KONTAN.CO.ID - JAKARTA. Menteri Koperasi dan UKM (Menkop UKM) Teten Masduki telah mengusulkan revisi Peraturan Menteri Perdagangan (Permendag) Nomor 31 Tahun 2023 untuk mengatur larangan penjualan produk di bawah harga pokok produksi (HPP) pada perniagaan elektronik (e-commerce). Revisi ini bertujuan untuk menjaga agar bisnis di platform perniagaan elektronik tetap berkelanjutan dan terhindar dari monopoli pasar. Lebih lanjut, Menkop UKM mengusulkan aturan tambahan mengenai perdagangan secara elektronik yaitu salah satunya larangan platform seperti Shopee hingga Tokopedia melakukan strategi bakar uang untuk menciptakan harga barang yang jauh lebih murah. Nantinya, e-commerce tidak bisa lagi menggunakan strategi bakar uang (
burning money) untuk meningkatkan
market share persaingan di antara e-commercce.
Baca Juga: Sri Mulyani: E-commerce Jadi Motor Penggerak Ekonomi Digital Juru Bicara Asosiasi E-Commerce Indonesia (IdEA) Vriana Indriasari mengatakan, dari industri, IdEA akan mengikuti aturan yang berlaku karena pada dasarnya IdEA selalu mengikuti aturan yang diberlakukan pemerintah. "Namun, bisa dilihat dahulu konsep bakar uang itu seperti apa? Pada periode sekarang investasi di e-commerce justru seharusnya sudah berada proses pengembalian," katanya saat dihubungi Kontan.co.id, Selasa (28/11). "Bakar uang itu terjadi pada awal kemunculan
marketplace," tambahnya. Menurut Indria, saat ini yang dilakukan oleh e-commerce cenderung adalah membantu untuk meningkatkan transaksi pada pelaku usaha di
merchant sekaligus mendorong peningkatan daya beli untuk
merchant. "Jika [aturan] diterima dan diberlakukan, kami akan siap mengikuti," pungkasnya. Sementara itu, Wakil Direktur Kebijakan Publik dan Hubungan Pemerintah PT Tokopedia Hilmi Adrianto mengatakan, Tokopedia siap berdiskusi dan memberikan masukan bersama Asosiasi E-Commerce Indonesia (idEA) terkait wacana penetapan harga minimum berdasarkan harga pokok produksi (HPP). "Sebagai perusahaan teknologi Indonesia, Tokopedia terus berupaya patuh terhadap peraturan yang berlaku di Indonesia, khususnya yang berpihak kepada tumbuh kembang pelaku usaha termasuk UMKM lokal," ungkapnya kepada Kontan.co.id, Selasa (28/11).
Baca Juga: Menggairahkan Kembali Belanja Online Direktur Eksekutif Indonesia ICT Institute Heru Sutandi menuturkan, istilah bakar uang cukup dapat dimengerti di industri startup. Istilah ini sering dipahami pada saat startup mengakuisisi pengguna dengan memberikan promo dan diskon sehingga banyak yang menyebut sebagai bakar uang. Menurut Heru, saat ini e-commerce masih melakukan bakar uang di mana pendapatan habis untuk mengakuisisi pengguna. "Semua e-commerce melakukan bakar uang," imbuhnya. Ia menjelaskan, aturan yang akan memuat penggunaan istilah bakar uang dan implementasi bakar uang perlu dipikirkan. Jangan sampai ketika aturan ini diterapkan justru semua
marketplace melanggar aturan yang ada.
"Ya karena sampai sekarang semua masih bakar uang sebagai sebuah strategi startup untuk mengakuisisi pengguna, menjaga loyalitas pengguna dengan promo yang ini merupakan bagian dari bakar uang," ujar Heru. Ia menambahkan, ketika startup belum mencapai di titik yang tinggi, bakar uang masih akan dijalankan untuk mengakuisisi pengguna. Startup akan sulit jika tidak mengalokasikan dana untuk akuisisi pengguna. "Apalagi startup baru, untuk menarik pengguna mau enggak mau harus memberikan diskon pada pembeli," tandasnya. Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News Editor: Handoyo .