JAKARTA. Menteri Keuangan Chatib Basri mengungkapkan, peran hedging sangat diperlukan di tengah kondisi nilai tukar rupiah yang tak pasti. Chatib menuturkan, setiap Rp 100 terdepresiasi, maka pengaruhnya terhadap defisit anggaran sebesar Rp 2,6 triliun. Angka ini tentu bukan nominal yang kecil. Menurut Chatib, dalam kondisi perlambatan pertumbuhan ekonomi domestik dan juga pengaruh adanya kemungkinan normalisasi kebijakan moneter di Amerika Serikat, akan membuat tekanan terhadap mata uang dan nilai tukar. "Beberapa hari ini tekanan terhadap rupiah, sederhananya hanya karena menunggu rapat bank sentral AS The Fed," ujar Chatib dalam rapat koordinasi penerapan manajemen risiko hedging antara Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, Kementerian BUMN, Kejaksaan Agung, Kepolisian dan juga BPK di Gedung BPK, Rabu (17/9).
Chatib menyebutkan, situasi yang akan dihadapi oleh Indonesia ke depan, utamanya pada 2015 bukanlah situasi yang mudah. Adanya kemungkinan normalisasi kebijakan moneter AS, membuat nilai tukar mata uang garuda belakangan menyentuh Rp 11.900 per dollar AS. Jika depresiasi nilai tukar terus terjadi, pinjaman luar negeri baik swasta, bumn maupun pemerintah serta pasar valuta asing, akan menghadapi turbulence. Menurut Chatib, jika kondisi ini tidak diantisipasi dengan manajemen hedging, tentu Bank Indonesia harus menyediakan valas dengan banyak.