JAKARTA. Pemerintah mewaspadai krisis ekonomi yang bergulir di Yunani. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ada dua faktor yang bergerak dengan arah yang berbeda. Di satu sisi krisis di Yunani telah menimbulkan suatu persepsi risiko kepada negara-negara emerging dan developing country yang akan berimbas pada beberapa indikator seperti indeks harga saham, yield dari surat berharga negara, dan dari sisi nilai tukar rupiah. "Ini akan memberi dampak yang arahnya adalah perlemahan," ujar Sri Mulyani Indrawati usai rapat kabinet paripurna tentang Rencana Kerja Pemerintah tahun 2011 di Kantor Kepresidenan, Selasa (11/5). Namun, di sisi lain, likuiditas global yang masih sangat banyak dan proses pengetatan ekonomi atau exit policy dari negara-negara maju akan dijaga. "Faktor ini bisa menetralisir dampak negatif dari krisis ekonomi tersebut," imbuhnya. Artinya, menurut Sri Mulyani, pembicaraan G-20 di Washington, Amerika Serikat dua minggu lalu yang mengatakan exit policiy akan akan dilakukan secara bertahap pada semester kedua, kemungkinan akan direvisi sambil melihat situasi yang terjadi di Yunani. Untuk Indonesia, pemerintah tetap mengawasi kondisi makro ekonomi yang baru saja disepakati dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam APBN-P 2010. "Khususnya berkaitan dengan nilai tukar, suku bunga, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi harus terus dilihat, termasuk harga minyak yang dalam dua hari ini menurun di bawah US$ 80," terangnya. Sri Mulyani menambahkan, apabila dilihat risiko untuk tahun 2011 maka dua faktor itu dari sisi eksternal akan menciptakan dinamika yang harus dikelola risikonya yaitu, faktor bersama adalah krisis Yunani yang diperkirakan bisa menular ke beberapa negara dan likuiditas yang secara global dan bertahap mulai ditarik. "Dua-duanya akan memberikan pengaruh yang cukup menantang bagi perekonomian Indonesia," katanya. Di dalam negeri, kata Sri Mulyani, fondasi dari perekonomian yang sudah dibangun dari lima tahun lalu telah menopang kinerja ekonomi yang cukup baik. "Pertumbuhan ekonomi kuartal satu mencapai 5,7%," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News
Menkeu: Pemerintah Waspadai Dampak Krisis Ekonomi Yunani
JAKARTA. Pemerintah mewaspadai krisis ekonomi yang bergulir di Yunani. Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan ada dua faktor yang bergerak dengan arah yang berbeda. Di satu sisi krisis di Yunani telah menimbulkan suatu persepsi risiko kepada negara-negara emerging dan developing country yang akan berimbas pada beberapa indikator seperti indeks harga saham, yield dari surat berharga negara, dan dari sisi nilai tukar rupiah. "Ini akan memberi dampak yang arahnya adalah perlemahan," ujar Sri Mulyani Indrawati usai rapat kabinet paripurna tentang Rencana Kerja Pemerintah tahun 2011 di Kantor Kepresidenan, Selasa (11/5). Namun, di sisi lain, likuiditas global yang masih sangat banyak dan proses pengetatan ekonomi atau exit policy dari negara-negara maju akan dijaga. "Faktor ini bisa menetralisir dampak negatif dari krisis ekonomi tersebut," imbuhnya. Artinya, menurut Sri Mulyani, pembicaraan G-20 di Washington, Amerika Serikat dua minggu lalu yang mengatakan exit policiy akan akan dilakukan secara bertahap pada semester kedua, kemungkinan akan direvisi sambil melihat situasi yang terjadi di Yunani. Untuk Indonesia, pemerintah tetap mengawasi kondisi makro ekonomi yang baru saja disepakati dengan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dalam APBN-P 2010. "Khususnya berkaitan dengan nilai tukar, suku bunga, inflasi, dan pertumbuhan ekonomi harus terus dilihat, termasuk harga minyak yang dalam dua hari ini menurun di bawah US$ 80," terangnya. Sri Mulyani menambahkan, apabila dilihat risiko untuk tahun 2011 maka dua faktor itu dari sisi eksternal akan menciptakan dinamika yang harus dikelola risikonya yaitu, faktor bersama adalah krisis Yunani yang diperkirakan bisa menular ke beberapa negara dan likuiditas yang secara global dan bertahap mulai ditarik. "Dua-duanya akan memberikan pengaruh yang cukup menantang bagi perekonomian Indonesia," katanya. Di dalam negeri, kata Sri Mulyani, fondasi dari perekonomian yang sudah dibangun dari lima tahun lalu telah menopang kinerja ekonomi yang cukup baik. "Pertumbuhan ekonomi kuartal satu mencapai 5,7%," katanya.Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News