Menkeu: Soal ponsel pemicu defisit urusan internal



JAKARTA. Pemerintah belum mau berkomentar soal ponsel yang menjadi salah satu dari lima hal yang menyebabkan defisit neraca perdagangan Indonesia. Untuk itu, Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM) atas ponsel tersebut segera dijalankan. "Soal ponsel cerdas (smartphone) yang menyumbang defisit anggaran, saya tidak mau ngomong ke media. Biarkan itu urusan internal," kata Chatib saat ditemui di Gedung DPR Jakarta, Senin (9/9/2013). Terkait PPnBM, Chatib memang menugaskan Badan Kebijakan Fiskal (BKF) untuk segera merumuskan bahwa ponsel cerdas masuk sebagai barang mewah yang terkena pajak. Bagaimanapun, konsumsi ponsel yang marak di Indonesia ini menyebabkan defisit perdagangan menjadi besar. Dalam waktu dekat, pemerintah akan mengeluarkan Peraturan Pemerintah mengenai PPnBM khusus smartphone. Saat ini BKF sedang menggodok aturan lebih rinci, lantas akan dikonsultasikan dengan DPR. "Saya kira BKF akan rapat hari ini untuk menunaikan segera, konsultasi dengan DPR, beres, setelah itu saya akan tunjukkan PP-nya," tambahnya. Sekadar catatan, pemerintah akan tetap "ngotot" memperjuangkan supaya setiap impor telepon seluler alias ponsel dikenakan Pajak Penjualan Barang Mewah (PPnBM). Tujuannya, untuk menekan jumlah impor ponsel yang cukup tinggi. Data Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan, jumlah impor ponsel menempati ranking kelima tertinggi. Deputi Bidang Statistik Badan Pusat Statistik Distribusi dan Jasa BPS Sasmito Hadi Wibowo menjelaskan, sebagian besar ponsel terutama yang berteknologi tinggi atau sering disebut smartphone diimpor. Menurutnya, hingga saat ini permintaan produk-produk tersebut sangat tinggi karena tidak diproduksi di dalam negeri. "Kita sulit menahan masuknya barang-barang tersebut," ujarnya. Sementara itu, Plt Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kemenkeu Bambang PS Brodjonegoro menyampaikan, dari data yang dimilikinya, nilai impor ponsel hingga bulan Juni 2013 sudah mencapai 1,2 miliar dollar AS. Adapun jumlah impor ponsel di tahun 2012 lalu mencapai 2,6 miliar dollar AS. "Data impor Januari hingga Juni itu empat besarnya semua dari oil and gas related, nah smartphone itu ada di nomor lima," kata Bambang, akhir pekan lalu di kantornya. Jumlah impor dengan nilai tertinggi adalah kendaraan bermotor, yang berikutnya minyak mentah, lalu solar untuk industri dan bahan bakar diesel lainnya (other diesel fuel). Jika melihat data ini, menurut bambang, bisa dikatakan salah satu penyebab defisit neraca perdagangan paling tinggi adalah impor smartphone. Oleh karena itu, pemerintah mau mengurangi jumlah impor smartphone. Caranya, dengan memberlakukan PPnBM terhadap smartphone. "Kita akan lihat smartphone dari aspek teknologinya seperti mobil mewah, tapi tarifnya juga akan berbeda tidak akan setinggi itu," jelas Bambang. Namun, dia meyakini, untuk memasukkan smartphone sebagai barang mewah dan dikenakan PPnBM itu tidaklah mudah dikarenakan adanya kepentingan dari berbagai kementerian. (Didik Purwanto/Kompas.com)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Editor: Dikky Setiawan