Menkeu Sri Mulyani: Tidak ada yang salah dengan kebijakan populis



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Di tahun politik, fokus pemerintah dalam pembangunan sumber daya manusia (SDM) dianggap sebagai kebijakan populis. Alokasi dalam anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) yang tinggi untuk belanja yang bersifat subsidi dan bantuan sosial dianggap demi kepentingan elektoral semata. Kendati begitu, Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, tidak ada yang salah dengan kebijakan bersifat populis.

Pasalnya, populis berarti juga masyarakat dan kebijakan pemerintah memang semestinya ditujukkan untuk kepentingan masyarakat. "Kebijakan populis itu enggak salah karena pada akhirnya pemimpin dipilih untuk memenuhi kebutuhan masyarakat. Yang menjadi tantangan adalah bagaimana membuat program yang connect dengan kebutuhan masyarakat, tetapi tetap berbasis APBN berkelanjutan," ujar Sri Mulyani dalam sebuah diskusi Outlook Ekonomi 2019, Kamis (28/2).

Sri Mulyani bilang, kebijakan populis bukan hanya dilakukan pada tahun 2019 ini saja. Menurutnya, pemerintah juga telah melakukan kebijakan populis pada tahun-tahun sebelumnya, antara lain melalui fokus kebijakan membangun infrastruktur yang ditujukkan untuk kepentingan masyarakat.


Pembangunan infrastruktur dinilai merupakan kebijakan yang juga bersifat populis. "Karena masyarakat selama ini menderita akibat kurangnya infrastruktur baik listrik, jalan raya, air, dan irigasi sehingga mereka merasa makin terbebani," kata dia.

Oleh karena itu, jika kebijakan pemerintah membangun SDM di tahun ini dianggap populis, Sri Mulyani menilai, kebijakan itu merupakan langkah yang baik dan benar. Sebab, kemajuan negara dan pertumbuhan ekonomi tak akan pernah dapat dilepaskan dari kualitas pendidikan dan kesehatan yang baik.

Hanya saja, di samping menjaga pondasi masyarakat, belanja-belanja tersebut mesti tetap dilakukan secara akuntabel dan berkualitas. Soal kualitas, Sri Mulyani mengatakan, masyarakat dapat menilainya dari angka kemiskinan dan pengangguran yang menurun dari tahun ke tahun, serta rasio gini yang membaik.

"Jadi, fokus ke SDM bukan sekadar populis, tapi agar pertumbuhan ekonomi kita tetap sehat dan inklusif. Bukan cuma soal consumerism, tapi memastikan kesejahteraan tercapai dan merata," tandasnya.

Sri Mulyani menambahkan, di negara-negara lain biasanya kebijakan populis jelang pemilu disertai dengan defisit APBN yang melebar, contohnya Venezuela. Menurutnya, Venezuela menjadi contoh negara yang melaksanakan kebijakan populis secara ekstrem tanpa memperhatikan kesehatan fiskal.

"Sementara, tahun lalu kita menutup defisit APBN dengan defisit yang lebih rendah dari target yaitu hanya 1,76% dari PDB. Defisit anggaran justru turun," imbuhnya.

Asal tahu saja, dalam APBN 2019, pemerintah mematok anggaran pendidikan sebesar Rp 492,5 triliun, anggaran kesehatan Rp 123,1 trliun, dan anggaran infrastruktur sebesar Rp 415 triliun.

Sementara, alokasi anggaran perlindungan sosial seperti Program Keluarga Harapan (PKH) naik ganda menjadi Rp 34,3 triliun, Bantuan Pangan Non Tunai (BNPT) sebesar Rp 20,8 triliun, serta melalui subsidi sebesar Rp 212,9 triliun.

Adapun, pemerintah mematok defisit anggaran tahun ini dapat terjaga pada level 1,84% dari PDB.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat