Menkeu setuju Djakarta Lloyd tak dapat PMN



JAKARTA. Pemerintah mengusulkan tambahan anggaran Penyertaan Modal Negara (PMN) untuk Badan Usaha Milik Negara (BUMN) sebesar Rp 2,38 triliun dalam rancangan anggaran pendapatan dan belanja negara perubahan (RAPBN-P) 2017. Dengan demikian, anggaran PMN tahun ini naik menjadi Rp 6,38 triliun.

Kenaikan tersebut, berasal dari tambahan PMN untuk PT Kereta Api Indonesia (Persero) sebesar Rp 2 triliun. Sementara Rp 379,3 miliar sisanya adalah tambahan PMN untuk PT Djakarta Lloyd (Persero).

Wakil Ketua Komisi VI DPR Bowo Sidik Pangarso mempertanyakan tambahan PMN untuk PT Djakarta Lloyd. Pasalnya menurut Bowo, hingga saat ini perusahaan pelat merah tersebut tidak memiliki kapal yang beroperasi.


"Dan kinerja Djakarta Lloyd itu hanya jadi agen atau calo. Dia dapat kontrak tapi di pihak ketiga kan," kata Bowo saat rapat kerja antara pemerintah dengan Komisi VI, Kamis (13/7).

Lebih lanjut menurut Bowo, pendapatan perusahaan itu hanya Rp 10 miliar per tahun. Sementara utangnya mencapai Rp 1,3 triliun, meski sudah dihitung ulang menjadi Rp 700 miliar-Rp 800 miliar.

"Kalau ini diberikan ini sama saja membeli aset dengan ekuitas. Bahaya Bu. Sekarang bagaimana risikonya kalau itu kami biarkan? Enggak sehat Bu. Ini hanya menjadi calo, artinya ini bekerjanya mendapat projek di pihak ketiga, besok kita bahas, supaya kita tidak salah bersama dalam PMN," tambah dia.

Menteri Keuangan Sri Mulyani yang memimpin rapat tersebut dari sisi pemerintah menggantikan Menteri BUMN Rini Soemarno mengatakan, PT Djakarta Lloyd selama tiga tahun terakhir sudah membukukan keuntungan. Kualitas likuiditas Djakarta Lloyd juga sudah membaik 231% dan membukukan pendapatan tahun 2017 sebesar Rp 425 miliar.

Namun, Sri Mulyani mengatakan, dalam kapasitasnya sebagai Menteri Keuangan, dirinya mendukung penolakan pemberian tambahan PMN untuk Djakarta Lloyd dari Komisi VI DPR.

"Saya hanya ingin meyakinkan sebagai Kementerian Keuangan, saya titip ke Komisi VI kalau memang harus ditolak, ya ditolak. Dalam artian kalau secara korporasi tidak feasible, kalau Bapak Ibu melihat ini fundamentally dari sisi korporasi," tegas Sri Mulyani.

Di sisi lain, ia juga mengakui bahwa Menteri Keuangan hanya melakukan pendalaman dari sisi APBN dan makro serta tidak melakukan pendalaman dari sisi korporasi. "Nanti kami akan memberikan sepenuhnya dukungan kepada Komisi VI untuk mendalami," tambah dia.

Meski demikian, pemerintah dan Komisi VI DPR menyetujui untuk melakukan pendalaman usulan PMN BUMN tersebut dan selanjutnya akan diputuskan dalam rapat kerja berikut di masa sidang kelima tahun 2016-2017.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Yudho Winarto