Menko Perekonomian: Emisi Karbon Jadi Tantangan yang Pengaruhi PDB ke Depan



KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Salah satu yang menjadi tantangan global ke depan ialah pencapaian net zero emission yang telah disepakati negara-negara dalam Paris Agreement.

Dimana jika kesepakatan tersebut tak dapat tercapai maka Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto menyebutkan, akan berdampak pada menurunnya produk domestik bruto (PDB) global sebesar 10%.

"Kalau tidak tercapai PDB akan turun 10%. Dimana Asia Tenggara adalah daerah atau regional yang berisiko tinggi, climate economics index Indonesia adalah yang sangat rentan, apalagi masuk musim kemarau, risiko kebakaran hutan mengintip dan perlu diwaspadai," kata Airlangga dalam webinar Green Economy Indonesia Summit 2022, Rabu (11/5).


Baca Juga: Tahun Depan, Pemerintah Akan Turunkan Emisi Gas Rumah Kaca Hingga 27,02%

Melihat Indonesia yang rentan akan kebakaran hutan terutama pada musim kemarau, maka pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan telah melakukan antisipasi dan persiapan dari potensi tersebut.

Pasalnya kebakaran hutan menjadi salah satu tantangan dalam pencapaian net zero emission. Indonesia sendiri berkomitmen menurunkan emisi sebesar 29% pada 2030 dengan upaya sendiri dan 41% dengan bantuan internasional.

Ia menyampaikan, Presiden Joko Widodo telah menyampaikan komitmen Indonesia dalam mewujudkan ekonomi hijau pada KTT G20 di Roma lalu. Guna mewujudkan ekonomi hijau pemerintah juga akan mendorong pembahasannya pada Presidensi G20 Indonesia nanti.

Nantinya pada G20 akan membahas pembiayaan berkelanjutan untuk sumber pembiayaan yang berbasis pada pembangunan multilateral. Terkait hal ini Airlangga mengatakan, Indonesia bersama Asian Development (ADB) tengah membahas skenario pembangunan energi berbasis rendah karbon yang menghasilkan dari segi ekonomi.

"Pilot projects terkait kegiatan mengurangi emisi yang ditargetkan di 2060. Diharapkan prototyping daripada PLTU bisa di finance dan ini dibahas skenarionya dengan Asian Development Bank," ujarnya.

Baca Juga: Incar Monetisasi Karbon, Petronas Bangun Pusat Penangkapan & Penyimpanan Karbon (CCS)

Indonesia disebut memiliki potensi energi baru cukup besar yaitu 442 gigawatt untuk pembangkit listrik. Namun pengembangan energi baru terkendala dari segi techno-economy. Seperti pembangunan hydro power yang dapat dilakukan di Kalimantan Utara dan Mambramo Papua. Namun permintaan tertinggi justru datang dari Pulau Jawa.

Selain itu, Pemerintah terus mendorong mekanisme transisi energi berupa perpajakan yang berupa cap and trade dan cap and tax. Kemudian disektor transportasi Pemerintah berkomitmen untuk terus mendorong program mandatori biodiesel yang berdampak pada penurunan energi setara dengan 23,3 juta ton CO2 ekuivalen yang diharapkan dapat mendorong sektor industri mobil berbasis listrik.

Pemerintah juga mengesahkan peraturan tentang nilai ekonomi karbon yang bertujuan untuk mendorong investasi rendah karbon diberbagai sektor.

Ia menegaskan, industri hijau menjadi tujuan utama di masa transisi energi yang pada akhirnya akan memberikan nilai tambah kepada ekonomi, serta menyerap tenaga kerja yang berkeahlian tinggi.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Handoyo .