Menkominfo fasilitasi negosiasi Google



JAKARTA. Direktorat Jenderal Pajak (DJP) hingga kini belum juga bisa menyelesaikan kasus penghindaran pajak yang dilakukan oleh Google. Bahkan, perusahaan teknologi terbesar di dunia itu kini disebut telah mengembalikan surat ketetapan yang diterbitkan otoritas pajak.

Google juga menolak untuk diperiksa DJP sehingga secara otomatis proses negosiasi terkait kasus ini terhambat. Padahal, pemerintah berharap melalui proses negosiasi, Google bisa membayar pajak yang selama ini tidak dibayar.

Karena itu, Menteri Komunikasi dan Informatika (Menkominfo) Rudiantara menyatakan akan memfasilitasi proses negosiasi antara Google dan DJP. "Saya akan meminta Google datang ke Indonesia dan duduk bersama dengan pajak," ujarnya, Jumat (4/11).


Sebab, proses negosiasi inilah yang menjadi satu-satunya jalan bagi pemerintah untuk mendorong Google membayar pajaknya. Mengingat, jika dengan aturan perpajakan yang sekarang akan sulit untuk memaksa Google membayar pajak.

Rudiantara juga bilang, kedepan pemerintah harus memperbaiki aturan perpajakan dalam transaksi online. Meskipun potensi dan nilai transaksinya besar, pemerintah tak boleh menyamakannya dengan kegiatan bisnis normal.  Salah satunya, dengan menetapkan tarif yang bersifat final agar memudahkan dalam pemungutan pajak di setiap transaksi online. Tapi, Rudiantara menegaskan semua itu kewenangan Kementerian Keuangan.

Direktur Penyuluhan, Pelayanan dan Hubungan Masyarakat (P2 Humas) DJP, Hestu Yoga Sasama, mengatakan, DJP terus mengupayakan proses negosiasi dengan Google. Sayang, ia enggan merinci perkembangan negosiasi dan pemeriksaan yang berjalan.

Upaya mengejar pajak perusahaan internasional ini memang harus terus dilakukan. Sebelumnya, Pengamat Pajak Danny Darussalam Tax Center, Darussalam bilang, selain pemerintah, parlemen juga harus memberikan dukungan politik. "Kita harus berkaca pada Inggris yang membuat aturan yang bisa memaksa google membayar pajaknya," ujarnya beberapa waktu lalu.

Jenis pajak baru yang dipakai Inggris adalah diverted profit tax, jenis wajib pajak baru bukan PPh badan. Jenis pajak ini, menurut Darussalam, tak menyalahi ketentuan penghindaran pajak berganda (P3B). Catatan saja, Google dituding sebagai salah satu perusahaan asing yang mengemplang pajak. Tunggakan pajak Google ditaksir mencapai Rp 5,5 triliun dalam kurun lima tahun terakhir.

Menurut Darussalam, untuk bisa menarik pajak Google, diperlukan UU baru, terpisah dengan UU Ketentuan Umum Perpajakan (KUP). "Ini momentum yang tepat karena pemerintah mau mereformasi perpajakan," ungkapnya.

Walau pemerintah sudah memaksa Google membuat Badan Usaha Tetap (BUT) di Indonesia, nyatanya itu belum efektif menjaring pajak. Sebab BUT tersebut hanya untuk fungsi marketing support.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News

Editor: Dupla Kartini