JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menilai, kabar dihentikannya penetapan kontrak rupiah di pasar Non Deliverable Forward (NDF) oleh The Association of Banks in Singapore (ABS) merupakan hal positif. Menurutnya, hal ini menunjukkan kalau nilai acuan rupiah yang dikeluarkan Bank Indonesia semakin dipercaya.Sebelumnya ABS mengungkapkan, alasan dihentikannya acuan NDF karena perbedaan atau gap rupiah yang ada di pasar onshore dan ofshore semakin mengecil. Oleh karenanya, trader musti memakai acuan rupiah ke Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR).Sekadar perbandingan, pada hari ini (19/2), nilai tukar rupiah di pasar offshore adalah 11.790 per dollar AS. Hanya 0,51% lebih kuat dibanding nilai acuan Jisdor yang menunjukkan level 11.850. Padahal, pada 22 Oktober 2013 lalu, jurang antara rupiah di pasar offshore dan onshore mencapai 4,6%Chatib bilang, menyempitnya gap antara pasar onshore dan ofshore tidak terlepas dari pergerakan rupiah beberapa hari terakhir yang cenderung menguat. "Jadi ini merupakan bentuk kepercayaan pasar terhadap kerja BI," katanya, Rabu (19/2) di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).Ia percaya, nilai tukar rupiah akan semakin membaik, seiring membaiknya kondisi fundamental dalam negeri. Sejauh ini permasalah defisit neraca transaksi berjalan, atau current account deficit sudah bisa teratasi. Begitupun dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik.Hal senada diutarakan Peter Jacobs, Direktur Komunikasi BI. "Penggunaan Jisdor menunjukkan kepercayaan pasar keuangan internasional terhadap pasar valas domestik. BI menyambut baik hal ini. Kepercayaan pelaku pasar internasional ini juga mendorong proses pedalaman pasar keuangan domestik," jelasnya. Lalu, apakah dihentikannya pasar NDF di Singapura akan berdampak pada penguatan rupiah? Menurut Peter, dampak positif dari langkah Singapura ini lebih pada mengurangi distorsi harga karena mengutip nilai tukar yang tidak tepat. "Nilai tukar yang berlaku di Singapura saat ini sama dengan yang ada di Indonesia. Pergerakan mata uang jadi lebih murni," papar Peter.
Menkeu: NDF ditutup, bukti rupiah makin kredibel
JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Chatib Basri menilai, kabar dihentikannya penetapan kontrak rupiah di pasar Non Deliverable Forward (NDF) oleh The Association of Banks in Singapore (ABS) merupakan hal positif. Menurutnya, hal ini menunjukkan kalau nilai acuan rupiah yang dikeluarkan Bank Indonesia semakin dipercaya.Sebelumnya ABS mengungkapkan, alasan dihentikannya acuan NDF karena perbedaan atau gap rupiah yang ada di pasar onshore dan ofshore semakin mengecil. Oleh karenanya, trader musti memakai acuan rupiah ke Jakarta Interbank Spot Dolar Rate (JISDOR).Sekadar perbandingan, pada hari ini (19/2), nilai tukar rupiah di pasar offshore adalah 11.790 per dollar AS. Hanya 0,51% lebih kuat dibanding nilai acuan Jisdor yang menunjukkan level 11.850. Padahal, pada 22 Oktober 2013 lalu, jurang antara rupiah di pasar offshore dan onshore mencapai 4,6%Chatib bilang, menyempitnya gap antara pasar onshore dan ofshore tidak terlepas dari pergerakan rupiah beberapa hari terakhir yang cenderung menguat. "Jadi ini merupakan bentuk kepercayaan pasar terhadap kerja BI," katanya, Rabu (19/2) di gedung Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).Ia percaya, nilai tukar rupiah akan semakin membaik, seiring membaiknya kondisi fundamental dalam negeri. Sejauh ini permasalah defisit neraca transaksi berjalan, atau current account deficit sudah bisa teratasi. Begitupun dengan pertumbuhan ekonomi yang semakin membaik.Hal senada diutarakan Peter Jacobs, Direktur Komunikasi BI. "Penggunaan Jisdor menunjukkan kepercayaan pasar keuangan internasional terhadap pasar valas domestik. BI menyambut baik hal ini. Kepercayaan pelaku pasar internasional ini juga mendorong proses pedalaman pasar keuangan domestik," jelasnya. Lalu, apakah dihentikannya pasar NDF di Singapura akan berdampak pada penguatan rupiah? Menurut Peter, dampak positif dari langkah Singapura ini lebih pada mengurangi distorsi harga karena mengutip nilai tukar yang tidak tepat. "Nilai tukar yang berlaku di Singapura saat ini sama dengan yang ada di Indonesia. Pergerakan mata uang jadi lebih murni," papar Peter.