Menkeu: Harga BBM, LPG & listrik tak naik di 2018



KONTAN.CO.ID - Satu tahun menjelang tahun politik yaitu Pilpres 2019, pemerintah berjanji tidak akan menaikkan tarif listrik, harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi, dan harga elpiji (LPG) 3 kilogram. Kepastian itu dikatakan karena alokasi subsidi energi sebesar Rp 103,4 triliun pada tahun depan dinilai cukup untuk menahan potensi kenaikan harga minyak dunia.

Dalam Rancangan Anggaran Penerimaan dan Belanja Negara (RAPBN) 2018, pemerintah mengalokasikan belanja subsidi sebesar Rp 172,41 triliun. Dari jumlah itu terbagi untuk subsidi energi Rp 103,4 triliun, naik 15,03% dari outlook realisasi tahun ini yang sebesar Rp 89,86 triliun.

Untuk subsidi BBM dan elpiji dialokasikan sebesar Rp 51,1 triliun dan subsidi listrik Rp 52,2 triliun. "Subsidi energi tahun depan dengan asumsi tidak ada kenaikan BBM, tidak ada kenaikan elpiji, dan kenaikan listrik. Namun, jumlah pelanggan (listrik) 900 volt ampere (VA) barangkali yang akan dibatasi karena sesuai alokasi Rp 52,2 triliun," ujar Sri Mulyani saat konferensi pers RAPBN 2018 di Kementerian Keuangan, Senin (21/8).


Agar dana subsidi mencukupi hingga akhir tahun, pemerintah akan fokus pada perbaikan penyaluran. Dengan perbaikan ini, pemerintah juga berharap penyaluran akan lebih tepat sasaran. Selama ini, dana subsidi yang rawan bocor adalah elpiji 3 kg. Mengingat, penyaluran subsidi elpiji 3 kg masih terbuka.

Untuk itu pemerintah akan mengubah penyaluran subsidi menjadi tertutup. Berdasarkan Nota Keuangan RAPBN 2018, subsidi elpiji 3 kg akan diberikan melalui satu kartu terintegrasi Program Keluarga Harapan (PKH) di seluruh wilayah perkotaan dan sebagian perdesaan sesuai dengan prasarana yang ada. Tahun depan, jumlah peneriman bantuan sosial PKH mencapai 10 juta rumah tangga sasaran.

Harga minyak naik

Menurut Gubernur Bank Indonesia (BI) Agus Martowardojo, harga minyak Indonesia atau Indonesia Crude Price (ICP) tahun depan berpotensi naik menjadi sekitar US$ 52 per barel. Angka itu lebih tinggi dari asumsi makro RAPBN 2018 yang hanya US$ 48 per barel. Harga ICP naik mengikuti potensi kenaikan harga minyak dunia.

Potensi kenaikan harga minyak dunia dikhawatirkan membuat anggaran jebol. Nota Keuangan RAPBN 2018 mencatat setiap kenaikan ICP sebesar US$ 1 di atas asumsi menyebabkan belanja pemerintah pusat bertambah Rp 1,8 triliun-Rp 2,4 triliun. Belanja itu sebagian besar untuk penambahan subsidi energi.

Direktur Eksekutif ReforMiner Institute Pri Agung Rakhmanto menilai, asumsi pemerintah masih masuk akal. Harga minyak dunia kemungkinan masih stagnan di kisaran US$ 45-US$ 50 per barel. "Bisa saja harga BBM tetap, tapi yang perlu diperhatikan aspek keuangan Pertamina, karena di level saat ini, Pertamina sudah harus menalangi selisih harga, yang seharusnya sudah disesuaikan (dinaikkan) beberapa bulan lalu," ujar Pri Agung.

Pengamat Energi dan Direktur Energy Watch Mamit Setiawan berpendapat, keyakinan pemerintah tak menaikkan harga BBM tahun depan bermuatan politis dan bisa mengorbankan Pertamina. "Pertamina sudah terbebani kebijakan BBM satu harga. Pertamina merugi Rp 3,3 triliun tahun ini karena program satu harga," ujar Mamit.

Dengan potensi konflik antara Amerika Serikat dan Korea Utara, serta masalah di Timur Tengah, Mamit prediksi harga minyak dunia tahun depan akan mencapai US$ 52 triliun. Walhasil, tanpa penyesuaian harga BBM, beban Pertamina semakin besar.

Hanya saja, sejauh ini Pertamina masih mencatatkan keuntungan besar. Pada kuartal I-2017, Pertamina mampu mengantongi laba US$ 780 juta. Dengan kurs rupiah Rp 13.400 per dollar AS, maka untung Pertamina kuartal I-2017 mencapai Rp 10,45 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Barratut Taqiyyah Rafie