Menko Airlangga: Penerapan Ekonomi Hijau Bisa Menstabilkan Pertumbuhan Ekonomi



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Indonesia tidak bisa hanya bergantung kepada brown economy, tapi juga harus mulai membangun circular economy, green economy, dan blue economy.

Hal ini ini untuk mencapai target pertumbuhan ekonomi sebesar 6%-7% untuk menuju Visi Indonesia Emas 2045.

Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menerangkan proses transformasi perekonomian Indonesia menjadi ekonomi hijau yang berkelanjutan harus menyeimbangkan aspek ekonomi, sosial dan lingkungan.


“Penerapan ekonomi hijau dalam jangka panjang diproyeksikan dapat menstabilkan pertumbuhan ekonomi rata-rata sebesar 6,22% hingga 2045, mengurangi emisi sebesar 86 juta ton CO2-ekuivalen, dan menciptakan hingga 4,4 juta lapangan kerja,” jelas Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto dalam keterangan resminya, Kamis (4/7).

Airlangga juga bilang bahwa ekonomi hijau penting dalam mewujudkan transformasi ekonomi menuju negara berpendapatan tinggi setara dengan negara maju, dan keluar dari middle income trap. Terdapat dua peluang yang bisa dimanfaatkan dalam pengembangan ekonomi hijau.

Peluang pertama adalah transisi aktivitas ekonomi eksisting. Pada sektor energi, upaya transisi diarahkan melalui penerapan energi baru dan terbarukan, seperti energi surya, angin, hidro, dan biomassa.

“Juga tentunya pengurangan emisi karbon dari PLTU melalui kombinasi dari amonia dan Carbon Capture Storage (CCS). Selanjutnya, ekosistem EV atau e-mobility perlu terus didorong dan ini tentunya mengurangi emisi Gas Rumah Kaca akibat pembakaran BBM,” ujar Airlangga.

Baca Juga: Bappenas: Penerapan Ekonomi Sirkular Bisa Tingkatkan PDB Hingga Rp 638 Triliun

Ekonomi hijau dan sirkular akan membantu industri di Indonesia untuk berdaya saing pada aspek keberlanjutan. Saat ini, telah terdapat 152 perusahaan yang memiliki Sertifikat Industri Hijau, dan tentunya ke depan diharapkan akan semakin bertambah.

Sertifikasi Industri Hijau ini memberikan manfaat ekonomi yakni antara lain menghemat energi senilai Rp 3,2 triliun per tahun dan penghematan air senilai Rp169 miliar per tahun.

Peluang kedua, yaitu memunculkan pusat pertumbuhan ekonomi baru melalui pengembangan sektor dan aktivitas sirkular yang inovatif, termasuk industri berbasis sumber daya alam hayati berkelanjutan atau bio-ekonomi, ekonomi biru, dan industri pemanfaatan limbah.

Sebagai salah satu negara megabiodiversity, industri bio-ekonomi di Indonesia sangat berpotensi untuk terus dikembangkan. 

"Pemerintah telah mengembangkan 22 Kawasan Ekonomi Khusus (KEK), yang perlu terus didorong untuk mengadopsi prinsip ekonomi hijau dan ekonomi sirkular, sehingga dapat diakui secara luas dan mendatangkan investasi hijau," kata Airlangga.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Khomarul Hidayat