungan terhadap Program Prioritas Pemerintah.

Belanja yang bersifat wajib merupakan belanja untuk terjaminnya kelangsungan pemenuhan pendanaan pelayanan dasar masyarakat antara lain pendidikan, kesehatan, dan kewajiban lainnya sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan antara lain pembayaran iuran pensiun, pembayaran iuran jaminan kesehatan, cicilan pokok dan bunga pinjaman, alokasi dana desa, dan kewajiban kepada pihak ketiga.

Baca Juga: Para Konglomerat Menunggak Pajak, Ditjen Pajak Blokir 33 Rekening Bank

Untuk belanja yang bersifat mengikat merupakan belanja yang dibutuhkan secara terus menerus dan harus dialokasikan oleh Pemerintah Daerah dengan jumlah yang cukup untuk keperluan setiap bulan dalam tahun anggaran berkenaan, seperti belanja pegawai, dan belanja barang dan jasa untuk pemeliharaan dan kebutuhan operasional pemerintahan sesuai dengan peraturan perundang-undangan.

Kemudian, belanja yang bersifat dukungan terhadap Program Prioritas Pemerintah karena tidak ditentukan penggunaannya saat penganggaran dan harus digunakan untuk belanja bersifat wajib maupun mengikat, merupakan belanja untuk mendukung program seperti Makan Bergizi Gratis, Koperasi Merah Putih, Subsidi, Preservasi Jalan dan Jembatan, Perumahan, serta Sekolah Rakyat.

Lebih lanjut, dalam rangka pemenuhan belanja yang bersifat wajib dan belanja yang meningkat, pemerintah daerah diminta untuk melakukan efisiensi dan pengalihan dari alokasi belanja yang tidak prioritas.

Diantaranya, pertama, belanja kegiatan yang bersifat seremonial, kajian, studi banding, percetakan, publikasi, dan seminar/focus group discussion.

Kedua, belanja perjalanan dinas atau belanja lainnya yang bersifat pendukung dan tidak memiliki output yang tertukar, dan ketiga belanja hibah dalam bentuk uang, barang maupun jasa termasuk kepada instansi vertikal.

Selanjutnya, pemerintah daerah juga diminta untuk optimalisasi Pendapatan Asli Daerah (PAD) dengan melakukan, ekstensifikasi, intensifikasi, dan inovasi tata kelola PAD dengan berorientasi mendorong pertumbuhan dan kemajuan kegiatan perekonomian di daerah guna memperluas dan memperkuat basis PAD secara berkelanjutan.

Pemerintah daerah juga diminta agar meningkatkan basis data potensi penerimaan pajak daerah retribusi daerah berdasarkan kajian potensi penerimaan pendapatan daerah dengan tetap mempertimbangkan tingkat kemampuan membayar masyarakat.

Kedua menteri juga membuat pedoman dalam rangka penyusunan APBD TA 2026 dalam SEB itu sebagaimana berikut ini:

1.  Kepala Daerah dan DPRD wajib melaksanakan penyusunan APBD TA 2026 sesuai dengan matriks Tahapan dan Jadwal Proses Penyusunan APBD sebagaimana tertuang dalam pedoman penyusunan APBD TA 2026

2. Untuk memenuhi amanat ketentuan peraturan perundang-undangan yang penyesuaian penerimaan dan/atau pengeluaran dalam rancangan Perda tentang APBD TA 2026, Kepala Daerah dan DPRD agar memasukan substansi penyesuaian tersebut dalam masa pembahasan rancangan Perda tentang APBD.

3. Pemerintah Daerah wajib menyampaikan laporan rencana defisit APBD TA 2026 kepada Menteri Keuangan dan Menteri Dalam Negeri. Dalam hal rencana defisit APBD tersebut dibiayai melalui Pembiayaan Utang Daerah dan melebihi batas maksimal yang telah ditetapkan oleh Menteri Keuangan, Kepala Daerah wajib mengajukan permohonan persetujuan pelampauan batas maksimal defisit APBD kepada Menteri Keuangan.

4. Persetujuan Bersama DPRD dan Kepala Daerah terhadap Ranperda APBD TA 2026 paling lambat 1 (satu) bulan sebelum dimulainya TA berkenaan atau 30 November 2025, untuk selanjutnya dievaluasi sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan dan ditetapkan paling lambat 31 Desember 2025.

Dalam rangka mendorong pertumbuhan ekonomi, Pemerintah Daerah melakukan penguatan iklim investasi dengan memberikan kemudahan perizinan berusaha, meningkatkan pelayanan publik, serta menjaga kepastian hukum dan stabilitas pada masing-masing daerah.

Dalam SEB itu juga diperingatkan bahwa Peraturan Menteri Keuangan (PMK) mengenai penetapan Kurang Bayar/Lebih Bayar Dana Bagi Hasil (KB/LB DBH) pada TA 2026 merupakan pengakuan utang dan piutang antara Pemerintah Pusat dengan Pemerintah Daerah, sehingga penganggaran KB/LB DBH dalam APBD TA 2026 belum dapat dilakukan. Penganggaran KB/LB DBH dalam APBD TA 2026 baru dapat dilakukan apabila Keputusan Menteri Keuangan (KMK) mengenai penyelesaian KB/LB DBH pada TA 2026 ditetapkan.

Gubernur sebagai Wakil Pemerintah Pusat di Daerah melakukan evaluasi kepada Pemerintah Kabupaten/Kota di wilayah masing-masing terkait pelaksanaan surat edaran ini melalui rancangan Peraturan Daerah APBD TA 2026.

Baca Juga: THR dan Gaji ke-13 ASN Daerah Cair pada Akhir Tahun, Kemenkeu: Untuk Jaga Daya Beli!

Selanjutnya: Ketidakpastian Makroekonomi Global Bayangi Prospek Pasar Kripto Tahun 2026

Menarik Dibaca: Ramalan Zodiak Keuangan dan Karier Besok Sabtu 27 Desember 2025, Arah Baik

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News