KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Keuangan (Menkeu) Sri Mulyani Indrawati menyampaikan pemerintah menargetkan pertumbuhan ekonomi pada 2022 sebesar 5,8% year on year (yoy). Menkeu menyebut, proyeksi tersebut bisa tercapai apabila terjadi reformasi struktural. Sri Mulyani optimistis, pada tahun 2022 ekonomi bisa melejit dari perkiraan pertumbuhan di 2021 yang berkisar 4,5% hingga 5,3% yoy. Agar mencapai proyeksi pertumbuhan ekonomi tahun depan, Menkeu bilang faktor pendorong utamanya yakni investasi dan ekspor. Menkeu memerinci dengan reformasi, pada 2022 konsumsi rumah tangga diharapkan tumbuh 5,2% yoy, konsumsi Lembaga Non Profit yang Melayani Rumah Tangga (LNPRT) 7,2% yoy, konsumsi pemerintah 5,2% yoy, investasi 6,6% yoy, ekspor 6,8% yoy, dan impor 6,1% yoy.
Ada empat reformasi yang diperlukan untuk mendorong ekonomi tahun depan. Pertama, human capital didisain dengan belanja negara di bidang pendidikan, kesehatan dan perlindungan sosial. Kedua, physical capital mencakup infrastruktur konvensional dan digital. Ketiga, reformasi birokrasi dan regulasi yang lebih mudah dan simple. Keempat, reformasi fundamental sebagai fondasi baru ekonomi untuk transformasi ekonomi, termasuk kebijakan yang mampu menekan penggunaan karbon. Baca Juga: Jokowi minta pemda segera belanjakan APBD Oleh karenanya, Menkeu mengatakan keempat reformasi tersebut dapat berjalan dengan mulus apabila kunci reformasi melalui Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang Cipta Kerja perlu segera diimplementasikan. Dus investasi dan ekspor bisa terdongkrak. “Apabila kita melakukan reformasi struktural dengan cepat dan tepat, maka kita akan bisa membentuk apa yang disebut dengan capital inflow dan juga penggunakan capital di dalam negeri yang lebih produktif, dan ini akan mengakibatkan pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi dan berkualitas dengan reformasi signifikan perbedaannya,” kata Menkeu saat Rapat Koordinasi Pembangunan Pusat 2021, Kamis (29/4). Dari sisi fiskal, Menkeu mengatakan jika investasi dan ekspor melejit maka Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) kembali sehat. Defisit APBN diyakini bisa kembali berada dalam zona normal di bawah 3% terhadap produk domestik bruto (PDB). “Karena basis yang tumbuh maka akan juga membuat penerimaan pajak semakin kuat,” kata Menkeu Sri Mulyani.